Hari Habitat Dunia dan Hari Kota Dunia memang sudah lewat satu bulan. Tapi perjuangan mencapai dunia sebagai tempat tinggal yang layak bagi semua orang, tampaknya usaha yang tidak pernah selesai. Tempat tinggal untuk manusia pada umumnya saja, masih menjadi pekerjaan rumah yang besar, apalagi berpikir untuk merangkul sesama kita yang berkebutuhan khusus.
Cita-cita yang tersemat dalam setiap perayaan Hari Habitat dan Hari Kota selalu tidak bisa berbicara dari satu sudut pandang. Dalam konteks Indonesia, tidak bisa hanya pemerintah saja yang berusaha melalui sekian banyak program kerjanya. Masyarakat sendiri harus turut aktif. Sebagai contoh, untuk mewujudkan sanitasi yang bersih dan sehat pemerintah membangun toilet di satu desa. Program ini tidak akan berjalan kalau warga setempat tidak menggunakan atau merawat toilet tersebut. Atau justru malah kembali ke kebiasaan lama dengan buang hajat di sungai atau di kebun dengan cara mencangkul tanah.
Dukungan dari semua lapisan masyarakat hukumnya mutlak, karena bicara habitat dan kota tidak hanya melulu soal pembangunan fisik. Yang justru menjadi tantangan terberat adalah merubah mentalitas, kebiasaan, dan budaya manusianya. Fasilitas yang sudah dibangun dengan baik, tidak akan memberikan banyak manfaat kalau masyarakatnya tidak bisa menggunakannya dengan bijak.
Namun demikian, bukan hal mustahil bagi kita untuk mewujudkan Indonesia sebagai sebuah habitat yang layak bagi semua warga negaranya. Rasa optimisme itu justru semakin membuncah karena ada dukungan eksplisit dari komunitas kaum disabilitas yang tergabung dalam Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (GAUN). Â Salah satu anggotanya, mempersembahkan sebuah puisi dalam puncak Hari Habitat Dunia dan Hari Kota Dunia di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 6-7 November 2017.
Puisi yang dibuat spontan tersebut menjadi jawaban atas tantangan panitia acara. Siapa yang bisa membuat puisi yang bagus akan mendapatkan sebuah sepeda. Ada beberapa sepeda yang diperebutkan, dan ini adalah hadiah sepeda terakhir. Sebelumnya, ada banyak kuis yang memperebutkan banyak hadiah.Â
Para anggota GAUN hanya menyimak saat ada banyak orang penuh antusias menjawab tantangan kuis demi mendapat hadiah. Riau semakin ramai saat hadiah yang diperebutkan adalah sepeda. Namun, saat kuis memasuki periode terakhir, tanpa banyak disangka dua anggota GAUN mengacungkan tangannya.
Sejenak mereka yang hadir terdiam. Mungkin mereka baru menyadari, bahwa ada sesama mereka yang unik hadir di tengah-tengah acara. Mungkin juga mereka kaget, ternyata ada sesama disabilitas yang berani menjawab tantangan terberat dari panitia yakni membuat puisi. Atau mereka justru kaget dan tidak pernah membayangkan, dua orang pengguna kursi roda ini juga berhak memperebutkan hadiah sepeda.
"Hei, kami juga punya hak yang sama untuk hadiah sepeda. Jangan dikira kami duduk di kursi roda lalu tidak punya hak untuk mendapat sepeda. Jangan berpikir, 'buah apa dia dapat sepeda,'" mungkin itu teriakan hati kecil mereka.
Yang lebih membuat semua hadirin tercengang adalah saat mereka mengumandangkan puisinya. Spontan dan tulus keluar dari hati terdalam.
"Kita sama.
Sama-sama Bangsa Indonesia.