Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membaca Olah Rasa Masyarakat dari Peristiwa Geger Isu PKI

19 September 2017   15:22 Diperbarui: 19 September 2017   17:47 1272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian masyarakat Indonesia terbukti mudah disulut emosinya. Oknum elit politik dan tokoh masyarakat sangat cerdas memainkan olah rasa mereka untuk tujuan tertentu. Apalagi, olah rasa tersebut ditambahi dengan ketimpangan ekonomi. Nalar pun tertidur lelap.

Tesis ini sedikit banyak tergambarkan dalam aksi massa yang mengepung kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. Massa terlejut emosinya karena diduga terhasut oleh isu YLBHI menyelenggarakan kegiatan terkait membangkitkan kembali Partai Komunis Indonesia (PKI). Tanpa verifikasi dan konfirmasi, emosi meledak sehingga berujung pada tindak kekerasan dan pengerusakan.

Saya pribadi bertanya diri, kenapa sih PKI sebegitunya dibenci. Apakah sebenarnya orang-orang yang membenci itu tahu apa yang dibenci? Apakah mereka tahu apa sih sejatinya yang mereka perjuangkan sampai harus bertaruh nyawa? Apakah mereka juga menyadari atau bertanya diri, kebencian mereka terhadap PKI apakah kadarnya sama dengan kebencian para aktor intektual yang mendorong mereka bertindak anarkis?

Saya kira, pribadi yang sudah diliputi oleh perasaan tidak mampu berpikir jernih. Dikuasai oleh perasaan positif saja sudah tidak bisa berpikir logis, apalagi dikuasai angkara murka. Itulah mengapa ada ungkapan "love is blind." Orang yang diliputi rasa cinta, yang tentu sebuah olah rasa yang positif, bisa bertindak di luar nalar. Pasti Anda setuju, bukan?

Sampai sini saya hanya ingin mengajak untuk tidak perlu membenci dengan membabi buta terhadap PKI. Rasa benci yang begitu dalam justru menarik seluruh hidup kita pada PKI, pada obyek kebencian kita sendiri. Kita jadi tidak fokus pada hidup kita sendiri yang terikat dalam hubungan dengan keluarga, lingkungan kerja, bertetangga, dan yang jauh lebih penting adalah menjaga hati kita suci-tenang-tidak dikuasai rasa benci.

Rasa benci yang begitu besar, apalagi sampai tereksploitasi seperti kejadian di YLBHI justru membuat penasaran banyak orang. PKI semakin moncer. Generasi milenial yang tidak mengenal G30SPKI semakin ingin tahu rupa dan bagaiaman itu PKI. Rasa ingin tahu ini kalau diarahkan yang benar tidak mengapa, tapi kalau terjerumus pada sumber informasi yang salah maka bisa membayakan bangsa kita. Itulah mengapa Presiden Joko Widodo menginginkan film G30SPKI diproduksi ulang untuk generasi milenial.

Selain itu, rasa benci pada PKI yang tereksploitasi membuat tokoh intelektual di belakangnya bertepuk tangan. Langkahnya berhasil untuk membenturkan masyarakat kita. Membuat keresahan. Yang ujungnya adalah menyukseskan tujuan politik untuk menyerang lawan politik supaya mereka bisa tampil ke panggung publik sebagai penguasa.

Ini bukan teori! Olah rasa masyarakat yang tidak matang, memang menjadi senjata ampuh untuk mengobrak-abrik stabilitas nasional demi tujuan politik tertentu. Isu SARA yang dihembuskan secara masif pada Pemilukada DKI Jakarta menjadi bukti nyata betapa ampuhnya olah rasa itu menjadi senjata dalam perang politik. Sekali lagi, kementahan olah rasa akan semakin membabi buta juga dimasukkan isu ketimpangan ekonomi.

Lalu harusnya bagaimana? Menurut saya, olah rasa harus diimbangi dengan olah nalar. Rasa dan nalar harus seimbang. Caranya mari kita kenalin apa atau siapakah itu PKI? Mengapa Pemerintah Indonesia melarang PKI dalam bentuk apapun. Pemahaman yang matang terhadap PKI akan menenangkan rasa kita dan berdampak pada sikap yang santun nan arif.

Saya pikir, media massa memiliki peran strategis untuk membantu masyarakat mengolah rasanya secara matang. Beritakanlah kejadian seperti di YLBHI secara menyeluruh. Jangan sentuh dari sisi keseruan aksinya, atau mengulik intrik-intrik politik di balik peristiwa tersebut, atau sisi nyeleneh lainnya seperti mengadu-domba satu pernyataan dengan pernyataan lainnya. Sajikanlah juga paparan ilmiah sebagai sajian nalar masyarakat supaya bisa paham, mengapa PKI dibenci dan tidak boleh berkembang di Indonesia.

Saya berikan porsi itu untuk media mainstream menyajikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun