Sampai sekarang, kota tempat saya tinggal, belum mendapatkan penghargan Adipura. Berbagai upaya telah dilakukan para walikota yang memimpin. Penertiban kaki lima dan parkir. Perbaikan jalan. Perbaikan pasar-pasar. Pembuatan taman-taman. Penambahan selokan-selokan. Penertiban rumah-rumah kumuh dan daerah hijau. Dan lain-lain.
*
Berbagai upaya telah dilakukan walikota yang memimpin, namun setiap kali tim penilai Adipura datang memeriksa dan mengevaluasi kota, hasil upaya para walikota tersebut tidak sesuai harapan atau tidak sesuai level kota yang akan memperoleh Adipura.
*
Bukannya salah walikota. Bukan pula salah warga, sehingga Adipura sulit diraih. Komplektifitas kota yang telah berusia 450 tahun lebih, yang mana pemerintah kota sangat susah menata ulang keadaan kota.
*
Terkendala berbagai kendala di lapangan. Penentangan masyarakat yang lahan, tempat usaha atau rumahnya hendak digusur, yang berada di jalur hijau. Terkendala dana untuk membuat taman-taman, dana ganti-rugi lahan, dan lain-lain. Komplektifitas karakter individu rakyat dan banyaknya jumlah penduduk, juga mempengaruhi.
*
Tim Adipura juga salah. Mereka menilai kota kecil dan kota besar atau kota yang baru berdiri dan kota yang ratusan tahun berdiri atau kota yang jumlah penduduknya sedikit dan kota yang jumlah penduduknya banyak, sama rata. Sehingga memudahkan kota-kota yang luasnya lebih kecil untuk memperoleh penghargaan Adipura, penataan kotanya lebih gampang, daripada kota-kota yang luasnya lebih besar dan sangat tua, yang memiliki berbagai komplektifitas.
*
Jadi, memang susah kalau punya capres sekelas walikota yang hendak memperoleh penghargaan Adipura. Yang dibicarakannya adalah pasar, parkir, taman, kaki lima, selokan, gorong-gorong, sampah, rumah kumuh, jalan dan jembatan. Pikirannya, bagaimana memoles kota supaya dapat penghargaan Adipura.
*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H