Bagi umat Katolik, hari ini menjadi peringatan Minggu Palma. Artinya, minggu depan adalah Minggu Paskah, sebuah perayaan paling besar dalam kalender liturgi. Secara kebetulan, hari ini juga negara kita menutup kampanye sebelum pada 17 April 2019 Pemilu dilaksanakan.Â
Saya melihat, peristiwa Minggu Palma dapat direfleksikan untuk melihat siapa yang cocok menjadi pemimpin bagi bangsa sebesar Indonesia.
Minggu Palma adalah perayaan untuk mengenang masuknya Isa Almasih ke kota Yerusalem. Masyarakat kota menyambut-Nya dengan penuh sukacita sambil melambai-lambaikan daun palma.Â
Daun ini merupakan simbol kemenangan, dan ketika dilambaikan berarti sebagai pujian serta kemuliaan. Dia diperlakukan demikian, karena Isa Almasih dipandang sebagai pemimpin dan raja.
Namun, semuanya berakhir tragis. Minggu dielukan, tapi hari Jumatnya Isa Almasih dihujat oleh orang yang sama. Hari ini mereka memuji Isa Almasih, beberapa hari kemudian mereka pun dengan entengnya berteriak, "Salibkan Dia!" Inilah yang terjadi dalam perayaan Jumat Agung, yang tahun ini dirayakan 19 April 2019.
Isa Almasih menjadi role model bagi pemimpin. Ia tetap konsisten berpegang pada apa yang diyakininya benar, sekalipun para pendukungnya berubah pikiran. Keteguhan-Nya tentu membawa konsekuensi, yakni difitnah sehingga Ia pun dijatuhi hukuman salib yang sangat keji.
Sama-sama Merasa Difitnah
Para calon presiden dan wakil presiden yang akan berkompetisi pada Pemilu 17 April 2019, sama-sama merasa difitnah. Capres 01 merasa difitnah karena dituduh sebagai orang PKI. Lalu, jika pasangan Jokowi-Maruf Amin terpilih maka Kementerian Agama akan dibubarkan, pelajaran agama dilarang, hingga legalisasi zina.
Tak ketinggalan. Capres 02 pun merasa ada pihak-pihak yang menyudutkan mereka. Prabowo mengaku kerap dituduh sebagai orang Kristen. Kemudian ada opini yang dipandang salah, jika Prabowo-Sandi terpilih maka radikalisme dan fundementalisme akan menguasai Indonesia.
Kedua belah pihak, kompak menampik isu yang menyerang mereka. Semuanya adalah fitnah dan hoaks. Lalu bagaimana kita sebagai rakyat yang akan mencoblos, menyikapi fenomena ini?