Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setidaknya Ada 3 Filsuf dalam Kebijakan BBM Satu Harga

25 Agustus 2017   10:58 Diperbarui: 7 November 2017   14:15 3573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebijakan satu harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diterapkan oleh Presiden Joko Widodo cukup membuat polemik di negara kita. Banyak yang mengapresiasi, tetapi tidak sedikit yang nyinyir. Mereka menganggap "kebijakan aneh" ini sebagai pencitraan, apalagi membuat Pertamina kabarnya mengalami kerugian.

"Ini kita tidak berbicara soal untung dan rugi, tetapi ini adalah penugasan negara. (BBM satu harga) harus dijalankan. Harus!" kata Adiatma Sardjito, Vice President Corporate Communication Pertamina dalam satu kesempatan di Jakarta, 28 Juli 2017.

Posisi pertamina di sini, lanjutnya, adalah representasi negara yang hadir bagi seluruh rakyat Indonesia. Dulu harga premium di Kecamatan Ilaga Papua Rp. 50.000 - Rp. 100.000, sekarang sudah sama dengan di Jakarta Rp. 6.450. Begitu pula dengan harga solar.

Langkah besar pemerintah ini, pada prinsipnya sejalan dengan negara sebagaimana dibayangkan oleh Aristoteles (384 SM - 322 SM). Filsuf Yunani itu berpendapat, bahwa tujuan negara adalah membuat para warga negaranya hidup dengan baik. Kata "baik" di sini, dijabarkan oleh Reza A.A Wattimena, sebagai sebuah kondisi di mana negara tidak hanya memberi jaminan akan makanan, minuman, kebutuhan akan papan dan sandang, tetapi mendorong warganya mengembangkan dirinya semaksimal mungkin, termasuk bakat-bakatnya, minat hidupnya, dan semua yang ada di dalam dirinya.

BBM satu harga membuat masing-masing warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk bergerak pada kehidupan yang lebih baik. BBM mampu menggerakkan sumber daya listrik yang memungkinkan orang di daerah pelosok dan terpencil mampu belajar lebih baik dan lebih produktif dari segi ekonomi. Artinya, persoalan kesenjangan harga BBM hanya soal keputusan politik pemimpin negara saja, apakah mau berpihak pada rakyat atau tidak.

sumber: dok.pribadi
sumber: dok.pribadi
Saya membayangkan, pola komunikasi politik antara Presiden Joko Widodo dengan rakyatnya seperti gabungan pemikiran filsuf Thomas Hobbes (1588-1679) dan John Locke (1632-1704). Hobbes menggambarkan negara sebagai Leviathan yakni penguasa dengan legitimasi mutlak mengontrol penuh sebuah negara beserta masyarakatnya. Sedangkan Locke menekankan bahwa wewenang kekuasaan ada pada masyarakat. Dengan begitu, kewajiban dan kepatuhan politik masyarakat kepada pemerintah hanya berlangsung selama pemerintah masih dipercaya.

Presiden memerintahkan secara mutlak kepada Pertamina untuk melaksanakan kebijakan BBM satu harga dan mayoritas rakyat menyambut baik langkah ini. Dengan demikian, rakyat menyerahkan mandatnya kepada pemerintah untuk menjalanan pemerintahan karena dianggap dapat dipercaya dan bekerja dengan baik. Buktinya Indonesia menduduki peringkat pertama dalam hal tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah berdasarkan hasil survei Gallup World Poll (GWP).

Pertamina sebagai ujung tombak pemerintah menyatakan kesiapannya menyukseskan program BBM satu harga ini. Dalam jangka waktu 1,5 tahun diharapkan program ini dapat selesai dan seluruh masyarakat Indonesia bisa menikmatinya. Sampai dengan Juni 2017, secara nasional Pertamina telah merealisasikan pengoperasian lembaga penyalur BBM Satu Harga di 21 titik di daerah-daerah terdepan, terluar dan tertinggal. Ke depan, Pertamina segera merealisasikan program ini di 25 lokasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun