Pendidikan merupakan suatu kebutuhan bagi seseorang. Pendidikan merupakan hak bagi seluruh warga negara di Indonesia, tidak ada pembedaan mana anak yang berhak mendapatkan pendidikan ataupun yang tidak berhak. Hal tersebut mengacu pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi "setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan." Dimana artinya siapapun dan apapun kekurangan dan kelebihannya, jika anak tersebut merupakan warga negara, maka ia berhak untuk mendapatkan pendidikan. Begitupula dengan anak berkebutuhan khusus. Mereka juga berhak mendapatkan pendidikan dan fasilitas yang baik sesuai dengan kebutuhannya.
Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang mengalami perbedaan dari tipikal anak normal lainnya. Terdapat kelainan dalam proses tumbuh kembangnya, seperti kelainan fisik, mental, sosial, dan emosional. Anak berkebutuhan khusus memiliki ciri yang berbeda antara satu anak dengan anak lainnya sesuai dengan jenis penyakit yang diderita anak tersebut. Anak berkebutuhan khusus juga memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Salah satu jenis kelainan pada anak berkebutuhan khusus yaitu autisme. Autisme adalah cara berpikir yang didominasi oleh keinginan pribadi atau diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan ide dan harapan sendiri, dan menolak kenyataan, memilili perhatian yang intens dengan pikiran dan imajinasi sendiri.Â
Autisme juga dapat diartikan sebagai kecenderungan anak untuk menyendiri karena asyik dengan dunianya sendiri. Dengan kata lain, anak asyik dengan urusannya sendiri daripada bergaul dengan orang lain. Autisme dapat terjadi karena adanya kelainan perkembangan otak yang menyebabkan gangguan dalam interaksi sosial, gangguan fokus, hingga gangguan kemampuan bahasa dan komunikasi.
Gejala autisme pada anak sebenarnya sudah muncul pada anak sebelum berusia 3 tahun, misalnya saat dipanggil anak tidak memberikan respon, melakukan gerakan yang berulang, menghindari bertatapan dengan orang lain, dan sering mengulang kata yang sama. Selain itu, terdapat beberapa gejala lainnya yang muncul saat anak sudah lebih besar seperti: 1) Kesulitan mengungkapkan perasaan dan emosi; 2) Kesulitan memahami apa yang orang lain katakan, pikirkan, dan rasakan; 3) Memiliki minat yang kuat terhadap suatu kegiatan sehingga tampak obsesif dan melakukan suatu perilaku secara berulang;
4) Menyukai kebiasaan yang terstruktur dan konsisten; 5) Kesulitan dalam menjalin pertemanan dan lebih suka menyendiri; dan 6) Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban yang tidak tepat. Alih-alih menjawab, mereka lebih sering mengulang apa yang dikatakan orang lain (hellosehat.com). Oleh karena itu, anak autis memerlukan layanan khusus agar dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan sekolah. Layanan khusus ini bisa berupa pemberian bimbingan dan konseling yang mana bertujuan untuk penciptaan situasi positif dari kekurangan atau penyakit yang diderita oleh anak.Â
Hal ini dimaksudkan agar melalui layanan bimbingan dan konseling, anak autis tidak teralihkan oleh gangguan yang dideritanya,tetapi akan ada upaya optimal untuk mewujudkan potensi yang masih tersisa bagi anak autis.
Menurut Shertzer & Stone tujuan bimbingan konseling diantaranya: a) Mengubah perilaku siswa sehingga hidupnya lebih produktif dan memuaskan. b) Memelihara dan meningkatkan kesehatan mental siswa. c) Menyelesaikan masalah. d) Meningkatkan keefektifan pribadi dan. e) Mendorong orang untuk membuat keputusan penting bagi diri siswa sendiri. Dengan demikian, adanya bimbingan dan konseling akan memberikan bantuan kepada anak autis agar perilaku impulsif mereka berkurang, dapat memecahkan masalahnya, mencapai efektivitas pribadi, membuat keputusan untuk diri mereka sendiri, menumbuhkan kepercayaan diri, dan mengurangi gangguan perkembangan remaja.
Salah satu layanan konseling yang dapat digunakan untuk anak autis yaitu dengan menggunakan metode ABA (Applied Behaviour Analysis). Pendekatan konseling dengan metode ABA merupakan program terapi terstruktur untuk memahami dan mengubah perilaku dengan mengajarkan keterampilan baru. Menurut Andipurnama (2015) metode ABA ini dapat membantu anak autis untuk memahami dan mengikuti perintah verbal, menanggapi perkataan orang lain, mendeskripsikan suatu barang, meniru ucapan dan tindakan orang lain, serta belajar membaca dan menulis. Dikutip dari hellosehat.com metode ABA ini memiliki beberapa tujuan, yakni:
1) Meningkatkan kemampuan merawat diri sendiri.
2) Menumbuhkan keterampilan bermain dan bersosialisasi.
3) Membantu anak-anak belajar mengatur tingkah laku mereka sendiri.
4) Meningkatkan kemampuan bahasa dan komunikasi anak.
5) Meningkatkan perhatian, fokus, ingatan, dan kinerja akademik.
6) Mengurangi perilaku negatif, seperti kurang perhatian, agresi, dan anak yang sering berteriak.
Dengan adanya layanan konseling ini, secara perlahan anak autisme dapat beradaptasi dengan lingkungannya tanpa mengalami hambatan. Oleh karena itu, bimbingan dan konseling khususnya pada layanan konseling sangat berperan penting bagi anak autisme.
Daftar Referensi:
Agriani, E. (2018). Peranan Guru BK Bagi Siswa Autisme Di SMP Negeri 2 Bukittinggi. (Skripsi, IAIN Bukittinggi).
Jannati, A. (2018). Bimbingan Anak Autis Dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Dalam Bersosialisasi Di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi Kemiling Bandar Lampung. (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).
https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/gangguan-perkembangan/autisme-adalah-autis/
https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/gangguan-perkembangan/terapi-autisme-aba/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H