Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ramai Isu Sertifikasi Pemuka Agama, Bagaimana dengan Gereja Katolik?

24 Mei 2018   12:17 Diperbarui: 24 Mei 2018   14:01 7682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Foto dari Keuskupan Bogor/www.uskupbogor.org

Magisterium adalah kata bahasa Latin "magisterium" yang aslinya bermakna kantor presiden/pemimpin/direktur/pengawas atau yang lainnya (juga khususnya, walau jarang dipakai, kantor guru/pengajar/instruktur anak-anak muda) atau bermakna ajaran, instruksi atau nasihat.

Apa yang saya jabarkan di sini hanya sebagian kecil dari keseluruhan proses "sertifikasi" yang terjadi di dalam Gereja Katolik. Menurut saya, dalam konteks ini, "sertifikasi" penting untuk menjaga profesionalitas pemimpin agama.

Pemimpin agama katolik itu, sekali lagi, mendapat tugas untuk mengajar, menguduskan dan memimpin.

Tugas ini amat sangat berat, karena harus ada keselarasan atas apa yang dikatakan dan diperbuat, harus sejalan antara yang diajarkan dengan yang dipikirkan,

intinya menjadi panutan luar dalam bagi umat serta siapa saja yang ditemui. Apalagi ada tugas menguduskan.

Kendati, sang pastor hanya sebagai perpanjangan tangan dari Tuhan untuk menguduskan umat, tetapi sang pastor sendiri memiliki ikatan moral untuk menjaga kekudusan diri dan hidupnya.

Dalam konteks tradisi Gereja Katolik, sertifikasi pemimpin agama saya pikir sangat penting untuk menjaga kesatuan ajaran, kesatuan umat, dan memberikan kepastian bahwa pokok ajaran agama bisa dijalankan dengan baik dan benar.

Contoh sederhananya, Yesus mengajarkan kasih universal sebagai ungkapan kasih kepada Tuhan. Ajaran ini diteruskan kepada para pimimpin turun temurun, lalu diajarkan kepada umat.

Maka umat pun menjalankan ajaran kasih itu, baik kepada dirinya sendiri, sesama tanpa memandang golongan SARA, bahkan alam semesta.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun