Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ancaman Oligarki Korupsi di Tahun Politik

24 Oktober 2023   12:29 Diperbarui: 27 Oktober 2023   22:19 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat datang tahun politik. Makin banyak tokoh tampil di panggung. Mereka menebar senyum walau auratnya tersibak. Dengan argumentasi terstruktur, mereka meyakinkan kita semua bahwa ini normal. Tidak ada yang salah.

"Kalau dinastinya Pak Jokowi ingin berbakti untuk rakyat kenapa? Salahnya apa? Jadi berpikir yang baik lah. Berpikir positif ya," kata Prabowo di Jakarta, Senin, 23 Oktober 2023.

Prabowo ingin kita semua memaklumi sesuatu yang tidak etis. Pernyataan seperti ini makin jamak terdengar menjelang pesta demokrasi. Misalnya, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dengan tegas membantah adanya konflik kepentingan dalam putusan batas usia minimal capres dan cawapres.

Dari kacamata awam saja, hal itu sulit diterima secara etis. Bisa jadi, mereka makin percaya diri karena kita permisif saat Anwar Usman masih bercokol di MK. Walau saat itu jelas dia punya hubungan keluarga dengan Presiden Jokowi. Percaya diri itu makin besar saat dia didapuk jadi ketua MK.

Bagi Budiman Tanuredjo, Wakil Pimpinan Umum Kompas, saat ini Indonesia masuk dalam suasana tintrim. Suasana kebatinan yang di dalamnya ada rasa cemas, jengkel, namun sekaligus masih ada harapan. "Apakah betul etika Indonesia saat ini dalam tantangan?" tanyanya saat membuka Gagas RI Edisi 5 di Jakarta, 23 Oktober 2023.

Gagas RI adalah udar gagasan dari para pemilik gagasan untuk Indonesia emas, Indonesia yang dicita-citakan. Inilah panggung yang juga memrepresentasikan pemikiran pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama dan PK Ojong. Mereka selalu memberikan perhatian tentang keindonesiaan.

R.P. Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno SJ menilai, secara etis ada 3 tantangan besar yang dihadapi Indonesia. Pertama, demokrasi kita terancam oleh oligarki korupsi. Kedua, populisme yang mengarah pada polarisasi. Ketiga, akibat dari dua tantangan sebelumnya adalah perpecahan vertikal. "Ada kesan Indonesia hanya milik segelintir orang di atas "Dapat apa dari Pancasila kalau kami masih miskin dan kelaparan," ungkap Romo Magnis, begitu dia disapa, sebagai narasumber Gagas RI Edisi 5.

Secara sederhana oligarki adalah struktur pemerintahan yang dikendalikan oleh segelintir orang. Tujuannya jelas, supaya kebijakan yang keluar dari pemerintah berpihak pada mereka. Tidak peduli siapa yang memimpin negara, karena merekalah yang pegang kendali.

Seperti telah disebut di atas, narasi melawan oligarki makin membahana di tahun politik. Gaung itu makin kencang karena para elit sudah tak punya malu lagi. Romo Magnis beberapa kali menegaskan bahwa oligarki harus dihentikan. Karena bisa mengancam demokrasi yang telah kita perjuangkan sejak reformasi.

Ancaman makin serius karena oligarki tegak lurus dengan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal ini terjadi karena oligarki mendahulukan kepentingan pribadi dan kelompok daripada rakyat. Oligarki menjadi akar bobroknya penegakan hukum, etika politik dan kehidupan sosial ekonomi.  

Kekhawatiran Romo Magnis bukan isapan jempol belaka. Berdasarkan data Komisi Anti Korupsi (KPK) terdapat 911 pejabat negara/pegawai swasta melakukan tindak pidana korupsi sepanjang 2004-September 2018. Selain itu, empat korporasi juga telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.

Dari data tersebut, pelaku tindak pidana korupsi terbanyak merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Jumlahnya ada 229 orang. Sementara pelaku korupsi terbanyak kedua adalah pihak swasta. Jumlahnya mencapai 214 orang. Antara yang memberi dan menerima suap jumlahnya "imbang."

Di awal tahun 2023, pemerintahan Presiden Jokowi harus menerima pil pahit. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia terjun bebas. Yang sebelumnya di skor 38, menjadi skor 34. Atau berada di peringkat 110 dari 180 negara.

Indonesia Corruption Watch memberi catatan menarik. Menurunnya IPK Indonesia merupakan kali kedua dimasa Pemerintahan Jokowi. Tahun 2020 IPK kita merosot menjadi skor 37 dari skor 40 di tahun 2019. Sempat IPK naik kembali di tahun 2021 namun kembali terjun bebas tahun 2022. "Itu berarti perkembangan peringkat korupsi Indonesia di era Jokowi bisa dikatakan kembali ke titik nol, karena posisi peringkatnya sama dengan diawal pemerintahannya tahun 2014," tulis laporan ICW, Kamis, 29 Juni 2023. 

Ancaman oligarki korupsi makin terlihat jelas saat penegakan hukum di era Jokowi masih jauh dari ekspektasi. Masyarakat bisa mencium ada kekuatan tersembunyi yang bergerak menentukan arah kebijakan negara, menjauh dari cita-cita pendiri bangsa. Umumnya, mereka adalah paduan orang yang punya kapital besar dan mereka yang ingin mempertahankan status quo.

Kembali ke Etika Keindonesiaan

Gagas RI berintiar untuk menemukan etika keindonesiaan yang tercoreng oleh penyimpangan moral yang mulai dianggap normal. Sumber etika keiindonesiaan ada dua, Sumpah Pemuda 1928 dan Pancasila 1945.

Sumpah Pemuda menunjukkan ikrar anak muda Indonesia bahwa mereka satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Rumusan Sumpah Pemuda merupaan hasil kongres 27-28 Oktober 1928. Mereka yang hadir ada 750 peserta, berasal dari berbagai organisasi pemuda: Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Batak, Pemoeda Indonesia, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Sekar Rukun, Jong Ambon, dan Pemuda Kaum Betawi.

"Pancasila sangat penting," ujar Romo Magnis, penerima Bintang Mahaputera Utama dari Presiden Republik Indonesia tahun 2015.

Pancasila adalah identitas nasional yang tiap nilainya tidak menindas identitas kelompok kecil atau minoritas. Banyak negara gagal mengelola konflik keberagaman, seperti Myanmar, India, Srilanka, Uni Soviet, Yugoslavia, dan masih banyak lainnya.

Pancasila bukan barang impor, tetapi berakar pada budaya-budaya Nusantara. Dari dulu Indonesia selalu terbuka terhadap ragam budaya dan agama, tetapi tidak kehilangan identitasnya. "Pancasila adalah satu alat mempersatu, yang saya yakin seyakin-yakinnya bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke hanyalah dapat bersatu padu di atas dasar Pancasila itu," kata Soekarno saat memberi kursus tentang Pancasila, Senin, 26 Mei 1958. 

Pancasila yang digagas oleh Soekarno, menurut Romo Magnis, ternyata cocok dengan prinsip etika modern. Sila pertama, Ketuhanan yang mahaesa merupakan hak asasi manusia paling dasar dalam etika global. Persoalan dunia hanya bisa dijembatani oleh kesadaran beragama karena semua pemeluk agama di dunia memiliki sensitifitas yang sama. Dan Pancasila menjamin kita untuk saling mengormati keberagaman agama dan keyakinan.

Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradap.  Dalam etika global, etika kemanusiaan universal menuntut kesamaan perlakuan, kesederajatan dan penghormatan. 

Sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Sila ini merupakan cermin dari asas demokrasi yang juga menjadi tatanan etika global. 

Sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Sila ini terikat pada solidaritas. Kita tidak boleh membiarkan orang lain tertinggal. Sistem perekonomiam yang bernilai etis idealnya menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi semua pihak.

Sila ketiga, persatuan Indonesia. Pancasila menunjukkan kepada dunia bahwa sebuah bangsa dibentuk sebagai nation state, bukan berdasar ideologi, agama, atau identitas tertentu. Jadi, kita tidak bisa menyebut Indonesia sebagai negara milik mereka atau milik kami. 

Di kesempatan terpisah, Prof. Dr. H. Mohammad Mahfud Mahmodin menyebut Indonesia sebagai religious nation state atau negara kebangsaan yang berketuhanan. "Salah satu sebutan yang tepat bagi Indonesia berdasar Pancasila adalah negara kebangsaan yang berketuhanan, bukan negara agama," kata Mahfud MD, biasa ia dikenal, pada Kamis, 23 Agustus 2018 di Balai Senat UGM.

Sebagai sebuah bangsa, Indonesia telah berhasil melewati berbagai masa gelap. Bagi dunia, Indonesia adalah kisah sukses sebagai bangsa. Karena berhasil mengatasi ragam masalah yang mengancam persatuan. Ini menjadi modal dalam menghadapi tantangan masa depan, khususnya ancaman oligarki korupsi.


Ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun