Mohon tunggu...
Taufik Hidayat
Taufik Hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - https://ngalirspace.wordpress.com/
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hanya orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

M. Natsir dan Pemikiran Politik Islam

30 Desember 2021   09:50 Diperbarui: 30 Desember 2021   10:01 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lama ini kita digegerkan dengan salah satu pertanyaan yang mencuat dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bagian dari rangkaian proses alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Pertanyaan tersebut mengharuskan memilih antara al-Qur'an atau Pancasila.

Cholil Nafis, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun menilai pertanyaan tersebut sebagai pertanyaan konyol. (https://nasional.sindonews.com/read/445782/13/cholil-nafis-sebut-pilihan-al-quran-atau-pancasila-adalah-pertanyaan-konyol-1622765195) Ma'ruf Amin, Wakil Presiden (Wapres) juga turut berkomentar. Dia mengatakan, bahwa Pancasila adalah dasar negara yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa. Kelima sila di dalamnya tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Bahkan, sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa secara eksplisit menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang beragama dan menghormati keberadaan agama. (https://www.kompas.tv/article/181489/ramai-polemik-pancasila-atau-alquran-wapres-ingatkan-4-hal-penting-moderasi-beragama)

Pada tanggal 26 Juni 1936, 85 tahun yang lalu, Snouck Hurgronje akhirnya meninggal dunia di Leiden, Belanda. Semasa hidup, ia adalah tokoh yang aktif mempelajari Islam untuk "menikamnya" dari belakang. Ia juga seorang tokoh dibalik penyerangan Belanda terhadap Aceh. Salah satu rekomendasi yang ia sampaikan kepada Belanda masa itu adalah persoalan politik. Ia mengusulkan kepada pemerintah untuk menolak setiap usaha yang membawa rakyat kepada Pan-Islamisme. Bagi Snouck Hurgronje, Islam Politik harus dihindari, dibatasi, bahkan harus dilarang. Membiarkan Islam politik sama saja akan melahirkan bahaya dan ancaman bagi kekuasaan colonial. Bila diperlukan, Islam politik harus ditumpas melalui kekerasan dan kekuatan senjata.[1] Setelah Islam politik ditumpas, pemerintah harus segera bergerak memberikan pendidikan dan kesejahteraan, agar masyarakat pribumi mempercayai maksud baik pemerintah colonial.

Upaya-upaya untuk memisahkan Islam dan politik terus digencarkan baik dari kalangan internal maupun eksternal di Indonesia. Mereka lupa, bahwa banyak sekali jasa dan pengorbanan yang telah dilakukan oleh umat Islam. Salah satunya adalah Mosi Integral M. Natsir. Buah pemikiran yang telah melahirkan bangsa Indonesia untuk kedua kalinya. Posisi sebagai ulama besar, M. Natsir juga telah melahirkan buah pemikiran yang sangat banyak. Karenanya, para ilmuwan dan sejarawan Indonesia meyakini bahwa sejarah panjang Indonesia tidak lepas dari nama M. Natsir. M. Natsir (1908-1993) yang merupakan salah satu pejuang di samping pahlawan

lainnya sebagai the founding fathers.[2] Lebih dari itu, M. Natsir merupakan pahlawan NKRI, ketika negara yang baru dilahirkan itu tercabik-cabik kedalam negara-negara boneka ciptaan Belanda di samping Negara Republik Indonesia, M. Natsir berperan sebagai sosok yang secara genuine menyodorkan sebuah konsep integral dan disepakati oleh semua.

Biografi Ringkas M. Natsir

Mohammad Natsir lahir di Alahan Panjang, Kab. Solok, Sumatera Barat, pada 17 Juli 1908 M. Ia wafat pada 6 Fepruari 1993 di Jakarta. Mohammad Natsir adalah putera dari pasangan Khadijah dan Muhammad Idris Sutan Saripado. Ia dikenal dengan sebutan Pak Natsir. Seorang ulama, negarawan, intelektual, pembaharu, dan politikus muslim di Indonesia yang disegani. Pendidikan formalnya dimulai pada usia delapan tahun, saat ia memasuki HIS Adabyah (Hollandse Inlandse School) yang didirikan tanggal 23 Agustus 1915 oleh H. Abdulah Ahmad (salah seorang tokoh pembaharu) di kota Padang. Masa pendidikan Natsir di sekolah ini tidak lama, hanya beberpa bulan, sebab ia kemudian dipindahkan oleh ayahnya ke HIS pemerintah di kota Solok yang sepenuhnya mengikuti sistem pendidikan Barat (Belanda).[3] Di sinilah fase awal interaksi Natsir dengan sistem kolonial.

Akibat ketekunan dan kemampuannya Natsir di percaya menjadi ketua JIB Bandung pada tahun 1928 sampai tahun 1932, Kegiatan M. Natsir waktu itu telah mempengarui jiwanya untuk meraih gelar Meester in de Rechten (MR). Setelah lulus di AMS, M. Natsir mengajar disalah satu MULO di Bandung. Pilihan ini merupakan panggilan jiwanya untuk mengajar agama. Karena pada saat itu Sekolah Umum tidak ajarkan ilmu agama. Kemudian M. Natsir mendirikan Lembaga Pendidikan Islam (PENDIS) yaitu pendidikan yang mengintegrasikan pendidikan umum dengan pendidikan pesantren.[4] M. Natsir menjabat sebagai Direktur PENDIS selama 10 tahun. Lembaga pendidikan tersebut kemudian berkembang di Jawa Barat dan Jakarta.

Ketika hidup di Bandung, ia banyak membaca tulisan-tulisan dari ulama Internasional seperti Hassan Al-Banna, Amir Syakib Arselan, Rasyid Ridha dan Muhammad Abduh, yang secara tidak lansung mempengaruhi pemikiran Natsir dalam melihat Islam (Nata, 1999: 76). Adapun pengaruh lansung terhadap pemikiran Natsir adalah datang dari ulama dan tokoh nasional di Indonesia seperti Ahmad Hassan, H. Agus Salim, Syeikh Ahmad Syurkati dan H.O.S Tjokroaminoto.[5] Dan Ahmad Hassan merupakan ulama dan tokoh yang paling banyak mempengaruhi pemikiran Natsir dilihat dari intensitas komunikasi Natsir belajar dengan Ahmad Hassan dan cara kedua tokoh ini dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

Sejumlah Karya M. Natsir

Karya-karya Mohammad Natsir yang kini telah beredar dalam bentuk buku di Indonesia berjumlah lebih dari 45 buku antara lain:

  1. Politik dan Agama
  2. Islam Sebagai Dasar Negara
  3. Politik Melalui Jalur Dakwah
  4. Mosi Integral Natsir, Dari RIS ke NKRI
  5. 5. Peranan Islam Dalam Pembinaan Demokrasi
  6. Capita Selecta 2
  7. Agama dan Negara Dalam Perspektif Islam
  8. Tentang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Konstituante, tiga jilid
  9. Islam Mempunyai Sifat-sifat yang Sempurna untuk Dasar Negara[6]
  10. Dan seterusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun