Mohon tunggu...
Izza Ikromatus
Izza Ikromatus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S2 PAUD UNESA/Mahasiswa Berprestasi/Aktivis

merupakan seorang mahasiswa berprestasi yang telah meraih banyak penghargaan di berbagai cabang lomba, aktif mengikyuti organisasi internal maupun eksternal kampus. merupakan narasumber yang telah mengisi beberapa kegiatan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Melalui Pendekatan Reggio Emilia, Anak Usia Dini Siap Menyongsong Era Abad 21

3 Desember 2024   16:50 Diperbarui: 3 Desember 2024   16:55 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Good job Picture (Sumber: Pinterest)

Pendekatan pendidikan Reggio Emilia ada sejak Tahun 1920-1994, muncul setelah adanya perang dunia II di sekitar kota Reggio Emilia, Italia. Pendekatan ini dikembangkan oleh Loriz Mallaguzi yaitu seorang guru yang bekerja sama dengan kolaborator dan orangtua (Balfour, 2016). Pendekatan reggio emilia muncul karena kerinduan para orangtua dalam mendidik anaknya pasca adanya perang dunia II. Memilik filosofi dan keunikan tersendiri dari metode maupun pendekatan lainnya Sebagai dasar filosofinya, Malaguzzi berpendapat bahwa anak-anak dilahirkan dengan "seratus bahasa", kemampuan ekspresif yang harus didukung dan dikembangkan tanpa rasa takut oleh orang dewasa. Berdasarkan keyakinan ini, ia menolak untuk hanya berkonsentrasi pada proses pembelajaran anak-anak. Sebaliknya, tujuannya adalah untuk membangun hubungan non-hierarkis antara orang dewasa dan anak-anak. Malaguzzi, mengambil pelajaran dari Lev Vygotsky, John Dewey, dan Jean Piaget, juga mengatakan bahwa pendidikan terutama tentang menciptakan "kondisi" belajar. Kondisi ini melibatkan kerja sama dan tanggung jawab bersama dalam pengambilan keputusan dan pengembangan pengetahuan. Pendekatan reggio emilia berpotensi dalam mengembangkan kemampuan yang diharapkan pada abad ke-21 (Kaynak-Ekici et al., 2021).

Pendekatan Reggio Emilia berfokus untukmemberikan anak-anak kesempatan dalam membangun pengetahuan mereka melalui eksplorasi aktif dan permainan yang bermakna. Anak-anak diberi kesempatan untuk bermain secara bebas, mengeksplorasi ide-ide mereka, dan bekerja sama dengan sumber daya pembelajaran yang kaya. Hal ini berkaitan dengan Teori belajar Konstruktivisme yang dikemukakan oleh Jean Piaget yang dimana menekankan konstruksi pengetahuan melalui pengalaman langsung dan interaksi dengan lingkungan sekitar. Menurut Piaget, anak-anak belajar dengan cara bermain dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar mereka. Reggio Emilia dianggap sejalan dengan teori ini karena lingkungan dianggap dianggap sebagai guru ketiga yang memberi anak kesempatan untuk belajar dan berkembang melalui eksplorasi dan bermain (Ningsih & Mahyuddin, 2021).

Tidak hanya dengan teori Jean piaget, Reggio Emilia juga berkaitan dengan teori Vygotsky. Teori vygotsky mengemukakan mengenai teori sosial konstruktivisme yang menekankan pentingnya interkasi sosial dalam perkembangan kognitif anak. Menurut Vygotsky, anak-anak belajar secara maksimal melalui bermain bersama teman sebaya atau orang lain di sekitarnya. Dan dengan dukungan yang diberikan oleh orang dewasa maupun teman sebaya. Hal ini dikatakan berkaitan dengan pendekatan Reggio Emilia karena, Reggio Emilia menekankan interaksi antara anak-anak. orangtua, dan guru (Gantt, 2021). Permainannya sering dilakukan pada konteks kolaboratif, dimana anak-anak dapat belajar berbagi, kerjasama, dan berkomunikasi. Keterlibatan orangtua adalah komunal, bukan individual, demi pembelajaran anak. Orang tua dengan pendekatan ini tidak meminta sekolah dan guru memenuhi harapan mereka. Sebaliknya, oramgtua bekerja sama dengan sekolah untuk mendidik anak mereka. Selain itu, terjadi komunikasi yang baik dengan orangtua, anak, dan guru. Orangtua bertindak sebagai rekan pendidik dan anggota kelompok yang bertumbuh bersama orang tua lain saat mengasuh anak. Dalam Pendekatan Reggio Emilia, orangtua bertindak sebagai rekan guru dan anak dalam proses pembelajaran. Orangtua dianggap sebagai sosok yang dapat berbagi ide dan membandingkan perspektif, saling tumbuh bersama anak, dan mendukung anak dalam menyediakan sumber daya. Penyediaan materi dan kesempatan untuk mengeksplorasi adalah salah satu cara untuk mengembangkan kreativitas anak, jadi hal ini penting untuk perkembangan kreativitas anak. Pada pendekatan Reggio Emilia dirancang untuk mendorong interaksi sosial yang memperkaya pembelajaran anak-anak melalui permainan (Arseven, 2014).

Menurut pendekatan Reggio Emilia, anak memiliki banyak hak, salah satunya adalah hak untuk menjadi kreatif. Anak dianggap sebagai makhluk yang mempelajari dunia melalui interaksi dengan lingkungannya. Konsep ini menunjukkan bahwa filosofi Pendekatan Reggio Emilia sesuai dengan konsep kolaborasi.

Mendengarkan anak adalah cara terbaik untuk menghormatinya sebagai individu, menurut teori komunikasi. Pendekatan Reggio Emilia menekankan bahwa anak-anak layak untuk didengarkan karena mereka terlahir dengan 100 bahasa yang perlu diucapkan dan didengarkan. Pendekatan Reggio Emilia melihat anak sebagai komunikator yang dapat berkomunikasi melalui berbagai media, seperti tulisan, gambar, bermain, menari, berbicara, dan menggunakan simbol. Anak-anak dihargai karena dianggap sebagai "warga negara" yang asli. 

Jika kita telusuri antara pendekatan Reggio Emilia dengan pandangan anak menurut Ki Hajar dewantara, bahwa anak terlahir bukan seperti wadah kosong, dan memrlukan bantuan lingkungan sekitar untuk bertumbuh. Namun, gagasan bahwa bukanlah wadah kosong ini sangat menarik untuk dipelajari lebih lanjut. Pendekatan Reggio Emilia melihat bahwa setiap anak memiliki potensi yang luar biasa. Oleh karena itu, anak membutuhkan lingkungan yang membantunya mengembangkan potensi tersebut. Namun, menurut Ki Hajar Dewantara, setiap anak dilahirkan dengan potensi yang sama sekali positif dan negatif. Oleh karena itu, anak membutuhkan lingkungan yang membantunya melihat hal-hal baik dan mengaburkan hal-hal buruk. Gambaran anak ini sangat penting untuk pendidikan karena merupakan asumsi fundamental yang memengaruhi perspektif. Tentu saja asumsi dasar ini juga menentukan elemen apa saja yang ada dalam sebuah pendekatan. Ini termasuk metode yang digunakan, model relasi yang digunakan, materi dan materi apa yang akan diberikan untuk evaluasi pembelajaran. Di seluruh program anak usia dini yang terinspirasi dari Reggio Emilia, guru harus mendukung siswa. Guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran dan peneliti bersama anak-anak. Dengan dukungan ini, anak-anak dengan berbagai keterampilan dapat berpartisipasi dalam proyek yang diprakarsai oleh anak-anak (Hong et al., 2017).

Loris Malaguzzi banyak dipengaruhi oleh teori John Dewey, Piaget, Vygotsky, dan Bruner tentang cara anak mengumpulkan pengetahuan, dan dia juga terinspirasi oleh Montessori tentang kebebasan anak saat belajar. Ki Hajar Dewantara terinspirasi oleh Montessori dalam hal kemerdekaan anak dan eksplorasi sensori, serta Frobel dalam hal bermain. Ki Hajar mengatakan bahwa kodrat anak adalah bermain sepanjang hari, dan permainan membantu mereka belajar. Ki Hajar Dewantara adalah guru yang tegas. Meskipun terinspirasi oleh kedua tokoh pendidikan yang hebat ini, Ki Hajar mengatakan bahwa meskipun pendidikan Montessori memberikan kebebasan dan mengasah panca indera, ia lebih menekankan eksperimen dan lebih mirip dengan permainan.

Namun, Frobel memasukkan elemen permainan ke dalam aktivitasnya. Ki Hajar mengatakan bahwa permainan tradisional di Indonesia sudah ada, seperti dakon dan cublak-cublak suweng, yang mengasah indera, permainan, dan keterampilan sekaligus. Karena itu, tidak perlu mengadopsi metode pendidikan luar secara penuh, tetapi sebaliknya harus disesuaikan dengan konteks masyarakat dan budaya lokal. Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa ketika anak-anak memahami kodratnya dan mengidentifikasi dirinya sebagai bangsa Indonesia, inilah yang akan memerdekakannya. Dengan demikian, ada perbedaan antara ide-ide merdeka dari Ki Hajar Dewantara, Montessori, dan Loris Malaguzzi. Karena kemerdekaan, menurut Ki Hajar Dewantara, adalah nasionalisme, dan kemerdekaan, menurut konsep Montessori, adalah kemerdekaan untuk belajar, dan kemerdekaan, menurut Loris Malaguzzi, adalah hak sebagai warga negara.

Pada abad ke-21 ini, setiap manusia termasuk anak usia dini menghadapi tantangan globalisasi. pembelajaran yang dapat mempersiapkan anak untuk memiliki kemampuan abad ke-21 adalah pendekatan yang berorientasi pada anak. Pendekatan Reggio Emilia adalah salah pendekatan yang berorientasi pada anak. Pendekatan ini menggunakan pembelajaran berbasis proyek dan menggunakan material terbuka yang telah teruji dapat mengembangkan kemampuan abad ke-21. Secara keseluruhan, Reggio Emilia memberikan pendekatan yang sangat relevan untuk pendidikan anak usia dini di abad 21. Dengan menekankan kreativitas, kolaborasi, pemecahan masalah, dan pengembangan sosial-emosional, pendekatan ini mempersiapkan anak-anak untuk menghadapi dunia yang penuh tantangan dan perubahan.

DAFTAR PUSTAKA

Arseven, A. (2014). The Reggio Emilia approach and curriculum development process. International Journal of Academic Research, 6(1), 166--171. https://doi.org/10.7813/2075-4124.2014/6-1/b.23

Gantt, B. H. (2021). Perceptions of the Reggio Emilia Approach to Early Childhood Perceptions of the Reggio Emilia Approach to Early Childhood Education Education. 1--176. https://search.proquest.com/openview/f970712cef3b00086d03cde2e62128e6/1?pq-origsite=gscholar&cbl=18750&diss=y

Hong, S. B., Shaffer, L. S., & Han, J. (2017). Reggio Emilia Inspired Learning Groups: Relationships, Communication, Cognition, and Play. Early Childhood Education Journal, 45(5), 629--639. https://doi.org/10.1007/s10643-016-0811-0

Kaynak-Ekici, K. B., mir, H. M., & Temel, Z. F. (2021). Learning invitations in Reggio Emilia approach: A case study. Education 3-13, 49(6), 703--715. https://doi.org/10.1080/03004279.2020.1775272

Ningsih, S. Y., & Mahyuddin, N. (2021). Desain E-Module Tematik Berbasis Kesantunan Berbahasa Anak Usia Dini di Taman Kanak-Kanak. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(1), 137--149. https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i1.1217

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun