Paskah 2019 terbilang istimewa. Rangkaian kegiatan menjelang Paskah bersanding dengan hajatan besar bangsa ini, Pemilu 2019. Bagi saya, ini sangat menarik dan memiliki makna untuk kita kulik bersama.
Masa tenang kampanye pemilu jatuh pada 14 April 2019, bertepatan dengan Minggu Palma. Yakni, masa memulai Minggu Suci menuju Minggu Paskah. Sehari setelah Pemilu, umat Katolik merayakan Kamis Putih sebagai perayaan yang mengenangkan perjamuan terakhir Isa Almasih dengan para murid-Nya sebelum wafat.Â
Keesokan harinya, kita memperingati wafat Isa Almasih. Dan akhirnya umat Kristen mengimani Isa Almasih bangkit dari mati pada Malam Paskah (20/4/2019), puncaknya Minggu Paskah, 21 April 2019.
Rangkaian pemilu yang beriring dengan rangkaian kegiatan rohani, semakin memperpanjang sejarah unik Pemilu 2019. Namun, semua keunikan sejarah tidak akan berbuah jika kita tidak sampai pada esensi sejarah itu sendiri. Untunglah, dalam Khotbah Malam Paskah di Kolese Kanisius Jakarta, Pastor mengangkat keunikan ini dalam khotbahnya.
"Kita bersyukur dan bergembira karena kita telah melampaui Pemilu dengan lancar dan damai. Setelah hari rabu (pelaksanaan pemilu), kita memasuki Trihari Suci (Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Sepi/ Malam Paskah) dan berpuncak malam ini," kata Alexander Koko Siswijayanto, SJ dalam khotbahnya.
Koko mengajak semua umat yang hadir untuk tersenyum dan bergembira. Terutama bagi mereka yang sempat khawatir terhadap pemilu 2019. Karena, pemilu sudah selesai dengan lancar dan terlebih kita hari ini merayakan Paskah.
"Ini paskah. Mari bahagia. Senyum adalah tanda nyata bahwa kita bener-benar hidup. Karena merayakan paskah adalah merayakan kehidupan. Kita diingatkan kembali untuk melihat ciptaanNya. Semua diciptakan pada awal mulanya baik, dan kita manusia diciptakan amat sangat baik."
Game of Thrones
Dalam perayaan Malam Paskah yang dihadiri 13 Pastor itu, Koko sempat menyinggung serial televisi Game of Thrones. Apa hubungannya dengan paskah, apalagi pemilu? Yang jelas, menyebut istilah populer itu, membuat umat yang sebagian besar adalah pelajar dan milenial menjadi gemuruh.
Belum lama ini, Game of Thrones sesi kedelapan baru saja rilis di HBO. Dari banyak kejadian dalam serial itu, ada percakapan menarik antara Daenerys Targaryen dan Jon Snow. Mereka memperdebatkan siapa yang pantas menjadi raja.
Sedikit catatan, Game of Thrones bercerita tentang kejatuhan keluarga Stark dan mulailah awal perang besar, tetapi secara tematis berfokus pada garis keturunan kerajaan. Di dunia Westeros ini, garis keturunan menentukan kekuatan tertinggi. Siapa yang di kemudian hari yang akan duduk di Iron Throne.
Dari hasil pembicaraan Jon dan Daenerys yang kerap disebut Mother of Dragons disimpulkan bahwa pewaris kerajaan yang sah adalah Jon. Hal ini diamini oleh teman Jon yang paling setia, Sam Tarly. "Kamu adalah Aegon Targaryen, pewaris Iron Throne," kata Tarly pada Jon di akhir episode pertama Game of Thrones Season Eight.
Setelah memberitahu identitas aslinya, Daenerys mengatakan, "Kamu adalah raja sejati karena kamu berani melepaskan tahta demi menyelamatkan rakyat, maukah raja lain melakukannya?"
Menurut Koko, percakapan ini menjadi titik temu refleksi Paskah tentang pengorbanan. Seorang pemimpin tidak akan mengorbankan orang lain untuk kepentingan dirinya sendiri. Isa Almasih rela disiksa sampai mati di kayu salib bukan karena ia bersalah, tetapi ia menerimanya demi keselamatan umat manusia.
Kisah Jon Snow dalam Game of Thrones yang ditarik dalam refleksi Isa Almasih di Hari Paskah, ujung-ujungnya juga mampu menyinari peristiwa pemilu 2019. Kok bisa?Â
Bisa, karena "Seorang pemimpin sejati adalah mereka yang mau melepaskan tahta demi rakyatnya. Bukan menyelamatkan dirinya dan tahtanya dengan dalil menyelamatkan rakyat!" tegas Koko.
Saya melihat, Hari Paskah di tengah riuh Pemilu 2019 semakin menegaskan jati diri umat Katolik Indonesia. Bukan umat Katolik di Indonesia. Katolik bukan agama impor, tetapi agama dengan identitas Indonesia. Mungkin ini juga yang ingin diangkat oleh teman-teman NU dengan konsep Islam Nusantara.
Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ (25 November 1896-22 Juli 1963) mengatakan, "100 persen Katolik, 100 persen Indonesia," katanya yang adalah uskup pribumi Indonesia pertama dan dikenal karena pendiriannya yang pro-nasionalis. Maka tidak heran, umat Katolik dalam Keuskupan Agung Jakarta diajak untuk taat dalam hukum Gereja sekaligus menjadi warga negara yang baik. Tema yang dipakai sepanjang tahun ini adalah "Amalkan PANCASILA, Kita Berhikmat Bangsa Bertabat."
Akhirnya, perayaan Paskah adalah perayaan kebangkitan, yakni bangkit untuk meruntuhkan tembok perbedaan yang mungkin terbentuk selama proses pemilu. Dan mari memberi ruang bagi sesama yg berbeda. Susah memang. Tapi hanya yang bangkit bersama Isa Almasih yang mampu melaksanakannya.
Hari ini, kita tidak sedang mencari argumentasi bagaimana mungkin Isa Almasih bangkit. Tapi kita diajak untuk merasakan kebangkitan itu untuk menggerakkan diri kita dan sesama sebagai saksi.Â
Sekarang, tugas kita yang paling relevan sebagai saksi adalah merajut perbedaan. "Mari kita berdoa, Tuhan Kau ciptakan manusia dalam perbedaan, maka berilah kami kekuatan untuk berani merajut perbedaan itu," tutup Koko.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H