Mohon tunggu...
Triyanto 'Genthong' Hapsoro
Triyanto 'Genthong' Hapsoro Mohon Tunggu... wiraswasta -

Filmmaker, Storyteller, Dramatic Engineer. Tinggal di Yogyakarta. http://dabgenthong.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wayang, Sebuah Tontonan dan Tuntunan

24 Juli 2013   09:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:07 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penambahan eleman setting dan properti pada sebuah pergelaran wayang (foto by me)

Pelawak sebagai inovasi di sebuah pergelaran wayang kulit (foto by me)

Terlepas dari semua elemen-elemen inovasi di atas, substansi dari sebuah pergelaran wayang hanya ada 2, yaitu wayang harus bisa menjadi TONTONAN dan TUNTUNAN, hingga saat pergelaran selesai para penonton bisa membawa suatu hikmah tertentu yang akan menjadi bekal di kehidupannya. Tulisan sederhana ini saya persembahkan kepada salah satu dhalang favorit saya yang telah meninggal lebih dari 1000 hari yang lalu. Ki Hadisugito, salah satu maestro dunia pewayangan gaya Yogyakarta yang berasal dari Toyan, Kulon Progo.

Berikut ini adalah kesaksian beberapa orang tentang sosok Ki Hadisugito yang saya ambil dari beberapa sumber:
  • “Untuk saat ini Ki Hadi Sugito adalah figur yang paling pas dijadikan panutan para dalang muda khususnya, agar pergelaran wayang gaya Yogya tetap adiluhung,” (Ki Cerma Sutedjo).
  • "Roh Pak Hadi Sugito bisa masuk ke tubuh wayang, terutama kalau sedang memainkan tokoh Durna, Togog dan Mbilung. Kehebatan antawecana sampai membuat wayang seolah benar-benar hidup pada zaman sekarang, adalah kemampuan Ki Hadi Sugito yang tidak dimiliki oleh dalang-dalang lain. Pak Gito benar-benar dapat menghidupkan wayang sesuai zamannya. Namun pergelaran wayang yang dimainkan Ki Hadi Sugito tetap bergaya klasik, sesuai aturan dan tatanan yang adiluhung,” (Ki Purbo Asmoro).
  • " Pak Gito sangat dikenal sebagai dalang gecul ning ora saru. Dalam hal antawecana, Pak Gito sangat jagoan, terutama ketika memainkan tokoh Durna, Togog dan Mbilung. Bahkan dalam lakon Bagong Kembar, penonton atau pendengar dapat dengan jelas membedakan mana Bagong yang asli dan yang palsu" (Ki Sumono Widjiatmodjo).

Demikianlah tulisan saya. Semoga kita segera menyadari bahwa ternyata Indonesia masih memiliki aset budaya adiluhung yang harus dilestarikan. Tamansari 14 januari 2011

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun