Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menggugat Pembangunan Pariwisata Bogor Pasca Kedatangan Obama

4 Juli 2017   14:27 Diperbarui: 9 Juli 2017   23:04 1210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tertawa lepas selelah berhasil melewati Gang Aut. Tampak di kejahuan bagaimana padatnya lalu lintas yang membuat wisatawan harus menawan emosi dan memperkuat mental

Pariwisata masih menjadi jargon di negara ini. Walau Pemerintah Pusat mulai menunjukkan keseriusan dengan program prioritas infratruktur dan kawasan strategis pariwisata nasional, namun hal ini di beberapa daerah masih belum diikuti sampai ke tingkat bawah. Kota Bogor adalah satu di antaranya.

Kota Bogor tidak asing lagi bagi masyarakat Jakarta. Ada libur sebentar, banyak kendaraan plat B berbondong memburu relaksasi melepas penat pekerjaan. Kota berjuluk Kota Hujan ini lekat dengan wisata budaya, yang juga menjadi kategori wisata mayoritas di Indonesia (60%). Selain wisata budaya, Indonesia juga memiliki daya tarik wisata alam (35%) dan buatan manusia (5%).

Daya tarik Bogor sebagai destinasi wisata budaya ini bahkan sampai menarik perhatian Presiden Joko Widodo untuk menjadikan Bogor sebagai tempat tinggalnya. Presiden tidak hanya mendapatkan beragam budaya di Bogor tetapi juga daya tarik alam yang membuatnya fresh dan dekat dengan beragam flora fauna.

Bogor juga menarik perhatian tokoh dunia. Yang terakhir datang ke kota dengan luas 118,50 km itu adalah mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Presiden Joko Widodo sendiri yang menyambut langsung kehadiran Presiden Amerika Serikat ke-44 itu di Istana Bogor. Pertemuan keduanya selama satu jam itu diwarnai perbincangan hangat dan makan siang bersama di Grand Garden Cafe dengan menu sate dan bakso.

Tak dipungkiri, kedatangan Obama semakin menduniakan Kota Bogor. Sosok Obama yang masih populer menjadikannya duta wisata di mana pun dia pergi. Keputusan Presiden untuk tinggal di Bogor pun semakin menegaskan dukungan sekaligus pengakuan atas potensi wisata di kota berketinggian 190 - 330 m dari permukaan laut itu.  

Potensi wisata alam di Kota Bogor sudah tidak dipungkiri lagi. Salah satu ikonnya adalah Kebun Raya Bogor, tempat di mana Istana Bogor berada. Sedangkan wisata budaya juga tidak kalah menarik. Menurut Kementerian Wisata, wisata budaya bisa dikategorikan ke dalam wisata budaya dan sejarah, wisata belanja dan kuliner, serta wisata kota dan desa.

Kota Bogor sangat kuat dengan budaya dan sejarah. Bogor ditilik dari sejarahnya adalah tempat berdirinya Kerajaan Hindu Tarumanagara di abad ke-5. Kemudian muncul Kerajaan Sunda yang ibu kotanya di Pajajaran. Daerah kekuasannya meliputi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten dan Lampung. Pakuan atau Pajajaran diyakini terletak di Kota Bogor dan menjadi pusat pemerintahan Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja Ratu Haji I Pakuan Pajajaran) yang dinobatkan pada 3 Juni 1482. Sampai sekarang, tanggal 3 Juni dijadikan hari ulang tahun Kota Bogor.

Kemudian terkait wisata belanja dan wisata kota, Kota Bogor juga sudah terkenal dengan surganya belanja fashion, entah itu pakaian maupun tas. Ada banyak factory outlet menawarkan beragama pakaian pada para fashionista.  Tidak hanya itu, Kota Bogor juga memiliki beberapa desa wisata yang bisa dikunjungi seperti salah satunya adalah Pulo Geulis.

Namun ada wilayah yang cukup unik karena memiliki ketertarikan budaya yang menggabungkan kawasan kota tua dengan beragam arsitektur bangunan lawas sekaligus menjadi tujuan wisata kuliner. Daerah itu adalah kawasan pecinan di Jalan Suryakencana, khususnya Gang Aut untuk pusat kulinernya.

Berdasarkan catatan Didi Sadili, pada zaman Belanda koridor utama pecinan di Bogor adalah Jalan Suryakencana. Di sinilah kaum etnis Tionghoa tinggal sekaligus menjalankan usahanya sebagaimana dikehendaki oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Etnis Tionghoa diminta untuk berbisnis, khususnya barang-barang konsumsi di sepanjang Jalan Suryakencana, karena jalan tersebut menjadi jalan utama yang menghubungkan Bogor dan Sukabumi.

Peninggalan kolonial masih terlihat sampai sekarang berupa rumah-rumah berarsitektur barat. Beberapa di antaranya masih bagus, tetapi tidak sedikit yang rusak, bahkan ada yang rata dengan tanah atau berubah bentuk. Sedangkan jejak etnis Tionghoa tampak dari masyarakatnya dan berdirinya  Kelenteng Hok Tek Bio Bogor atau Vihara Dhanagun di Jl. Suryakencana No. 1 yang konon berdiri tahun 1672. Selain itu ada juga Kelenteng Pan Kho Bio yang tertua di Bogor (sejak abad ke-17) yang terletak di Pulo Geulis, di belakang Jalan Suryakencana. 

Bagaimana dengan kulinernya? Kalau yang ini tidak usah dibahas lagi. Mau makan di Bogor, maka datanglah ke Suryakencana dan Gang Aut. Berbagai kuliner legendaris tersaji di sini, dari yang halal sampai yang non halal. Penggemar makanannya pun terkenal fanatik, khusus datang untuk makan di tempat yang sama bertahun-tahun sekalipun harus mengantri lama. Sebutlah ragam kuliner yang ditawarkan seperti martabak Encek, soto kuning pak salam, soto kuning Pak Yusup, bakmi Aloi, soto mie Ciseeng, Ngo Hiang Gg. Aut, toge goreng Ibu Evon, lumpia basah Pak Alen, asinan Bogor Gedung Dalam, bir kotjok, es cincau hijau, combro, beragam pepes dan es mangga.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Bagi saya pribadi, kawasan Suryakencana ini menjadi spot paling menarik untuk dijadikan destinasi wisata. Karena daerah ini itu benar-benar eksotik, unik, dan sangat kental nuansa heritagenya. Saya yang nyaris setiap Sabtu melewati daerah ini untuk beribadah, berasa tidak bosan dan menikmati daya magisnya. Namun demikian, pemerintah daerah tampaknya alpa untuk mengembangkan daerah ini secara lebih serius.

Memang saya akui, ada sedikit perubahan seperti pembangunan gapura megah di ujung Jalan Suryakencana yang memberi gambaran kental kawasan Pecinan. Kemudian sudah mulai rajin petugas dinas perhubungan yang berjaga menjewer sopir angkot yang sering ngetem di sekitar gapura sehingga memperlancar arus lalu lintas. Namun demikian, masih ada banyak PR yang harus dilakukan untuk mewujudkan kawasan ini menjadi destinasi kelas nasional bahkan internasional. Ingat, daerah ini hanya sepelempar batu dari Istana Bogor, tempat Presiden Joko Widodo tinggal dan menerima tamu negara, satu di antaranya yang terakhir adalah Barack Obama.

Aksesibilitas masih menjadi momok untuk datang ke sini. "Hanya" untuk makan soto saja harus berjuang menembus kemacetan 30 menit lebih untuk jarak yang hanya 1 km. Kendaraan pribadi harus bertarung dengan jejeran angkot untuk menuju lokasi, belum lagi dalam urusan mencari parkir. Penetapan kawasan parkir khusus, yang artinya tarifnya lebih mahal pun tidak memberikan efek timbal balik yang sepadan bagi pengguna jalan. Kualitas jalan juga menjadi catatan khusus, karena hampir tidak pernah daerah ini bebas lubang. Sekilas diketahui penyebabkan adalah sistem drainase yang buruk sehingga air menggenang di jalan.

Tertawa lepas selelah berhasil melewati Gang Aut. Tampak di kejahuan bagaimana padatnya lalu lintas yang membuat wisatawan harus menawan emosi dan memperkuat mental
Tertawa lepas selelah berhasil melewati Gang Aut. Tampak di kejahuan bagaimana padatnya lalu lintas yang membuat wisatawan harus menawan emosi dan memperkuat mental
Beralih ke kawasan heritage-nya. Ada baiknya ada kerja sama pemerintah daerah dengan pemilik properti di sepanjang jalan Suryakencana untuk menata dan mempertahankan keaslian bentuk bangunan. Mempertahankan kawasan dengan mempercantiknya pasti memberikan efek yang luar biasa untuk wisata. Paling tidak, seminimal mungkin, di era melenial, kawasan tersebut bisa menjadi obyek foto, foto selfie maupun wefie.

Yang berikutnya adalah soal penataan trotoar, tempat berdagang dan kebersihan. Sampai saat ini, lahan pertarungan "hidup mati" di surga kuliner ini adalah trotoar atau pedestrian. Di lahan yang sempit itu, para pedagang menggelar dagangan, para pembeli mengantri, wisatawan berjejal untuk makan, dan di situ pulalah hajat makanan/ dagangan dibuang. JOROK!!! Pola seperti ini tentu berhubungan dengan buruknya drainase, menghambat aliran air membuat air merendam jalan sehingga rusak, dan penataan yang semerawut memicu tindak kejahatan seperti copet.

Joroknya para pedagang yang tidak bisa mengelola dengan baik limbah jualanya.
Joroknya para pedagang yang tidak bisa mengelola dengan baik limbah jualanya.
Saya berpikir tempat wisata ini bisa dikembangkan seperti Malioboro di Yogyakarta dan Kawasan Kuliner Jalan Sudirman di Palembang. Suryakencana yang saya pikirkan memiliki kantong parkir yang memadahi dan menata para pedagang sedemikian rupa sehingga pembeli nyaman, aman, bersih, dan ramah bagi lansia serta kaum disabilitas. Mengingat ada banyak wisatawan yang datang ke sini adalah kaum lansia. Mereka jumlahnya tidak sedikit dan memiliki rasa fanatik yang tinggi untuk makanan-makanan tertentu yang disajikan di Suryakencana.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Terkait pengembangan wisata, Kementerian Pariwisata sudah menetapkan strategi pengembangan destinasi pariwisata. Ada 3 strategi besar yang harus dilakukan Pemerintah Kota Bogor yakni: Prasarana Umum, Fasilitas Umum dan Fasilitas Pariwisata.

Yang harus dikembangkan Prasarana Umum, yakni: listrik, air, telekomunikasi, dan pengelolaan limbah. Fasilitas Umum: keamanan, keuangan perbankan, bisnis, kesehatan, sanitasi dan kebersihan, khusus bagi penderita cacat fisik, anak-anak dan lanjut usia, rekreasi, lahan parkir dan ibadah. Fasilitas Pariwisata: akomodasi, rumah makan/restoran, informasi dan pelayan pariwisata, keimigrasian, TIC dan e-tourism kios, polisi pariwisata dan satuan tugas wisata, toko cinderamata, penunjuk arah-papan informasi wisata-rambu lalu lintas wisata, bentuk bentang lahan.

Semoga kawasan wisata di Kota Bogor terus berbenah dengan cepat dan signifikan. Karena percuma banyak tokoh nasional dan dunia yang datang ke Bogor untuk promosi, tetapi mereka yang datang justru kecewa dengan ketidaksiapan Pemkot Bogor dalam menyambut wisatawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun