Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Partai Politik dan Orang Miskin

22 Juni 2020   19:03 Diperbarui: 23 Juni 2020   07:31 1496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi tingginya angka kemiskinan. (sumber: KOMPAS/JITET)

"Parpol bertanggungjawab untuk bersama-sama mengangkat harkat martabat rakyat dari kemiskinan. Upaya pemerintah untuk mengatasi kemiskinan tak kurang-kurang dengan ragam regulasi dan kebijakan." 

Sekali-sekali ngomong partai politk (parpol), bukan corona melulu. Tak sedikit parpol di tanah air kini telah, sedang dan akan terus bersiap menyokong mencuri hati rakyat pada gelaran pilkada 9 Desember 2020. 

Riuhnya parpol, sedikitnya turut mengairahkan investasi demokrasi di masa mendatang. Memberi alternatif pilihan bagi rakyat, siapa nantinya yang bakal dipinang mendampingi pojok hatinya.

Para petinggi parpol menunjukkan ekspresi riang, bersenyum dan tak jarang yang menerbitkan harapan di tengah belantara pilihan yang selalu terbalut rahasia. Dipastikan, seluruh parpol mengklaim pro rakyat miskin, berpihak pada orang miskin, pelindung kaum miskin. Save miskin.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan pada September 2019 mencapai 9,22 persen. Angka ini turun 0,19 persen poin terhadap Maret 2019 dan menurun 0,44 persen poin terhadap September 2018. Sementara jumlah penduduk miskin pada September 2019 tercatat 24,79 juta orang.

Angka tersebut turun 0,36 juta orang terhadap Maret 2019 dan menurun 0,88 juta orang terhadap September 2018. Meskipun secara total kemiskinan turun, tapi masih ada problema tingginya disparitas kemiskinan antara perkotaan dan perdesaan. Persentase kemiskinan di kota pada September 2019 tercatat 6,56 persen, sedangkan persentase kemiskinan di perdesaan mencapai 12,60 persen.

Begitu halnya yang terjadi di daerah, seolah angka statistik itu terus melengkapi buku tebal BPS. Pertanyaan melekatnya adalah apakah parpol-parpol pendukung kontestan pilkada ini akan betul-betul berkhidmat melakukan aksi riil mencegah dan menanggulangi kemiskinan.

Angka murung di atas masih mendominasi wilayah pedesaan yang banyak disebut sebagai kantong kemiskinan. Kemiskinan ini menyebabkan rakyat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, safety life (James. C.Scott, 1981).

Semakin kusutnya kemiskinan, parpol dituntut dapat menjebol penderitaan rakyat yang merintih. Parpol adalah entitas politik yang memiliki peran fungsi besar turut menyelesaikan PR bangsa.

Senses of Crisis

Parpol sebagai agen sosial diharapkan berkemampuan untuk merealisasikan kreasi dan inovasi bahkan model berikir out of the box mereka dalam memberdayakan masyarakat keluar dari jebakan ketergantungan. Dengan kata lain, urusan politik bagi parpol penting, tapi dimensi sosial kemanusiaan yang butuh digarap juga tak kalah penting.

Di sini memang butuh sense of crisis parpol atas kemiskinan rakyat. Dalam parpol banyak dihuni anggota yang sejak awal begitu akrab dengan keterbatasan, namun tak sedikit dari mereka yang datang sudah dengan keserbaadaannya tanpa pernah mengalami dan merasakan kemiskinan sesungguhnya secara material.

Dalam konteks sekarang, keduanya tak perlu dikotomi, tapi punya tugas dan tanggungjawab yang sama membalik kemiskinan menjadi berdaya secara politik, berdikari dalam ekonomi dan memiliki kepribadian dalam budaya, seperti pesan Bung Karno.

Ini yang barangkali masih relevan di ketengahkan dalam iklim pilkada sekarang ini. Parpol bertanggungjawab untuk bersama-sama mengangkat harkat martabat rakyat dari kemiskinan. Upaya pemerintah untuk mengatasi kemiskinan tak kurang-kurang dengan ragam regulasi dan kebijakan.

Namun, urusan kesejahteraan rakyat tidak bisa semuanya ditumpukan kepada pemerintah. Parpol harus menjadi avant garde dalam melawan kemiskinan yang menyendera rakyat, karena itu bagian dari janji bakal kandidat kepala daerah yang diusung parpol, bahkan saking besarnya isu kemiskinan yang tak pernah usai itu selalu diusung menjadi amunisi sakti dalam setiap kampanyenya.

Bagaimanapun, rakyat sekarang cukup pintar menilai, parpol mana yang hanya besar pasak daripada tiang, parpol siapa yang kerap menabur janji tanpa bukti, dll. Karena itu, narsis jika parpol kemudian hanya menyalahkan pemerintah soal tingginya angka kemiskinan, apalagi ditengah pandemi covid-19 ini.

 Parpol tidak bisa hanya sekadar menjadi observer, mengkambinghitamkan dan pemasok kritik atau sekadar korektor belaka. Wadah penting, tapi terpenting spirit dan aktor di dalamnya terus bergerak berperang melawan kemiskinan.

Belajar pada berkali pilkada, terbukti kekuatan figur menjadi lebih dominan dan berpengaruh dibanding parpol pengusungnya. Dengan kata lain, parpol miskin figur barangkali tak akan punya daya tahan lama. Jika parpol tidak berbenah internal dengan mencetak banyak figur, usia parpol bisa-bisa lebih pendek dari penantian terbitnya cerpen di kolom koran.

Pebotoh

Ada waktu menggurat kata, ada waktu berbuat nyata. Sudah saatnya parpol melunasi hutang pada rakyat. Parpol butuh mengetengahkan pertunjukan produktif di depan rakyat, bukan cuma heboh dengan isu-isu kontraproduktif.

Antivirus kemiskinan, anti virus covid-19 relevan dan aktual disorongkan kepada rakyat oleh para dewan terhormat maupun para kandidat kepala daerah yang merupakan anak dari parpol.

Setarik nafas itu, sudah saatnya parpol memerankan naga berkepala tujuh, melakukan beragam sukses secara simultan, yaitu mengedukasi politik rakyat juga gigih berjuang membalik kemiskinan, sekurangnya melawan covid-19.

Jika sudah demikian, bukan mustahil jago (nya) parpol akan dicari rakyat, sehingga tak berlebihan selain piawai mengurus politik, parpol masa depan bisa berkemampuan sebagai pusat informasi, rumah produksi, jejaring dan penyelenggara event bagi seluruh upaya pengentasan kemiskinan struktural dan kultural, berkelindan dengan pemerintah. Inilah simbiosa mutualisme dwi tunggal, bukan dwi tanggal.

Parpol mungkin diangap berhasil jika mampu mendorong, menggerakkan dan memberi daya hidup rakyat untuk mampu dan berani mengubah nasib dan masa depannya, menaikkan daya tawar yang lebih baik, khususnya bagi orang miskin.

Nggak usah sampai urusan kehadiran di Gedung Dewan. Satu hal sederhana bisa dilakukan, yakni perwakilan parpol berpartisipasi dalam forum musrenbang desa : urun rembug mengusulkan dan mengawal program-program yang caring pada rakyat miskin. Kalau tidak, jangan pernah mengklaim pro kaum miskin ketika pebotoh dengan jejaringnya jauh lebih cakap dan cepat menghadirkan dana-dana bantuan ke warga miskin.

Menutup rehat ini, semoga parpol yang pengurus dan anggotanya berserius memikirkan dan mengangkat isu maupun menuntaskan problematik kaum miskin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun