Mohon tunggu...
Gilang Nanda Dwiputra
Gilang Nanda Dwiputra Mohon Tunggu... Lainnya - Everything will be OK//

Say Alhamdulillah

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengenal Konflik dan Cara Menyelesaikannya dengan Negosiasi

23 Oktober 2021   10:10 Diperbarui: 18 November 2021   07:40 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada dasarnya, setiap individu tentu memiliki karakteristik atau sifat yang berbeda-beda antara individu satu dengan yang lainnya. Nah, perbedaan inilah yang terkadang menimbulkan gesekan-gesekan pada setiap aspek kehidupan. Hal tersebut yang memunculkan istilah manusia tidak luput dari masalah, atau biasa kita kenal dengan konflik. Perbedaan ciri-ciri atau pandangan yang dibawa oleh individu ke dalam suatu interaksi sosial umumnya menjadi latar belakang terjadinya konflik.

Selain itu, terdapat banyak pandangan yang mengemukakan bahwa kemajuan yang dapat kita saksikan hingga saat ini adalah hasil dari perbedaan pendapat yang terjadi diantara berbagai pihak. Disatu sisi, perbedaan pendapat tersebut akan memancing terjadinya konflik. Akan tetapi, disisi lain perbedaan pendapat justru dapat menghasilkan solusi terbaik bagi suatu permasalahan.

Konflik 

Source : Pixabay
Source : Pixabay

Secara estimologis, konflik berasal dari kata kerja Latin yaitu “con” yang berarti bersama dan “fligere” yang memiliki arti bertabrakan atau benturan. Menurut Wikipedia, konflik merupakan suatu peristiwa atau fenomena sosial di mana terjadi pertentangan atau pertikaian baik antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, maupun kelompok dengan pemerintah.

Kemudian ada pengertian konflik menurut beberapa ahli, diantaranya yaitu :

  • Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi adalah hubungan dan ketergantungan antara dua pihak atau lebih yang saling berinteraksi, akan tetapi terpisahkan karena perbedaan tujuan.
  • Menurut Pace & Faules (1994:249), Konflik merupakan ekspresi dari pertikaian antara seorang individu dengan individu yang lain, atau suatu kelompok dengan kelompok yang lain dikarenakan beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami.
  • Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.

Kategori Konflik

Nah, setelah mengetahui pengertian-pengertian konflik diatas, mari kita lihat lebih dalam lagi tentang konflik. Konflik itu sendiri dapat dikategorikan menjadi 2 macam, yaitu Konflik Fungsional dan Konflik Disfungsional.

  • Konflik Fungsional adalah konflik yang memiliki arahan dan acuan untuk meningkatkan kinerja kelompok serta mendukung tujuan yang telah ditetapkan, sedangkan ;
  • Konflik Disfungsional adalah konflik yang menghalangi atau mengganggu pencapaian tujuan serta kinerja kelompok secara spesifik.

Proses Terjadinya Konflik

Setelah itu, kita masuk tentang bagaimana proses terjadinya konflik. Menurut Robbins & Judge (2013), proses konflik terdiri dari lima tahapan, yaitu potensi pertentangan atau ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, Intention (maksud), perilaku, dan hasil.

Tahap pertama ini yaitu adanya kemunculan kondisi-kondisi yang menimbulkan pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak secara langsung mengarah pada terjadinya konflik, akan tetapi salah satu dari kondisi tersebut diperlukan jika konflik hendak muncul. Nah, kondisi-kondisi yang menjadi sumber konflik tersebut dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.

Komunikasi adalah salah satu kondisi yang dapat menjadi sumber konflik. Komunikasi yang tidak baik atau buruk adalah faktor yang mempengaruhinya. Selain itu, masalah yang terjadi dalam komunikasi dapat memicu kesalahpahaman dan mencegah terjadinya kolaborasi atau kerja sama.

Struktur juga dapat memicu terjadinya konflik. Struktur dalam hal ini, meliputi seperti kecocokan anggota, gaya kepemimpinan, tujuan organisasi, kejelasan peraturan, dan derajat ketergantungan antar kelompok.

Variabel pibadi juga dapat menjadi fase awal konflik. Contohnya seperti karakter pribadi yang ada pada diri seseorang, perbedaan individual, serta perangainya terhadap orang lain dapat menjadi titik awal dari konflik.

  • Kognisi dan Personalisasi

Kognisi dan Personalisasi merupakan pandangan atau persepsi dari masing-masing pihak, baik invidu maupun kelompok terhadap konflik yang sedang dihadapi. Kognisi dan personalisasi disini adalah tahap dimana terjadi penemuan isu-isu konflik dan penentuan solusi bagi penyelesaian konflik.

  • Intention (maksud)

Intention adalah bentuk tindakan atas suatu keputusan dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Maksud dari pihak yang terlibat konflik ini akan tersampaikan dalam bentuk perilaku, meskipun sebenarnya tidak selalu konsisten.

  • Perilaku

Perilaku disini meliputi reaksi dan tindakan yang dibuat dengan tujuan ancaman dan ultimatum, mengancurkan pihak lain, serangan verbal yang tegas, dan lain-lain.

  • Hasil

Hasil merupakan bentuk aksi reaksi antara pihak yang sedang berkonflik dan menghasikan konsekuensi. Hasil dapat dibagi menjadi dua sifat, yaitu hasil fungsional dan hasil disfungsional. Hasil fungsional adalah hasil yang mengarah pada perbaikan kinerja kelompok, sementara hasil disfungsional adalah hasil yang menjadi hambatan bagi kinerja kelompok.

Bagaimana Cara Konflik bisa diselesaikan?

Negosiasi

Source : Pixabay
Source : Pixabay

Banyak kelompok atau pihak-pihak menggunakan jalan negosiasi untuk menyelesaikan konflik. Negosiasi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pihak yang terlibat konflik dengan tujuan mencari solusi atas permasalahan yang terjadi sesuai dengan kesepakatan bersama. Strategi negosiasi terbagi menjadi dua, yaitu strategi Menang-Kalah (Win-Lose) atau biasa dikenal strategi Distributif dan strategi Menang-Menang (Win-Win) atau biasa dikenal dengan strategi Integratif.

Dari segi perilaku yang ada didalam organisasi, negosiasi dengan strategi Integratif cenderung lebih disenangi daripada strategi Distributif. Negosiasi Integratif lebih mengikat para pihak yang terlibat konflik dan memungkinkan pihak-pihak tersebut meninggalkan perundingan dengan perasaan mendapatkan keuntungan atau kemenangan. Sedangkan disisi lain, negosiasi Distributif akan meninggalkan salah satu pihak sebagai pihak yang kalah.

Dari penjelasan-penjelasan diatas, dapat kita lihat bahwasanya konflik yang terjadi didalam suatu organisasi harus mendapatkan penanganan segera dan dilakukan dengan tepat, tujuannya agar konflik tersebut tidak berlarut-larut dan menimbulkan substansi konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya konflik berlebih saat perbedaan pendapat, diperlukan adanya kemampuan untuk bernegosiasi bagi para pihak yang terlibat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun