Dalam hal pelaksanaan akuntabilitas, terdapat 3 hal penting yang dapat dilakukan organisasi. Dalam hal pertanggungjawaban, OMS perlu mempertanggung jawabkan kegiatannya tidak saja pada Donor, namun juga internal, serta konstituennya yang dalam hal ini masyarakat. Sehingga 3 hal ini (upward, internal, downward) menjadi bagian penting yang harus dilakukan oleh OMS.
Sebelum sampai pada tingkatan akuntabilitas dalam organisasi, tetap dilakukan dan diawali dari personal dahulu. Seperti yang terdapat dalam gambar kurva terbalik di atas, bahwa akuntabilitas stakeholder tidak dapat dicapai tanpa hadirnya akuntabilitas organisasi. Akuntabilitas di dalam organisasi tidak dapat tercapai jika dalam kelompok, individu, maupun personal mampu menanggungjawabkan aktivitasnya.
Beberapa organisasi internasional turut merumuskan dimensi maupun prinsip dalam akuntabilitas. Organisasi seperti Accountability.org merumuskan AA 1000 Standars yang diupdate pada tahun 2018 yang berisikan 4 prinsip dalam akuntabilitas seperti inclusicivty, materiality, responsiveness, impact. Sedangkan di aras nasional, salah satu inisiatif  sudah dilakukan oleh LP3ES pada tahun 2003 dengan membangun asosiasi kode etik LSM dibeberapa provinsi. Desakan atas akuntabilitas LSM di daerah juga diinisiasi oleh KPMM di Sumbar. Selanjutnya berlanjut pula pada tahun 2005 melalui pembentukan kelompok kerja/Pokja akuntabilitas LSM yang mendorong akuntabilitas LSM dan penguatan posisi LSM. pada tahun 2015 konsiL LSM Indonesia mengeluarkan 4 dimensi akuntabilitas yang mencakup Transparansi, partisipasi, Evaluasi dan Complain mechanism. Selain itu terdapat pula 7 standar akuntabilitas dan 16 prinsip di dalam kode etik OMS.
Ke empat dimensi yaitu Transparansi, partisipasi, evaluasi, dan complaint mechanism ini dioperasionalkan melalui beberapa hal yang dapat dilihat dibawah ini :