Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sesungguhnya, Sejak Awal Salib Memang Sudah Hina

18 Agustus 2019   15:03 Diperbarui: 25 Juni 2021   08:17 16617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada umum 30 tahun Yesus keluar rumah untuk mengajar dan mengumpulkan murid. Tiga tahun berikutnya terjadilah tragedi. Singkat cerita keberadaan Yesus dengan ajaran dan kelompok muridnya membuat gerah tokoh umat dan agama Yahudi. Yesus pun dituduh menista Tuhan, diadili, dan akhirnya dihukum mati.

Hati Maria pasti ngilu mendengar nasib puteranya. Hidupnya terasa hancur ketika Maria harus menyaksikan Yesus begitu tersiksa di sepanjang jalan salib. Saya bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Maria saat Puteranya mati di palang penghinaan. Hina karena siapa saja yang disalib dianggap orang terkutuk. Para penjahat keji yang tidak pantas mendapat pengampunan pasti hidupnya berakhir di salib. Itulah mengapa, sampai saat ini saya sulit sekali membayangkan apa yang Maria pikirkan dan rasakan saat dirinya membopong jenasah Yesus sesaat diturunkan dari salib. Kini peristiwa itu dikenal dengan sebutan "pieta."

Kisah hidup Maria ini membuat kita tidak berlebihan kalau meyakini bahwa dirinya adalah sosok anggota Gereja yang pertama. Tidak hanya menyandang anggota pertama, tetapi hidup Maria penuh keteladanan, taat pada perintah Tuhan, mendidik Yesus dan mendampingi Yesus dengan setia sampai kematianNya. Maka tak mengerankan jika sejak awal, Gereja telah menghormati Bunda Maria, dan meyakini bahwa ia telah berada di Surga.  

Keyakinan iman Gereja akan Maria yang diangkat ke surga terus dihidupi sampai pada akhirnya Paus Pius XII pada 1 November 1950 merumuskannya dalam dogma. "...dengan otoritas dari Tuhan kita Yesus Kristus, dari Rasul Petrus dan Paulus yang terberkati, dan oleh otoritas kami sendiri, kami mengumumkan, menyatakan dan mendefinisikannya sebagai dogma yang diwahyukan Allah: bahwa Bunda Tuhan yang tak bernoda, Perawan Maria yang tetap perawan, setelah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, diangkat tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan surgawi" (Munificentissimus Deus, 44).

Baca juga: Menemukan Kodrat Kemanusiaan dan Keilahian Yesus Kristus dalam Peristiwa Salib-Nya

Tahun 2019 ini, Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga dirayakan pada hari Minggu, 18 Agustus 2019. Hari inilah kita merayakan iman bahwa Bunda Maria diangkat ke surga jiwa dan badannya. Bagi saya, hari raya ini datang di waktu yang tepat saat umat kristen diuji oleh pernyataan kontroversi UAS.

Ada banyak cobaan, kesedihan, ujian dan perkara yang Maria hadapi selama mengemban panggilan sebagai Bunda Allah. Menghadapi itu semua, Maria tetap tekun dan setia menjalankan perintah Tuhan untuk melayani Tuhan, mendampingi Yesus sampai akhir hayat, dan menjalin hubungan intim dengan Tuhan. Kedalaman relasi Maria dengan Tuhan itu ditunjukkan dengan menyimpan segala perkara di dalam hatinya dan merenungkannya (Lih. Luk 2:51; Luk 2:34-35; Luk 2:51). Pastilah, Maria terus 'menyimpan segala perkara' di dalam hatinya, sampai ia dapat tegak berdiri di kaki salib Yesus, mempersembahkan buah hatinya demi memenuhi rencana Keselamatan Allah Bapa.

Sikap Maria inilah kiranya yang sebaiknya kita teladani saat menyikapi pernyataan UAS. Tidak perlu emosi berlebihan, apalagi membalas menghujat. Jangan pula membangun stigma negatif terhadap saudara-saudara muslim kita, karena UAS hanya oknum. Lebih baik kita simpan perkara ini, merenungkannya, dan bawa dalam doa.

Salib yang dihinakan, memang hina sejak awal mula. Tetapi berkat Maria, kita melihat salib sebagai lambang kesetiaan pada Sang Putera. Setia mengikuti hidup Yesus sejak dilahirkan, tumbuh dewasa dan berhikmat, menyebarkan kabar baik, disiksa sebagaimana dalam kisah jalan salib, sampai pada akhirnya wafat dan bangkit. Semoga, pernyataan UAS yang kontroversi ini membuat kita terlecut semakin mencintai salib Sang Putera dalam kebersamaan dengan Sang Bunda, kita berziarah bersama menuju Rumah Bapa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun