Caranya adalah cicilan hutang berasal dari uang jajan saya. Saya meyakinkan isteri saya bahwa hutang tidak akan mengurangi setoran bulanan kepadanya. Utang yang bernada negatif, saya ubah menjadi energi semangat.Â
Saya bisa tetap jajan, tetapi tidak bablas karena teringat ada utang. Berkat tren cashback, saya masih bisa "senang-senang" sekaligus tidak melupakan hutang.
Kebutuhan yang berhasil saya penuhi berkat hutang memang tidak bernilai fantastis. Mulai dari sofa, lemari pakaian, lemari kabinet, dan drawer. Semakin cepat melunasi hutang itu lebih baik, karena bisa mengambil hutang lagi untuk kebutuhan lainnya. Ke depan, saya ingin berhutang untuk barang yang bernilai investasi seperti perhiasan atau logam mulia.
Jadi, jangan takut untuk berutang. Kalau dilihat dari sisi penghematan, memang bisa dikatakan berhutang itu nagih karena ada rasa bangga bisa menyisihkan uang jajan untuk sesuatu yang lebih berharga.Â
Namun, untuk kasus saya, catatan yang saya terapkan untuk berutang memang cukup ketat. Sampai saat ini, saya meyakini bahwa catatan tersebut yang membuat saya tidak mengalami krisis walau giat berutang.
Artikel ini juga ada di Blog Pribadi, ONEtimes.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H