Mohon tunggu...
Vinka Sisriyani Oktaviola
Vinka Sisriyani Oktaviola Mohon Tunggu... Mahasiswa - Urban and Regional Planning Student

Semoga tulisan saya dapat memberikan manfaat untuk seluruh pembacanya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Skema Pembiayaan Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Republik Indonesia guna Meringankan Beban APBN

12 Juni 2022   08:30 Diperbarui: 12 Juni 2022   08:40 941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desain Ibu Kota Negara Nusantata. Foto oleh muria news.com

Ide pemindahan IKN pertama kali dicetuskan oleh Presiden Soekarno tanggal 17 Juli 1957. Presiden Soekarno memilih Palangkaraya sebagai IKN dengan alasan Palangkaraya berada di tengah kepulauan Indonesia dan wilayahnya luas. Namun, ide Presiden Soekarno tersebut tidak berhasil diwujudkan. Kemudian, pada masa Orde Baru, tahun 1990-an, muncul wacana kembali terkait pemindahan IKN ke Jonggol. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, wacana pemindahan IKN muncul kembali karena kemacetan dan banjir yang melanda Jakarta. Kemudian, pemindahan IKN baru serius dilaksanakan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 29 April 2019, Presiden Jokowi memutuskan untuk memindahkan IKN keluar pulau Jawa dan dicantumkan dalam RPJMN 2020-2024. Pemerintah akan memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke kota baru bernama Nusantara yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Adapun beberapa urgensi yang mendorong Presiden Jokowi bergerak cepat untuk memindahkan IKN yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan merata termasuk di Kawasan Timur Indonesia karena selama ini masih terdapat ketidakmerataan pembangunan dan kesejahteraan. Kemudian, kondisi objektif Jakarta yang sudah tidak cocok lagi sebagai IKN. Hal ini bisa dilihat dari "beban" yang harus ditanggung Jakarta antara lain tingkat kepadatan penduduknya yang sangat padat hingga menyebabkan kemacetan Jakarta menjadi nomor 46 dari 404 kota di 58 negara tahun 2021 (TomTom Traffic Index, 2021). Kemudian, permasalahan lingkungan dan geologi yang telah akut antara lain bencana banjir yang setiap tahun melanda Jakarta dan terjadinya penurunan tanah yang mengakibatkan sebagian wilayah Jakarta berada di bawah permukaan laut.

Oleh karena itu, ditetapkan rencana Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN). Hal ini dilakukan sebagai salah satu strategi dalam merealisasikan target pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan merata sesuai dengan Visi Indonesia 2045 yaitu Indonesia Maju, ekonomi Indonesia akan masuk 5 besar dunia pada tahun 2045. Pemindahan Ibu Kota Negara dari Pulau Jawa ke Pulau Kalimantan menjadi salah satu upaya untuk mendorong pemerataan wilayah sehingga dapat mengurangi kesenjangan antara Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Kawasan Barat Indonesia (KBI), khususnya antara Wilayah Jawa dan luar Wilayah Jawa.

Indikasi nominal kebutuhan pendanaan IKN yang tercantum dalam RPJMN 2020-2024 sebesar Rp466 triliun yang dibagi menjadi 3 (tiga) indikasi pendanaan, yaitu: APBN sebesar Rp90,4 triliun, Badan Usaha/Swasta sebesar Rp123,2 triliun, dan KPBU sebesar Rp252,5 triliun. Namun, perlu menjadi catatan bahwa angka yang tercantum dalam RPJMN 2020-2024 ini masih bersifat indikasi, seiring dengan perkembangan pembahasan perencanaan pembangunan IKN yang dilakukan oleh Bappenas dan kementerian sektor, angka kebutuhan pendanaan dan indikasi skema pendanaan tersebut masih ada kemungkinan untuk berubah. Pemerintah Republik Indonesia pada bulan April tahun 2022 melalui Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa dalam pembangunan IKN pemerintah menggunakan 6 skema pembiayaan pembangunan antara lain melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Swasta, Pendanaan Internasional atau Investor Asing, serta Creative Financing.(www.cnnindonesia.com, 2022) Namun, skema-skema pembiayaan tersebut terancam mengalami kendala yang serius karena adanya pandemi Covid-19 yang menyebabkan perekonomian Indonesia bahkan dunia mengalami penurunan. 

Lalu, sudah tepatkah keenam skema pembiayaan tersebut ? Apakah yang harus dilakukan dalam mengatasi kendala yang ada ?

Skema pembiayaan pertama yang menjadi pembiayaan utama dalam pembangunan fisik IKN yaitu Skema APBN. Dimana pada 2 (dua) tahun pertama, pemerintah membangun IKN dengan dana yang bersumber dari APBN. Dalam pelaksanaan skema ini pemerintah akan mengalami kendala karena sedang berada di tengah pengeluaran besar untuk pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Hal ini diperparah karena pada RAPBN Tahun 2021 tidak ada pengalokasian dana untuk pembangunan IKN, sehingga perlu adanya penyesuaian terhadap skema ini kedepannya agar alokasi program-program prioritas dalam APBN tidak dikorbankan karena dialihkan untuk pemindahan IKN.

Skema pembiayaan kedua yang digunakan dalam pemindahan IKN adalah Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Skema KPBU ini merupakan alternatif pendanaan bagi penyediaan infrastruktur untuk meningkatkan belanja modal dengan kerja sama antara publik dan sektor privat. Dalam pembangunan IKN, skema KPBU ini menjadi salah satu skema pembiayaan yang diprioritaskan. Namun, terdapat beberapa kendala pada penggunaan skema KPBU untuk pembangunan IKN antara lain arus investasi di Indonesia mengalami gangguan setelah adanya pandemi Covid-19, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memprediksi Indonesia akan kehilangan nilai investasi sebesar 127 triliun rupiah akibat adanya Pandemi COVID-19 sehingga penyerapan sumber KPBU baik dari pihak swasta dalam negeri ataupun luar negeri dapat terganggu, kemudian fakta menunjukkan bahwa Indonesia masih belum mampu melaksanakan KPBU dengan baik karena dalam proses pembangunan infrastruktur koordinasi antara pemerintah dan pemangku kepentingan masih kurang baik dan masih ketatnya likuiditas yang diatur oleh BI (Bank Indonesia) sehingga menghambat minat pembiayaan swasta. Oleh karena itu, perlunya pengkajian dan koordinasi dengan Bank Indonesia dalam kebijakan likuiditas dan perlunya peningkatan sumber daya manusia pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta yang terlibat dalam KPBU sehingga pelaksanaan KPBU dapat berjalan dengan baik.

Skema pembiayaan ketiga, yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pembiayaan BUMN dalam IKN berperan dalam peningkatan bandara dan Pelabuhan. Pemerintah juga saat ini tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kewenangan Khusus Otoritas Ibu Kota Negara (IKN). Tertuang di dalam RPP diatur mengenai pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Khusus Ibu Kota Nusantara (IKN). BUMN Khusus IKN dibentuk untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi mengenai kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan IKN, serta penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus IKN, pengembangan IKN dan daerah mitra. Kemudian, adapun alternatif pembiayaan yaitu melalui Bank Himpunan Bank Usaha Milik Negara (BUMN) Holding karena dalam mengakomodasi permasalahan financial gap pembangunan IKN Nusantara diperlukan peran agent of development dari Bank BUMN. Dari sisi finansial, manfaat Bank BUMN Holding ini bagi perusahaan induk akan memiliki kemampuan untuk mengevaluasi dan memilih portfolio bisnis terbaik untuk mencapai efektivitas investasi yang ditanamkan, optimalisasi alokasi sumber daya yang dimiliki, serta manajemen dan perencanaan pajak yang lebih baik. Sementara itu, dari sisi non finansialnya, dengan Bank BUMN Holding memungkinkan perusahaan untuk membangun, mengendalikan, mengelola, mengkonsolidasikan serta mengkoordinasikan aktivitas dalam lingkungan yang aneka bisnis bentuknya.

Skema pembiayaan keempat, yaitu pembiayaan swasta, skema ini berprinsip pembiayaan infrastruktur dilakukan sepenuhnya oleh swasta, model pembiayaan swasta yang dilakukan adalah investasi langsung sehingga minat swasta dalam berinvestasi dalam pembangunan IKN akan lebih tinggi. Untuk melakukan skema ini kemungkinan juga akan mengalami kendala karena pihak swasta diminta untuk mengeluarkan investasi besar diawal mengingat masih belum banyak terbangunnya infrastruktur dasar di Kawasan IKN. Selain itu, banyak perusahaan yang terdampak akibat adanya Pandemi COVID-19 sehingga perusahaan/swasta akan berfokus pada pemulihan keuangan dan investasi jangka pendek untuk mendukung pemulihan keuangan sedangkan berinvestasi pada Pembangunan IKN merupakan investasi jangka panjang yang membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, pemerintah harus berfokus pada pembuatan aturan teknis dalam pelaksanaan Skema Swasta yang meliputi, persyaratan jenis/pihak swasta yang boleh terlibat dalam pembiayaan, jenis infrastruktur yang boleh dibiayai oleh swasta berdasarkan konsep barang publik dan non publik, kepastian produk hukum untuk menjamin keberlanjutan investasi pihak swasta dan pengawasan dari pemerintah.

Skema pembiayaan kelima, yaitu Pendanaan International atau Investor Asing. Dukungan pendanaan/pembiayaan internasional merupakan skema untuk mewadahi pemberian dana antara lain dari bilateral/lembaga multilateral yang hendak berpartisipasi dalam pengembangan IKN yang hijau dan cerdas yang dapat melalui hibah dan/atau pemberian dana talangan. Semula pemerintah dengan gencarnya mengundang para investor asing untuk berinvestasi di IKN. Dalam realisasinya, justru terdapat investor asing besar seperti perusahaan modal ventura asal Jepang yaitu Softbank yang mengundurkan diri untuk menjadi salah satu sumber pendanaan bagi pembangunan IKN. Namun meskipun demikian, pemerintah sepertinya sudah mempersiapkan "kartu truf" jauh-jauh hari yang dapat digunakan kapanpun untuk merealisasikan sumber pendanaan bagi pembangunan IKN yaitu melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara.

Skema pembiayaan keenam yaitu creative financing, dimana disebutkan bahwa salah satu bentuknya adalah crowdfunding. Istilah crowdfunding lebih umum dikenal dengan istilah urun dana. Dalam praktiknya, urun dana lebih umum dikenal pada dunia filantropis atau sebagai bentuk upaya "gotong royong" masyarakat untuk membantu masyarakat lainnya yang lebih membutuhkan. Alternatif urun-dana ini adalah kesempatan dan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dan mempunyai rasa memiliki di IKN. Pendanaan dari urun-dana bisa dialokasikan untuk jenis-jenis fasilitas umum dan fasilitas sosial tertentu dengan skala tertentu. Namun, apabila kemudian skema urun dana masyarakat coba kita hubungkan dengan pembangunan IKN, tentu ini bukan bentuk "gotong royong" yang tepat untuk dibebankan kepada masyarakat alih-alih sebagai bentuk partisipasi publik. Hal ini dianggap tindakan mengalihkan sebagian tanggung jawab Pemerintah kepada masyarakatnya sendiri. Kemudian, skema urun dana sebagai model creative financing justru menunjukkan bahwa pemerintah tidak secara optimal memanfaatkan pendanaan yang bersifat eksternal sebagaimana yang digadang-gadang selama ini. Selain itu, model creative financing sendiri perlu digaris bawahi adalah model pembiayaan kreatif yang umumnya ditujukan pada badan usaha ataupun pihak ketiga yang memiliki kesepahaman dengan pemerintah. Pemerintah sudah sepatutnya mengkaji kembali kompleksitas dari ambiguitas skema urun dana masyarakat untuk pembangunan IKN.

Dari penjelasan diatas, penulis berupaya untuk memberikan gagasan saran bahwa skema pembiayaan pembangunan IKN sebaiknya diutamakan pada peningkatan peran para investor, swasta, BUMN dan skema KPBU agar tidak terus menerus menambah beban APBN. APBN cukup difokuskan pada pembangunan infrastruktur dasar beserta penjaminan saja. Hal ini dikarenakan semenjak pandemi, APBN mengalami penurunan drastis dan rentan mengalami defisit. Dalam kondisi saat ini, APBN difokuskan pada pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Sehingga akan lebih baik apabila memprioritaskan skema pembiayaan lainnya.

Dari segi keseluruhan pemerintah masih perlu melakukan kajian studi kelayakan mengenai pembiayaan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN). Hal ini bertujuan untuk mendapatkan strategi-strategi pembiayaan pembangunan yang tepat untuk Ibu Kota Negara (IKN) pasca terjadinya Pandemi COVID-19. Selanjutnya dalam hal Skema pembiayaan,  pemerintah sudah sepatutnya mengkaji kembali kompleksitas teknis pelaksanaan dari masing-masing skema pembiayaan. Masih banyak perbaikan yang perlu dilakukan dalam menunjang keberhasilan penggunaan 6 (Enam) skema pembiayaan sesuai penjelasan diatas. Hal ini diharapkan dapat memberikan kepastian kepada pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembiayaan pembangunan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun