Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Nostalgia Memakai Baju Adat dalam Karnaval Sekolah Era 80-an

19 April 2024   21:31 Diperbarui: 21 April 2024   02:00 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karnval pakaian adat tahun 80-an (Dokumentasi pribadi)

Karena di sepanjang jalan tersebut warga sudah berdiri berdesakan hanya untuk melihat kami lewat dalam pakaian kebesaran dari daerah yang kami wakili.

Jalanan di depan kami benar-benar kosong, hanya ada dua atau tiga orang yang memegang tustel mengambil gambar kami. Mobil waktu itu masih jarang di kampung. Sepeda motor juga sama. Hanya sepeda ontel yang banyak.

Semua berhenti di pinggir jalan untuk memberi kami jalan. Guru pendamping selalu mengingatan siswa paling depan agar perlambat jalannya karena kami di belakang sudah mulai ketinggalan.

Cape dan grogi bercamur jadi satu. Tapi hati senang juga karena merasa mendapat perhatian dari orang-orang di pinggir jalan.

Saya selalu berjalan beriringan dengan pasangan saya yang terlihat agak repot dengan baju bodo yang mulai kedodoran. Orang tuanya dan guru pendamping selalu siap membantu memperbaiki bajunya.

Setelah melewati jalan raya akhirnya kami tiba di depan pintu pasar untuk masuk ke dalam lapangan yang sudah disiapkan. Kami maju pelan-pelan mengikuti aba-abab dari guru pendamping.

Udara mulai terasa panas karena kerumunan warga di dalam pasar mulai padat. Seorang polisi yang bertugas mengamankan jalannya karnaval ini berusaha menghalau warga yang ingin mendekati kami. Kami diberi tempat yang luas untuk terus maju mendekati tempat para pejabat kecamatan dan desa yang sudah menunggu di dalam tenda.

Perlahan-lahan kelompok kami memasuki tenda dan diarahkan untuk berhenti persis di depan tempat duduk camat dan para kepala desa. Warga yang berkumpul di sekitar tenda semakin padat.

Kami mulai panas karena akses udara sudah ditutupi kerumunan warga. Ditambah lagi bahan dari baju yang dipakai ini juga panas. Keringat mulai mengucur di badan ketika Pak Camat memerikan kata sambutan.

Karnaval pakaian adat sekarang (Sumber: Sindonews.com)
Karnaval pakaian adat sekarang (Sumber: Sindonews.com)

Kami hanya berdiri sambil mendengarkan pidato para pejabat dari kecamatan dan desa. Waktu itu belum ada air mineral kemasan seperti sekaran, jadi kalau haus harus ditahan sampai acara selesai. Maka kami pun terjebak dalam udara yang panas dan rasa haus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun