Semua kejadian pasti ada penjelasannya, dan semua orang ada masalah tentang hidupnya masing-masing. Namun, terkadang, tidak semua orang menerima alasan yang kita berikan dan hanya melihat dari sisi lain. Ketika itu suasana kelas mendadak sepi setelah Pak Adit datang dan mengucapkan salam.
Pak Adit: Assalamualaikum, Anak-anak. Apakah kalian menyiapkan cerita yang menarik untuk diceritakan?
Semua anak: Sudah, Pak
Bisma: Pak, bagaimana jika saya menceritakan tentang diriku sendiri?
Pak Adit: Tidak masalah, asalkan ceritanya menarik dan bisa menyentuh banyak orang. Kali ini cerita kalian akan bapak filter. Jika ada yang bagus akan bapak kirim ke penerbitan koran.
Arif: Pasti kita buat yang terbaik untuk tugas ini, Pak.
Pak Adit : Bapak tinggal dulu karena ada rapat di kantor. Kalian bisa selesaikan dan berbagi cerita kepada teman. Tolong jangan ribut.
Nina: Siap pak.
Susi: Kantin aja yuk, Nin?
Nina: Kita tidak boleh ke kantin, nanti ada guru yang mergokin kita
Riski: Bis, boleh aku baca ceritamu? Sepertinya menarik.
Bisma: Sebenarnya aku agak malu karena ini adalah cerita sedih
Afit: Oh ya? Aku tahu itu, aku tidak tahu kehidupanmu karena kita tidak terlalu dekat.
Bisma: Kita kumpul saja di sini ceritanya. (semua mengumpulkan di meja guru)
Arif: Saya bawa ke kantor tugasnya.
Keesokan harinya Pak Adit kembali dengan membawa tugas dengan perasaan bangga.
Pak Adit: Assalamualaikum, Anak-anak. Senang bertemu kalian kembali. Bapak ada kabar baik untuk kalian semua.
Susi: Kabar apa pak, kami tidak sabar.
Pak Adit: Karangan Bisma diterima, dan akan di-post Minggu ini di media cetak koran.
Bisma: Wah, benarkah?
Riski: Aku jadi penasaran apa ceritanya.
Nina: Please, ceritakan kepada kami.
Arif: Sudah cerita saja, Dit, kita siap mendengarkan.
Pak Adit: Bisma! Silakan ceritakan karangan kamu ke depan.
Bisma: Iya, Pak (maju). Aku tidak bisa menceritakan sedetail di buku. Aku akan menceritakan secara singkatnya.
Susi: Tidak masalah, Dit.
Bisma: Pada saat umurku lima tahun, aku adalah anak laki-laki yang ceria. Namun, saat itu aku berubah menjadi seorang yang pendiam. Kami pulang dari tempat nenek mengalami kecelakaan yang parah. Mengakibatkan bapak meninggal dunia saat itu. Harapanku hanyalah ibuku yang sudah satu minggu koma di rumah sakit tanpa sadarkan diri. Aku terus berdoa agar ibuku sadar. Namun, keesokan harinya ibuku pun meninggalkanku juga. Untuk anak yang umur lima tahun, aku tidak tahu apa-apa. Kemudian aku diasuh oleh bibiku. Aku dibesarkan oleh bibiku dengan sangat baik. Namun, bibiku bukan orang berada sehingga aku harus mencari uang untuk kehidupanku sekolah. Aku bekerja untuk biaya sekolahku setiap harinya. Dan aku sering tertidur di kelas karena kecapekan. Aku tidak bisa menceritakan lebih karena akan membuatku sedih.
Susi: Wah, kamu hebat masih bisa bertahan sejauh ini.
Bisma: Sebenarnya aku hampir tidak kuat, namun aku harus terus berusaha.
Pak Adit: Bapak baru tahu bahwa kamu yatim piatu, Nak. Kamu banyak rahmat dari yang Maha Kuasa.
Bisma: Aamin, terima kasih, Pak.
Arif: Seharusnya aku bersyukur masih mempunyai keluarga yang lengkap.
Nina: Aku sangat tersentuh mendengar cerita Bisma. Ibuku juga sudah tidak ada. Aku tinggal berdua dengan ayah. Kemudian ayah juga jarang pulang (mulai menangis)
Susi: (mengelus kepala Nina). Jangan sedih...
Pak Adit: Terima kasih, Bisma, silakan duduk. Beri tepuk tangan untuk Bisma!.
Arif: Wah, Bisma keren! (sambal mengacungkan jempol)
Kring kring bel pun berbunyi bertanda sudah istrahat.
Pak Adit: Karena sudah bel, silakan beristrahat. Untuk Bisma, ayo ikut Bapak ke kantor sebentar.
Dari kisah Bisma ini kita bisa mengambil pelajaran bahwa hidup akan terus berjalan ketika kita dalam kesulitan dan pasti badai akan berlalu. Tidak banyak orang yang seberuntung kita dengan kedua orang tua yang utuh. Dodit adalah salah seorang anak yang kuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H