Sebelum eksekusi, saya selalu ceritakan kepada isteri apa yang ingin dibeli. Lalu katakan juga kalau ini akan dibeli dengan cara berutang. Ini penting, supaya ada kontrol.
Kontrol di sini terkait dengan prinsip perencanaan keuangan. Saya percaya bahwa utang, dalam hal ini cicilan yang diangsur tiap bulan, nilainya tidak boleh melebihi 30% dari gaji bulanan. Saya katakan gaji bukan pendapatan, karena pemasukan di luar gaji tidak boleh masuk dalam perhitungan 30%.Â
Sampai di sini, saya punya 2 langkah sebelum mengambil utang yakni komunikasi dengan pasangan dan menghitung besaran maksimal nilai utang atau cicilan.
Bacaan Terkait: Menjadikan Cashback ala Milenial untuk Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan
Kebutuhan yang ingin dipenuhi sudah ditentukan. Berikutnya, mau berutang kepada siapa? Zaman ini, ada banyak pilihan untuk mengambil utang. Yang paling populer adalah pinjaman online (pinjol).Â
Pinjol semakin banyak dibicarakan orang karena tidak sedikit kisah orang terlilit pinjol sampai bangkrut. Saya tidak akan bahas soal pinjol, karena saya tidak pernah tertarik.
Yang saya pikirkan kali pertama saat mau berutang, siapa yang mau memberi pinjaman tanpa bunga? Mungkin ini pertanyaan konyol. Tetapi nyatanya ada! Pertama, cicilan 0% yang diberikan oleh kartu kredit dan kedua pinjaman dari kantor. Dua sumber hutang itulah yang saat ini saya gunakan untuk memenuhi kebutuhan saya.
Bukankah kartu kredit ada biaya administrasinya? Benar! Tetapi saya menggunakan kartu kredit yang dipegang isteri saya, yang tidak lain punya kantornya. Ada 2 keuntungan yang didapat, pertama saya tidak harus membayar biaya administrasi dan kedua saya punya kontrol berlapis. Apa yang saya atau kami beli, diketahui pihak kantor.
Sumber hutang kedua adalah saya mengajukan ke kantor saya. Cara ini yang kerap saya pilih. Pertama, tentu tidak ada bunga. Kedua saya bisa dengan bebas menentukan besaran cicilan, sesuai kemampuan.Â
Dan yang paling penting, saya bisa memperbesar cicilan dan menutup hutang dengan lebih cepat. Karena kita kan tidak menutup adanya rejeki yang datang. Jika ada rejeki di luar gaji, hampir pasti itu saya pakai untuk menambah jumlah cicilan.
Walaupun saya pada akhirnya berhutang, tetapi rasa risih terhadap hutang tidak hilang. Itulah mengapa, saya memilih pinjaman yang bisa memungkinkan saya menutup hutang lebih cepat, tidak mengganggu kebutuhan rutin, dan tidak membebani keuangan saya. Bagaimana caranya?