Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sejatinya Landmark adalah Refleksi Pemimpin atas Kotanya

24 Agustus 2019   20:06 Diperbarui: 25 Agustus 2019   13:12 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pusat Kota Bogor yang ditandai dengan landmark Tugu Kujang dan Tepas Lawang Salapan Dasakreta | Dokumentasi Pribadi

Menurut catatan Lovely Bogor, Tepas Lawang Salapan Dasakreta terdiri dari 10 pilar, 9 lawang yang berarti pintu, 2 rotunda. Sepintas landmark ini tampak "berdiri sendiri" dan terasing dari Tugu Kujang yang telah ada sebelumnya. 

Karena arsitekturnya seperti mengadopsi gaya Romawi. Namun sesungguhnya, pilar-pilar tersebut menyesuaikan dengan gaya Istana Bogor. Bisa dikatakan, ini seperti pintu atau lawang belakang dari Istana Bogor.

Masih dari Lovely Bogor, 10 pilar diambil dari falsafah Dasakreta Kerajaan Pakuan Pajajaran. Konsep ini menuturkan bahwa manusia harus menjaga kebersihan 10 (dasa) bagian tubuhnya. 

Tidak hanya bersih secara fisik tetapi juga bersih pikiran, perasaan, perilaku, dan spiritualnya. Selain filosofi Dasakreta, masih banyak warisan kebijakan Kerajaan Pakuan Pajajaran yang bisa kita serap untuk konteks hidup sekarang. 

Intinya, hidup manusia harus saling mengasihi, mengingatkan, menjaga perdamain, persahabatan, saling memaafkan, dan keutamaan lain demi mencapai sebuah komunitas yang sejahtera.

Tepas Lawang Salapan Dasakreta di Kota Bogor | Foto Lovely Bogor
Tepas Lawang Salapan Dasakreta di Kota Bogor | Foto Lovely Bogor
Satu lagi yang menarik. Di atas landmark ada tulisan, "DI NU KIWARI NGANCIK NU BIHARI SEJA AYEUNA SAMPEUREUN JAGA." Ini adalah semacam peribahasa Sunda yang jika diterjemahkan oleh Lovely Bogor, berarti "Segala hal di masa kini adalah pusaka di masa silam, dan ikhtiar hari ini adalah untuk masa depan," atau juga bisa, "Apa yang kita nikmati hari ini adalah warisan pendahulu, dan apa yang kita nikmati sekarang akan diwarisi untuk generasi berkutnya."

Landmark sebuah kota atau ornamen kota sejatinya tidak bisa dibuat begitu saja. Harus ada refleksi mendalam dari pemimpinnya terhadap budaya kota yang dia pimpin. 

Nilai dan keutamaan apa yang telah dihidupi dan diwariskan dari para pendahalu, harus diserap dan diintepretasikan dalam sebuah karya seni yang kita sebut landmark atau ornamen kota.

Jika landmark sudah berdiri, tinggal bagaimana pemimpin mengajak seluruh warganya untuk bersimpuh bersama. Menyerap nilai-nilai leluhur yang tercermin dalam karya seni landmark. 

Hingga pada akhirnya, jika ada ancaman terhadap warga kota, pemimpin mengingatkan kembali kepada landmarknya supaya saling bersatu, saling merangkul, dan kembali dalam satu ikatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun