Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Surat Cinta dari Warga untuk PDAM Tirta Pakuan dan Bima Arya

13 April 2019   08:00 Diperbarui: 14 April 2019   14:01 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membuat tulisan yang berisi keluhan tidak pernah menjadi opsi. Apalagi tulisan itu dibuat sebagai alat untuk "memukul" pihak lain. Tetapi, apa yang dilakukan oleh PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor sudah melewati batas kesabaran. Ditambah, semakin saya melakukan riset, ada banyak kejanggalan yang membuat saya semakin termotivasi untuk sharing melalui artikel ini.

Lima tahun terakhir saya tinggal di Cimahpar, Bogor Utara. Hanya di akhir pekan, biasanya Jumat malam sampai Minggu malam. Selebihnya saya tinggal di Jakarta Pusat. Selama waktu itu, selalu ada saja peristiwa air PDAM mati.

Jika dibandingkankan di Jakarta yang nyaris tidak pernah air mati, maka pengalaman tinggal di Bogor yang katanya surganya air, sangat mengecewakan. Terlebih, dua bulan terakhir, lebih sering air mati dari pada hidup. Kalaupun hidup, airnya berwarna putih susu, bau, dan berbuih. Dua menit kemudian baru jernih. Pertanyaannya, kenapa airnya seperti itu?

Menghadapi air mati, tahapan yang saya lakukan adalah, menghubungi call center. Saya lakukan ini hanya formalitas, karena pasti tidak ada solusi. "Ok Pak, nanti bapak akan dihubungi lagi dengan petugas kami," kata operator dengan nada yang terkesan lepas tangan dan terburu-buru ingin menutup telepon. Dan benar saja, mereka langsung menghilang.

Kedua, tentu ngangkutin air dari sumur milik developer perumahan kami. Ini kami lakukan beberapa minggu. Kalau sudah malas, ya tidak pulang ke Bogor. Pokoknya, di dalam otak kami, kalau mau tinggal di Bogor ya siap-siap mati air, semua ember dan bak dipenuhi semua, setelah masak/ makan buru-buru perlengkapan dicuci, dan bersiap untuk segera pulang ke Jakarta. Pernah terbayang, sebuah kota memiliki image seperti itu di otak warganya?

Langkah berikutnya adalah mencoba bertanya di ranah publik, yakni melalui Google. Di sinilah saya baru tahu, bahwa saya tidak sendirian. Ada banyak warga Bogor yang curcol di laman ini. Tidak hanya keluhan 2 bulan terkahir, tetapi dari tahun ke tahun keluhan yang disampaikan ternyata sama saja.

Capture keluhan pelanggan PDAM Tirta Pakuan di Google
Capture keluhan pelanggan PDAM Tirta Pakuan di Google
Capture keluhan pelanggan PDAM Tirta Pakuan di Google
Capture keluhan pelanggan PDAM Tirta Pakuan di Google
Capture keluhan pelanggan PDAM Tirta Pakuan di Google
Capture keluhan pelanggan PDAM Tirta Pakuan di Google
Dari situ saya mulai tersadar bahwa ini adalah masalah bersama. Perlu ada action untuk membuat kesadaran untuk membuat perubahan. Maka saya mulai terpikir, bahwa yang bisa saya lakukan adalah menulis. Ini kemampuan dan akses yang saya punya. Tapi, saya masih merasa sedikit ragu.

Keraguan itu akhirnya hilang tatkala saya melihat media yang memberitakan PDAM Tirta Pakuan ternyata nadanya banyak yang negatif. Satu artikel yang membuat saya akhirnya marah dan terpacu untuk menulis adalah tulisan Antaranews dengan judul, "Bima Arya Kritisi Kinerja PDAM Tirta Pakuan, Ada Apa?"

Di situ, Wali Kota Bogor Bima Arya bingung. Satu sisi dia ikut bangga karena PDAM Tirta Pakuan kerap mendapat penghargaan nasional. Terbaru, perusahan daerah ini menjadi perusahaan air minum daerah terbaik nomor dua di Indonesia setelah Kabupaten Buleleng, Bali, untuk segala aspek, kecuali pengelolaan keuangan.

Namun di sisi lain, Bima Arya juga mengakui bahwa kinerja PDAM Tirta Pakuan masih buruk. Masih banyak sekali aduan yang disampaikan kepadanya. Berdasarkan data yang dihimpun dari layanan informasi PDAM, aspirasi warga Kota Bogor dan melalui pesan pribadi ke wali kota langsung selama 2017. 

Keluhan yang disampaikan warga 65 persen air tidak mengalir, 34 persen saluran PDAM bocor, dan satu persen karena pusat informasi (call center) tidak menjawab. Saya sendiri pernah mengadu ke dia melalui Twitter, tapi tidak ada tanggapan sama sekali.

"Ini satu kontradiksi yang terjadi. Satu sisi banyak penghargaan, tapi satu sisi terjari kondisi seperti itu," kata Bima Arya.

Kenapa saya marah? Pertama, bagaimana mungkin perusahaan bobrok bisa dapat penghargaan, apalagi untuk semua aspek? Gila! Menurut saya, KPK bisa masuk ke sana apalagi saat ini sedang hangat kasus SPAM. 

Kedua, Bima Arya itu akan menjabat 2 periode, kok ya gak bisa buat apa-apa. Kota Bogor itu wilayahnya kecil loh, dan memiliki potensi air yang sangat besar. Kembali saya bertanya, ada apa dengan Bima Arya dengan PDAM-nya? Ini baru ngomong soal air doang loh ya.

Saya pikir, kegerahan warga sudah semakin memuncak. Bertahun-tahun sudah memberikan toleransi sembari tetap membayar iuran. Catat, tetap membayar. Saya, dan mungkin warga Bogor yang lain, tidak bisa dibodohi dengan setumpuk penghargaan yang diterima PDAM Tirta Pakuan. Lebih baik aggaran untuk mengejar penghargaan, dipakai untuk memperbaiki manajemen, SDM, dan program berbasis penyelesaian masalah pelayanan pelanggan.

Kenapa saya bilang warga sudah gerah? Karena jeritan warga Bogor sudah ditulis juga oleh media nasional Sindonews dengan judul "Warga Bogor Keluhkan Air PDAM Sering Kotor dan Kadang Mati Total."

Beberapa keluhan warga saya kutipkan di sini:
"Bahkan sudah dua hari ini sejak pagi pukul 06.00 hingga 18.00 WIB, air mati total. Mau masak dan mencuci pakaian jadi susah. Parahnya lagi, pemadaman ini tidak ada pengumuman dan pemberitahuan," ujar Diana, ibu rumah tangga yang berdomisili di Bantarkemang Atas, Kelurahan Katulampa, Bogor Timur, Kota Bogor, Minggu (17/3/2019).

"Mau gimana lagi, saya juga bingung kenapa pihak PDAM Kota Bogor tak mengeluarkan pemberitahuan atau mengumumkan akan ada pemadaman seperti ini. Kita tiap bulan bayar sama saja, apalagi tarifnya sudah dinaikan, tapi tidak ada perbaikan kualitas pelayanan," ungkapnya.

Yang menarik, Humas PDAM Tirta Pakuan saat diminta konfirmasi jawabannya mirip dengan petugas call center. "Staf Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Iman Safirrahman saat dikonfirmasi mengaku harus mengecek terlebih dahulu daerah yang mengalami gangguan. 'Memang daerah MBR, Bantarkemang, dan Katulampa di reservoir Cipaku level airnya sedang rendah.'" Gangguan yang bukan terjadi kemarin sore aja masih dibilang mau ngecek dulu.

Tetap Idealis

Bapak Walkot dan Direksi PDAM Tirta Pakuan, saya menulis ini sebagai tanda perhatian. Saya bisa saja cuek dan bahkan tidak menganggap kalian ada. Saya sering mengatakan, ada beberapa daerah yang pemerintahnya auto pilot toh warganya bisa hidup dengan caranya sendiri. Masalah air, sampah, banjir, dan lainnya itu dianggap bunga-bunga kehidupan. Tetapi untuk tahap ini, saya belum sampai sana.

Bahkan, saya masih menjaga idealisme saya terkait air. Saya beberapa kali liputan terkait masalah air bagi kaum urban, dan bagaimana seharusnya warga kota memberikan sumbangsihnya. Hal itu membuat saya memiliki pengetahuan, dan bagi saya tidak boleh mengkhianati pengetahuan yang sudah saya dapat itu.

Maka, sampai saat ini yang masih saya pegang adalah: Tidak membuat sumur bor, walau rumah kecil harus ada perkarangan supaya ada resapan air (saya buat di depan dan di belakang rumah), dan membiarkan lantai garasi menggunakan konblok. Satu lagi yang ingin saya lakukan adalah membuat lubang biopori. Belum terlaksana karena tidak ada alatnya.

Sampai kapan saya akan menjaga idealisme ini? Saya sendiri tidak tahu. Ada berapa orang yang punya idealisme seperti ini? Saya sendiri tidak tahu. Jawaban yang sama juga untuk pertanyaan, kapan pelayanan publik di Kota Bogor akan optimal dan maksimal? Ya begini nasib kalau jadi rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun