Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Yang Tercatat dan "Kode Keras" dari Derby d'Italia

7 Oktober 2019   11:12 Diperbarui: 8 Oktober 2019   09:07 1090
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyerang Juventus, Cristiano Ronaldo dibayangi sejumlah pemain belakang Inter Milan dalam laga pekan ketujuh Serie A di Stadion Giuseppe Meazza, San Siro, Milan, Minggu (6/10/2019) atau Senin dini hari WIB.|Sumber: Emilio Andreoli/Getty Images Europe/AFP via Kompas.com

"We started well and had the right approach in a fiery atmosphere, so that's a good sign." - Maurizio Sarri, Football Italia 

Dalam Derby d'Italia barusan, Leo Bonucci, dkk telah membuktikan jika di Milan, Juventus yang hebat itu mewujud.

Juventus memang tidak menang besar tapi di semua lini pertempuran, mereka bekerja dominan. Anak asuh Sarri ini tetap konsisten bermain menyerang. 

Operan one-two dikombinasikan umpan menyilang ke kotak 16 Inter Milan berjalan baik. Singkat kata, La Vecchia Signora menang dengan permainan menghibur lagi meyakinkan. 

Mari kita lihat lini per lini secara umum. 

Dari belakang, duet Bonucci dan De Ligt terlihat makin solid. Walaupun terjadi penalti yang disebabkan handball De Ligt, secara umum anak muda Belanda ini sukses mendampingi sang kapten Timnas Italia memasung manuver Lukaku dan Martinez. 

Whoscored memang memberi mereka rating 6,3 dan 6,4 untuk masing-masing. Namun De Ligt dicatat sukses melakukan 4 kali penyelamatan dan 1 tekel. 

Angka ini melengkapi ketenangan Szczesny yang membuktikan levelnya sebagai kiper nomor satu di Italia sesudah era Buffon berlalu. Ketenangannya diganjar arting 7,2. 

Sementara Cuadrado dan Alex Sandro yang bekerja sebagai sepasang bek sayap dengan mobilitas yang stabil dinihari tadi diberi rating 6,8 dan 6,9. 

Hal mana, sejauh mata memandang, memang terlihat dari kemampuan keduanya menciptakan keseimbangan antara menyerang dan bertahan dengan disiplin. Sandro, misalnya, beberapa kali ikut menutup ruang tembak. 

Angka-angka itu lebih baik dari kinerja yang dimiliki dua gelandang sayap Inter, Asamoah (6,4) dan D'Ambrosio (6,8). Pendek kata, mereka kalah tarung di area sayap yang justru menjadi salah satu ciri Conte dalam menyerang. 

Apalagi, umpan menyilang diharapkan melayani Lukaku di kotak penalti. Artinya, boleh dikatakan jika kekalahan di sayap adalah kondisi pertama dari kekalahan La Beneamata.

Ketiadaan suplai bola dari sayap alias keberhasilan mematikan serangan sayap dari Inter adalah kunci pertama yang berhasil dibereskan. 

Bagaimana dengan lini tengah dari, mengutip Sarri, permainan yang indah ala Juventus?

Dari pandangan mata, kita bisa melihat jika Pjanic-Matuidi-Khedira dan Bernardeschi sebagai penyerang lubang bekerja lebih impresif. Pjanic bahkan terlihat selalu leluasa merancang inisiatif serangan. 

Aksi-aksinya memberikan angka 7,2. Pun dengan Matuidi (6,9) yang tampil begitu mobile dalam membantu serangan serta meng-cover pertahanan bersama Alex Sandro. 

Sedang Khedira (6,2), walau tidak cukup agresif di sisi kanan namun terlihat cukup solid menjaga pertahanan bareng Cuadrado. Bernardeschi yang mendapat rating 6,2 bahkan mendapatkan momentum untuk menciptakan gol. Perannya cukup menyumbang dalam mendukung penyerangan.

Secara statistik, rating lini tengah Nyonya Tua lebih baik dari tiga gelandang Inter: Brozovic (6,0), Sensi (6,1) dan Barela (6,1). Namun, rasanya, yang paling menonjol dari kekalahan lini tengah adalah Mister Conte tidak memiliki kreator serangan yang dulu diperankan Andrea Pirlo dalam skema 3-5-2 kala membesut Juventus. 

Rasa-rasanya lho ya!

Bahwa ada riwayat tim yang diasuh Conte selalu kalah saat ketemu Juventus, itu mungkin jenis "kutukan yang lain". 

Lantas, bagaimana dengan lini serang?

Ronaldo mendapat rating tertinggi dalam pertandingan yang berhasil menjual tiket sebanyak 75.000 lembar ini. Whoscored memberi angka 8,5. 

Angka ini terkonfirmasi dari peran pentingnya dalam membuka ruang, dribbling, melepas shot on goal, termasuk terlibat dalam skenario gol Higuain di babak kedua. Sama dengan Dybala yang menciptakan gol dari sisi kanan pertahanan Inter, kinerjanya mendapatkan angka 7,5. 

Boleh dikata, kerjasama keduanya telah berhasil menciptakan bahaya. Diego Godin yang sering berjumpa CR7 tetap saja jatuh bangun dan ditarik keluar sebelum 90 menit. Ronaldo semestinya bisa menciptakan 2 atau tiga gol andai tidak digagalkan tiang gawang dan Handanovic yang tampil lumayan. 

Jadi, apa hal lainnya yang bisa dikatakan dari statistik Derby d'Italia selain kalah kinerja dari masing-masing personel? 

Saya kira, sebagaimana sudah tergambar di artikel suka-suka sebelumnya. 

[Baca dong di Derby Italia 2019, Ujian Conte dan "Sarri Ball"]

Juventus yang sedang "becoming" ini rasanya makin ngejreng di jalur yang benar. 

Mister Sarri membuktikan jika pertandingan dinihari itu dilakoni Juventus dengan konsep bermain yang indah. Aliran bola yang luwes dan cepat dalam kombinasi umpan lambung bekerja dengan baik. Filosofi Sarriball yang diharapkan perlahan-lahan telah membentuk identitasnya. 

Termasuk ketika menarik keluar Ronaldo dan Dybala, mereka tetap bekerja agresif. Sarri sepertinya meminta anak-anak asuhnya tidak datang dengan mentalitas kebanyakan tim tamu. 

Datang dengan opsi bermain aman, berburu target imbang dan membosankan sepanjang babak. Pendekatan menyerang gak ambil pusing markas lawan menebar atmosfir yang ngeri seperti ini ternyata tepat. 

Keputusannya menjadikan Higuain sebagai supersub adalah ukuran berikut yang menjelaskan analisisnya yang tajam terhadap pertandingan. Higuain yang mendapat rating 7,2 kali ini sepertinya tak tergantikan dari skema Sarriball yang telah menyatukan mereka di Napoli dan Chelsea.

Jadi, mari jadi saksi sejarah dari Juventus sekarang adalah sistem yang menyerang dengan pressing yang ketat. Maka ingatlah, ini baru permulaan. 

Sarri sendiri bilang begini, "Yang kami perlu poles lagi adalah soal mendominasi pertandingan, untuk punya supremasi teritorial, menekan lebih baik, terutama, mengambil inisiatif serangan apapun dari lawan sehingga kami bisa menghabiskan sebagian besar waktu di area lawan." 

Ih, ngeri nian. Semacam kode keras, beib!

Ya sudah, tunggu saja kerja seperti itu mewujudnyatakan dirinya dalam sejarah baru La Vecchia Signora. Semoga Inter Milan, saudara sekotanya, dkk-nya segera pulih, menemukan hakikat diri, dan meloloskan cerita dari nasib mediokernya. 

Tabik!

***

Sumber lain yang diacu selain WhoScored, adalah satu, dua, dan tiga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun