Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ini Contoh Nyata Keberhasilan Program BBM 1 Harga di Papua

1 Februari 2018   14:57 Diperbarui: 6 Februari 2018   12:56 1469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Matahari masih jauh dari peraduannya. Burung malam menggema di balik rerimbun bakau, lalu menjauh ditiup angin laut. Suara motor tempel menjadi dominan memecah keheningan alam. Jauh dari perhatian dunia, karena letaknya jauh di pesisir selatan, Kokonao, distrik Mimika Barat, Kelurahan Mimika, Kecamatan Mimika Barat, Kabupaten Mimika, Papua.

"Kenapa harus berangkat malam, karena kita harus memperhatikan pasang dan surutnya air laut. Kalau pasangnya malam, ya tidak ada pilihan, saya harus berangkat untuk memberikan pelayanan ke stasi-stasi," kata Bruder Gregorius Sigit Wiyono, SCJ mengisahkan pengalamannya.

Sigit adalah biarawan katolik yang 6 tahun ini berkarya di Papua. Dua tahun pertama, ia bertugas di Gereja Paroki Maria Bintang Laut, Kokonau. Paroki ini memberikan pelayanan ke banyak stasi atau kelompok-kelompok umat katolik yang letaknya jauh dari paroki, bahkan arus mengarungi ganasnya Laut Arafuru. Sebagian besar wilayah stasi tersebut hanya bisa dijangkau dengan perahu motor atau orang setempat menyebutnya speed.

Bruder Gregorius Sigit Wiyono SCJ (38) sedang bersiap untuk pergi ke stasi dalam rangka pelayanan umat di Kokonao, Mimika, Papua. (Dok Pribadi)
Bruder Gregorius Sigit Wiyono SCJ (38) sedang bersiap untuk pergi ke stasi dalam rangka pelayanan umat di Kokonao, Mimika, Papua. (Dok Pribadi)
Menurut pria kelahiran 9 Mei 1979 itu, bensin premium menjadi kebutuhan pokok dalam menjalankan tugas-tugasnya. Dia bisa menghabiskan 1.000 liter untuk pelayanan selama seminggu. Dengan harga premium Rp. 20.000 - Rp. 25.000 per liter, maka sedikitnya ia harus mengeluarkan Rp. 20 juta seminggu atau Rp. 80 juta sebulan. Itu baru kebutuhan bahan bakar, belum kebutuhan lainnya. Itulah mengapa biaya pelayanan di Papua sangat tinggi.

Namun situasi tersebut sudah berubah sekarang. Sigit yang 4 tahun terakhir ini pindah tugas ke Timika, mengatakan bahwa bensin di Kokonao turun signifikan menjadi Rp. 10.000 per liter sejak progam Bahan Bakar Minyak (BBM) 1 harga yang digulirkan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2016. Dalam perjalanan, harga BBM akan terus turun mencapai titik Rp. 6.450 untuk premium dan Rp 5.150 untuk solar, atau sama dengan harga di Jawa. Bagaimana dengan di Timika?

Timika adalah ibu kota Kabupaten Mimika, Papua. Jaraknya dari Kokonao kira-kira 55 km. Dapat ditempuh dengan pesawat perintis selama 15 menit atau perahu motor 3-4 jam. "Di Timika harga sekarang sudah sama dengan di Jawa. Bensin Rp. 6.450 dan solar Rp 5.150," tutur Sigit.

Harga tersebut tidak terjadi begitu saja. Sebelum kebijakan BBM 1 harga, bensin di Timika berkisar Rp. 15.000 - Rp. 20.000 per liter. Namun kini keadaan telah berubah. Di Timika sudah semakin banyak stasiun pengisian bahan bakar (SPBU). Masyarakat tidak hanya membeli bensin untuk keperluan pribadi tetapi menjualnya kembali ke pelosok-pelosok. Karena pasokan banyak dan infrastruktur semakin baik, maka harga BBM di pelosok bisa ditekan. "Tapi memang, kalau pas hari raya, terkadang BBM menjadi langka," ujar Sigit.

papua-baru-1-5a72c818ab12ae6ca2754b02.jpg
papua-baru-1-5a72c818ab12ae6ca2754b02.jpg
Pengalaman Sigit sejalan dengan usaha Pertamina yang berinisiatif membuka beberapa Agen Premium Minyak dan Solar (APMS) yang akan membuat harga BBM sama dengan SPBU.  Sebenarnya, kebutuhan BBM di Papua kecil karena hanya 5% dari kebutuhan nasional. Menjadi mahal karena keterbatasan infrastruktur dan kondisi geografis yang sulit. Oleh karena itu, Pertamina telah menginvestasikan sejumlah transportasi pendukung agar wilayah-wilayah di Papua ini bisa terjangkau.

Inilah bukti nyata kalau program BBM 1 harga memang berjalan. Kalau toh masih ada yang di atas harga normal, tetapi pada kenyataanya sudah turun. Proses terus berjalan dan berada di jalur yang benar. Jangan lelah, terus bekerja demi saudara-saudari kita sendiri di Tanah Papua.

sigit-3-1-1-5a72c83bbde5751ae37aa1d2.jpeg
sigit-3-1-1-5a72c83bbde5751ae37aa1d2.jpeg
Bruder Gregorius Sigit Wiyono SCJ (38) memberi pelayanan rohani di tengah-tengah umat di pedalaman Papua. Tempat pelayanan yang apa adanya ini, hanya bisa dicapai dengan jalur sungai dan sangat tergantung pada pasokan BBM. (Dok Pribadi)
Bruder Gregorius Sigit Wiyono SCJ (38) memberi pelayanan rohani di tengah-tengah umat di pedalaman Papua. Tempat pelayanan yang apa adanya ini, hanya bisa dicapai dengan jalur sungai dan sangat tergantung pada pasokan BBM. (Dok Pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun