Mohon tunggu...
Agung Soni
Agung Soni Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bismillah...Alhamdulillah Wa syukurillah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Wayang Bali, Bukan Sembarang Seni dan Asal Jadi

6 September 2015   09:16 Diperbarui: 6 September 2015   18:22 1552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya pun teringat cerita dari banyak kisah penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Wayang kulit juga digunakan oleh para Wali Songo saat menebarkan kebaikan Islam kepada penduduk Jawa. 

Maka itulah, kecintaan pada wayang kulit sebagai bagian budaya dan juga alat media penghantar agama-agama besar di Nusantara pada diri saya semakin bertambah. Ini pun juga saya ingat, ketika saya menikah di Lampung dulu, mertua menggelar pertunjukan wayang semalam suntuk dengan lakon Arjuna mencari cinta. Yaa, katanya itu menceritakan saya seperti arjuna yang mencari cinta sampai ke Lampung, hehehe... maaf, bukan narsis ya.. :)

Pembuatan Wayang Bali membutuhkan waktu kurang lebih 4-5 hari untuk 1 karakter. Dari pembuatan dasar, kulit yang dipress, dibentuk dalam garis pensil halus. Ditutuk palu gedug dan besi kecil menyerupai pahat. Kulit diarsir, diperhalus juga diwarnai. Hingga akhirnya cat finishing melengkapi untuk hasil maksimal dan wayang kulit Bali terbaik yang pernah saya lihat.

Wayang Bali memang berbeda dengan Wayang Jawa. Wayang Bali lebih seperti prototype Wayang Jawa. Dan ini pernah ditulis oleh peneliti budaya Jawa James Gosling :

Bentuk wayang kulit Bali kokoh dan kasar mirip dengan lukisan pada piala-piala zodiak perunggu yang didapatkan di Jawa Timur pada abad 13. Demikian juga sikap dan bentuk yang tegak lurus tampaknya mirip dengan relief pada candi Jago dekat Tumpang, Malang, berasal pada pertengahan abad 13. Wayang kulit Bali juga mirip dengan gambar-gambar relief di Candi Penataran, Blitar yang dibangun pada abad 14 M (Gosling;10-11–)

 

Membanggakan bagi orang Bali seperti saya karena budaya Bali memang menjadi corong perwakilan peradaban manusia Indonesia ribuan tahun sudah dan masih hidup hingga saat ini. Tak kurang belasan mahasiswa dan ilmuwan dari luar negeri juga pernah mengadakan penelitian wayang kulit Bali. Salah satunya adalah Disertasi dari Jennifer L. Goodlander dari Fakultas Seni Universitas Ohio dengan judul disertasinya adalah " Body of Tradition: Becoming a Woman Dalang in Bali".

Dalam disertasinya itu, Jennifer juga menjadikan Pak Wayan Artawa sebagai narasumber penggalian konten budaya dan seni perdalangan di Bali.

Ada yang menarik dari kisah Jennifer saat bertemu Pak Wayan Artawa yang ternyata ini juga dijelaskan pada saya saat bertandang ke workshop Pak Artawa. Jadi, walaupun tokohnya sama, Bima contohnya, namun bisa berbeda dalam penampilan wayang kulitnya. Ini juga menyangkut pemilihan bahan kulit untuk wayang. Yang terbaik adalah bahan kulit sapi. Inipun dalam pembuatan juga mempengaruhi kualitas wayang. Semakin banyak detail, warna, arsiran sebagai penegasan karakter dan bahan terbaik akan bisa membuat karakter Bima lebih "hidup" dalam sebuah pertunjukan wayang. Dibandingkan dengan Bima yang dibuat dengan bahan kulit kambing, detail, warna dan arsiran sedikit maka karakter Bima hanya "biasa-biasa saja" saat pementasan wayang.

[caption caption="Pengerjaan tahap dasar pembuatan wayang Bali - dok.pri"]

[/caption]

Maka itulah, ketika wayang Bali sudah mulai akan dibentuk dan dirupakan, haruslah dengan pemilihan bahan dan detail arsir yang baik dan banyak. Tidak bisa sembarangan dan asal jadi. Kualitas berbicara dari pembuatan awal. Ini juga akan berpengaruh pada harga jual dan daya hidup wayang saat pementasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun