Mohon tunggu...
Joko Siswonov
Joko Siswonov Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

i am antiteori ..... Memandang sesuatu dg sudut berbeda Antitempo Antiseeword Anticebong Antipartaineraliansikomunis Antisurveibayaran

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada Langsung Bangkrutkan Bangsa Ini (Asing Kasih Jempol Menipu)

12 September 2014   04:22 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:56 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada tokoh Negara atau lembaga negara yang berbangga dengan penghargaan-penghargaan dari asing perihal kemajuan dan perkembangan demokrasi di negeri kita. Kita pun sebagai rakyat diminta berbangga dengan apa yang telah mereka capai.
*
Kata asing yang memberi penghargaan, keberhasilan negara kita berdemokrasi hampir sama atau telah mengarah sama ke negara-negara yang maju demokrasiya.
*
Sangat bodoh atau tolol jika kita berbangga dengan penghargaan tersebut. Penghargaan itu adalah sarana menipu asing, sehingga kita tidak menyadari "ada udang dibalik batu" di atas pemberian penghargaan tersebut.
*
Penghargaan diberikan oleh negara-negara yang mempunyai kepentingan di negara kita. Negara yang banyak berinvestasi di negara kita. Negara yang menghabiskan sumber alam kekayaan negara kita, di mana negara tersebut mendapatkan keuntungan yang luar biasa, sedang negara kita cuma sekian persen mendapat keuntungan dari eksplorasi sumber alam mereka.
*
Padahal apa? Negara kita adalah negara paling kacau demokrasinya. Setiap pemilu pasti terjadi kericuhan. Selalu ada keributan. Selalu ada pertikaian. Kericuhan mengenai jumlah calon pemilih dan perhitungan suara. Keributan antar pendukung calon pemimpin yang mengarah anarkis. Pertikaian antar pendukung calon pemimpin yang merasa tidak puas dengan hasil pemilu. Sidang-sidang tuntutan yang terjadi akibat ketidak-puasan calon pemimpin yang dirugikan. Rakyat dipaksa untuk mendengar banyolan para calon pemimpin. Rakyat bodoh yang mau saja meneriman uang supaya menyoblos calon pemimpin.
*
Kini, banyak rakyat pun acuh-acuh dengan pemilu. Sebagai contoh pada pilpres 2014 jumlah manusia golput sama dengan 40%.
*
Katanya demokrasi di negara kita telah mengalami kemajuan yang pesat dan katanya demokrasi negara kita telah mengarah sama dengan negara yang maju demokrasinya. Bodoh pendapat itu! Menurut pendapat itu, Negara demokrasi maju yang mana? Yang mana demokrasi negara kita mengarah ke negara tersebut. Negara maju contoh negara kita berdemokrasi? Amerika? Goblok kalau negara Amerika yang dimaksud. Negara Amerika cuma punya 2 partai. Sedang negara kita, hitung sendiri jumlah partainya. Amerika jika mengadakan pilkada cuma 2 calonnya, jadi tidak ada pilkada ulang. Sedang negara kita, tentu para pembaca mengetahui sendiri keadaan negara kita.
*
Kita terlena dengan jargon asing yang meninabobokan kita, bahwa negara kita telah maju demokrasi. Padahal pemilu di negara kita luar biasa kacau keadaannya. Penghargaan dari asing itu seperti lipstik yang luar biasa menipu. Penghargaan itu bukan penghargaan kemajuan demokrasi, tapi penghargaan kekacauan saat pemilu. Sehingga energi dan pikiran kita habis untuk memikirkan bagaimana menyelesaikan kekacauan tersebut. Saat kekacauan itulah, asing mengambil sumber kekayaan alam kita tanpa kita menyadarinya. Mereka seperti menyelam dalam air keruh sambil menangkap ikan.
*
Satu lagi, pilkada pilpres cara asing membangkrutkan negara kita. Coba hitung! Ada 500 kabupaten di negara kita jadi kalau dihitung setiap 3 hari diadakan pemilu. Catat! "Tiap tiap 3 hari pemilu". Berapa uang negara yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan pesta demokrasi tersebut. Padahal uang yang digunakan adalah uang hutangan dari luar negeri. Sehingga jangan heran kalau hutang di negara kita meningkat beratus-ratus trilyun. Pada jaman Pak Harto hutang luar negeri kita Rp. 1200 trilyun, data terakhir sekarang hutang luar negeri negara kita Rp. 2000 trilyun. Negara berhasil meningkatkan hutang luar negerinya sebanyak Rp. 800 trilyun.
*
Oleh sebab itu kembalikan wacana pemilihan pemimpin daerah kepada pejabat yang ditunjuk, seperti menteri dalam negeri atau presiden langsung atau oleh DPRD. Sederhanakan jumlah partai jangan lebih dari 5 partai. Kalau perlu 2 partai saja seperti negeri Paman Syam, jangan tanggung berkiblat dengan Amerika.
*
Sekali lagi! Kita ini telah ditipu asing dengan segala penghargaan-penghargaan yang mereka berikan. Setiap penghargaan itu ada pasti maunya. Ada udang dibalik batu. Bila negara kita kebanyakan hutang, jangan salah negara kita diibaratkan seperti sebuah keluarga yang memiliki hutang kepada rentenir. Dimana rentenir itu mengambil barang-barang yang ada di rumah keluarga terhutang tersebut. Kata rentenir itu, "Hari ini saya ambil radio kamu, besok saya ambil televisi kamu, lusa saya ambil sepeda motor kamu, esoknya lagi saya ambil mobil kamu, terakhir karena kamu tidak bisa bayar hutang rumah kamu saya ambil." Sama dengan negara kita, akhirnya kita membayar hutang luar negeri dengan menjual semua sumber alam kekayaan kita. Menjadi budak negara asing.
*
Dan yang jelas sebagai negara terhutang pasti ada komitmen-komitmen dan perjanjian-perjanjian tertulis yang mesti negara kita patuhi. Perjanjian yang menguntungkan pihak penghutang. Perjanjian yang akan menghabiskan semua sumber daya alam dan kekayaan Negara kita.
*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun