Pemikiran Max Weber dan H.L.A. Hart tetap relevan dalam masyarakat sosial dan hukum masa kini. Weber, dengan konsep "tindakan sosial" dan "otoritas" memberikan kerangka untuk memahami interaksi sosial dan hubungan kekuasaan yang terjadi di masyarakat modern. Di era digital dan globalisasi, analisis Weber mengenai rasionalisasi masih penting untuk memahami bagaimana suatu institusi atau lembaga dapat berfungsi dan beradaptasi. Sementara itu, H.L.A. Hart, dengan teori hukum positifnya, menawarkan perspektif yang jelas tentang hubungan antara hukum dan moralitas. Konsep pemisahan antara hukum dan norma sosial memberikan analisis yang berguna untuk memahami sistem hukum dalam tantangan moral yang terjadi saat ini. Meski kedua pemikir ini bersalah dari latar belakang yang berbeda, namun keduanya memberikan wawasan yang berguna untuk memahami dinamika sosial dan hukum yang terus berkembang di masyarakat saat ini.
PERKEMBANGAN HUKUM EKONOMI SYARIAH MENGGUNAKAN PEMIKIRAN MAX WEBER DAN H.L.A HART
Perkembangan hukum ekonomi syariah di Indonesia dapat dianalisis menggunakan pemikiran Max Weber dan H.L.A. Hart. Meskipun keduanya memberikan perspektif yang berbeda namun saling melengkapi dalam memahami dinamika hukum dan masyarakat.
Weber menekankan pentingnya tindakan sosial yang bermakna. Dalam konteks hukum ekonomi syariah, tindakan para pelaku ekonomi (seperti pengusaha, bank syariah, dan masyarakat) dipengaruhi oleh nilai-nilai agama dan norma sosial. Hukum ekonomi syariah tidak hanya dilihat sebagai seperangkat aturan, tetapi juga sebagai refleksi dari nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Muslim di Indonesia. Rasionalisasi dalam konteks ini dapat dilihat dari bagaimana praktik ekonomi syariah diorganisir dan dijalankan, serta bagaimana masyarakat memberikan makna pada praktik tersebut.
Hart menekankan pentingnya pemisahan antara hukum dan moralitas. Dalam konteks hukum ekonomi syariah, meskipun hukum syariah memiliki dasar moral yang kuat, penerapannya dalam sistem hukum positif Indonesia menunjukkan adanya interaksi antara hukum syariah dan hukum negara. Hukum ekonomi syariah diakui dan diatur dalam kerangka hukum positif, seperti Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Hart membedakan antara aturan primer (yang mengatur perilaku) dan aturan sekunder (yang mengatur cara hukum dibuat dan diterapkan). Dalam hukum ekonomi syariah, aturan primer mencakup prinsip-prinsip syariah yang mengatur transaksi ekonomi, seperti larangan riba dan gharar. Aturan sekunder mencakup regulasi yang dibuat oleh lembaga-lembaga negara untuk mengatur dan mengawasi praktik ekonomi syariah, seperti peraturan OJK dan fatwa MUI.
Analisis perkembangan hukum ekonomi syariah di Indonesia melalui pemikiran Max Weber dan H.L.A. Hart menunjukkan bahwa hukum syariah tidak hanya berfungsi sebagai seperangkat aturan, tetapi juga sebagai refleksi dari nilai-nilai sosial dan moral masyarakat. Weber memberikan wawasan tentang bagaimana tindakan sosial dan struktur organisasi mempengaruhi praktik ekonomi syariah, sementara Hart menawarkan kerangka untuk memahami interaksi antara hukum syariah dan hukum positif. Keduanya membantu menjelaskan dinamika dan tantangan yang dihadapi dalam pengembangan hukum ekonomi syariah di
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H