Mohon tunggu...
Hustika U. Isa
Hustika U. Isa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Gorontalo

Halo saya tikaa, mahasiswa dari jurusan Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Proses Pemilihan Umum di Indonesia yang Dinilai Belum Adil

14 Maret 2024   13:46 Diperbarui: 14 Maret 2024   17:08 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hustika U. Isa

Mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Gorontalo.

Matakuliah : Penulisan Karya Ilmiah

Dosen Pengampuh : Dr. Arifin Suking S.Pd,M.Pd

Teks Eksposisi

Pemilu merupakan singkatan dari pemilihan umum, yaitu proses demokratis di mana warga negara memilih para pemimpin atau wakilnya dalam suatu negara. Proses ini dilakukan secara berkala sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan merupakan hak setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam menentukan arah kepemimpinan negara. Pemilu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang menyatakan bahwa pengertian pemilu adalah proses pesta demokrasi yang dilakukan setiap lima tahun sekali untuk memilih anggota legislatif dan presiden. Pemilu ini diadakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan bertanggung jawab. Selain itu, pemilu di Indonesia juga diawasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bertugas untuk melaksanakan, mengatur, dan menyelenggarakan pemilu sesuai dengan peraturan yang berlaku

Dalam karya ilmiah ini, penulis akan menilik secara mendalam proses pemilihan umum di Indonesia, dengan fokus pada aspek-aspek yang dinilai belum adil. Analisis akan dilakukan melalui pengumpulan data dan informasi terkini, serta pembahasan teoritis yang relevan. Tujuan dari karya ilmiah ini adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam menjaga keadilan dalam proses pemilihan umum di Indonesia, serta aspirasi generasi milenial untuk perbaikan di masa mendatang.

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menilai bahwa sistem pemilu di Indonesia masih lemah. Hal ini ditandai dari belum terciptanya pemilu yang benar-benar jujur dan adil. Padahal, prinsip pemilu, yaitu "langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil" adalah cerminan dari negara yang konstitusional. "Saya kira memang kecenderungan untuk tak jurdil itu kan memang ada," kata Refly dalam sebuah diskusi berjudul "Jalan Pasti Sistem Politik dan Pemilu Indonesia", di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (5/8/2019). Menurut Refly, seharusnya sistem pemilu di Indonesia mampu melakukan dua hal utama.

Pertama, sistem diharapkan dapat mencegah praktik ketidakadilan dan ketidakjujuran pemilu.
Kedua, sekalipun tidak tercipta ketidakadilan dan ketidakjujuran, seharusnya ada komponen penegak hukum yang efektif.
 
"Unfotunately, kita tak punya keduanya," ujar dia. Refly mencontohkan, tidak adanya prinsip pemilu yang jurdil dan penegak hukum yang efektif melahirkan adanya politik uang. Banyak terjadi di daerah, calon legislatif yang telah membina konstituen selama bertahun-tahun, dikalahkan perolehan suaranya oleh caleg yang menggunakan 'serangan fajar'. Namun, atas hal ini, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang seharusnya mampu ambil tindakan pun tak bisa banyak berbuat. "Kita menyaksikan ironi yang luar biasa, orang yakin sekali pemilu kita banyak kecurangan, masih banyak praktik-praktik money politics, tapi hampir tidak ada mereka didiskualifikasi karena faktor-faktor tersebut," kata Refly. Untuk menyelesaikan persoalan ini, menurut Refly, harus ada efektivitas penegakan hukum. Mata rantai penegakan hukum pemilu harus dipangkas supaya tidak terlalu panjang dan berbelit. Sebab, jika sistem penegakan hukum terlalu panjang, justru berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum. "Salah satu penegakan hukum yang solid, harus single dia, tak boleh institusi yang terlibat itu terlalu banyak. Karena apa, satu keputusan institusi bisa dibatalkan institusi lainnya," kata Refly Harun.

Auliya Rahman Isnain, S.Kom., M.Cs., Pakar Bidang Text Mining Tim Kelompok Keilmuan Data Science Universitas Teknokrat Indonesia. Berdasarkan analisis publik tentang Pilkada serentak 2024 di Twitter, pengguna media sosial ini memberikan jawaban yang beragam. Beberapa dari mereka positif sementara yang lain negatif.

Banyak pengguna Twitter yang menyambut baik atas keputusan menggelar Pilkada Serentak 2024. Mereka mengungkapkan kegembiraan dan semangat memilih pemimpin yang tepat untuk memajukan bangsa Indonesia.

Ada juga yang menyatakan tidak percaya dengan penyelenggaraan pemilu serentak pada 2024. Mereka mempertanyakan kemampuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyelenggarakan proses pemilu yang adil dan jujur. Ada juga masyarakat yang khawatir dengan situasi politik di Indonesia. Mereka khawatir pemilu serentak 2024 bisa menimbulkan konflik dan perpecahan di masyarakat. Banyak pengguna Twitter mengkritik sistem politik Indonesia yang dinilai masih rawan korupsi, pencucian uang, dan praktik curang lainnya. Mereka berharap KPU dan pemerintah bisa mendorong reformasi politik yang lebih baik agar pemilu serentak 2024 berjalan lebih baik. Sebagian besar masyarakat berharap pemilu serentak 2024 dapat melahirkan pemimpin yang kompeten dan jujur untuk memajukan bangsa Indonesia. Mereka berharap dengan mengedepankan kepemimpinan dan program kerja yang jelas, masyarakat dapat memilih pemimpin yang tepat. Secara keseluruhan,sentimen publik di Twitter tentang pemilu serentak 2024 sangat beragam. Namun terlihat bahwa mayoritas masyarakat masih memiliki harapan dan optimisme yang tinggi untuk menyelenggarakan pemilu serentak tahun 2024.

Tantangan-tantangan penyelenggaraan Pemilu 2024 berkait dengan masalah kapasitas kelembagaan KPU, masalah administrasi tata kelola penyelenggaraan (electoral administering), dan masalah payung hukum regulasi yang dijadikan landasan KPU dalam menginovasi penggunaan sistem teknologi informasi disetiap tahapan penyelenggaraan pemilu. Hal ini terkait dengan munculnya resistensi peserta pemilu dan calon terhadap sistem informasi partai politik (Sipol), sistem informasi pencalonan (Silon), sistem informasi data pemilih (Sidalih), sistem informasi penghitungan suara (Situng) dan sistem informasi rekapitulasi suara (Sirekap) yang keabsahan legalitasnya diresistensi parpol dan calon pada Pemilu 2019 dan pilkada serentak 2020. Pengalaman pemilu sebelumnya dan identifikasi tantangan apa saja yang menghadang Pemilu 2024 perlu dijadikan proyeksi KPU untuk membuat road map guna mencari solusi dalam mengatasi tantangan-tantangan penyelenggaraan pemilu 2024.

Sebagai generasi yang akrab dengan informasi digital dan media sosial, kompetensi ini akan menjadi modal penting dalam Pemilu 2024, termasuk Pilkada pada tahun yang sama. Melalui berbagai platform, banyak anak muda tergerak aktif menyuarakan kepedulian mereka atas berbagai isu. Dalam konteks pemilu, yang diperlukan adalah pengawasan, terutama proses rekapitulasi suara sejak masih di TPS di tingkat kelurahan, hingga ke tingkat nasional. Penggunaan teknologi bisa menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan pemilu. Permasalahan terbesar dalam pemilu di negeri kita, bukan pada pemungutan suara, tetapi pada proses rekapitulasi yang berjenjang. Berdasarkan pengalaman pemilu sebelumnya, potensi manipulasi biasanya terjadi pada saat penghitungan suara secara manual. Itu sebabnya dibutuhkan instrumen teknologi elektronik untuk meminimalisir kemungkinan manipulasi. Pada fase ini dibutuhakan partisipasi generasi milenial dalam fungsi control, tentu saja secara informal, sebagai bagian dari elemen masyarakat sipil. Demikian juga dalam perhelatan politik, bagi yang gagal tentunya tetap sportif dan berjiwa besar, sembari bersiap untuk maju pada pemilu berikutnya, bila masih ada kesempatan dan minat. Dengan partisipasi penuh generasi milenial, Pemilu 2024 diharapkan bisa berlangsung damai. Tidak hanya dalam gimik politik, tetapi harus bisa direalisasikan di lapangan. Kesepakatan damai di antara para kontestan yang biasa digelar menjelang pemilu, bukan lagi sekadar ritualistik.

Jadi kesimpulannya adalah Pemilu merupakan singkatan dari pemilihan umum, yaitu proses demokratis di mana warga negara memilih para pemimpin atau wakilnya dalam suatu negara. Untuk menyelesaikan persoalan ketidak adilan pemilu, menurut Refly, harus ada efektivitas penegakan hukum. Mata rantai penegakan hukum pemilu harus dipangkas supaya tidak terlalu panjang dan berbelit. Sebab, jika sistem penegakan hukum terlalu panjang, justru berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum. Tantangan-tantangan penyelenggaraan Pemilu 2024 berkait dengan masalah kapasitas kelembagaan KPU, masalah administrasi tata kelola penyelenggaraan (electoral administering), dan masalah payung hukum regulasi yang dijadikan landasan KPU dalam menginovasi penggunaan sistem teknologi informasi disetiap tahapan penyelenggaraan pemilu. Selain itu, partisipasi dari generasi milenial juga sangat dibutuhkan, dan diharapkan pemilu kedepannya bisa berjalan dengan damai

REFERENSI
Auliya Rahman Isnain, S. M. (2024, March 28). sentimen Analisis Masyarakat Terhadap Pemilu serentak 2024 di Twitter. Retrieved from teknokrat.ac.id: https://www.teknokrat.ac.id
Farisa, F. C. (2019, Agustus 5). sistem pemilu di Indonesia Dinilai Belum Jujur dan Adil, Ini Alasannya. Retrieved from nasional.kompas.com: https://www.nasional.kompas.com
INDONESIA, M. (2022, Februari 11). Pemilu 2024 dan Aspirasi Generasi Milenial. Retrieved from mediaindonesia.com: https://www.mediaindonesia.com
NUGROHO, K. (2022, Februari 14). Tantangan Pemilu 2024. Retrieved from kompas.id: https://www.kompas.id
Sitoresmi, A. R. (2023, Desember 21). Pengertian Pemilu, Tujuan, Fungsi, dan Asasnya yang perlu dipahami. Retrieved from liputan6.com: https://www.liputan6.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun