Ketika para pendekar bayaran yang diundang Sengkuni mengganggu seorang emban, Kartamarmo muncul sebagai pahlawan.Â
Sejelek apapun ia sebagai kurawa namun jiwa ksatrianya ternyata masih tersisa.
"Anakku ngger Kartamarmo, kau sudah berbuat tepat," berkata Sengkuni yang licik itu "kau telah melakukan kuwajibanmu."
"Tapi kau juga mempunyai kuwajiban lain yang juga harus dipertanggung jawabkan," tambahnya.
Wajah Kartamarmo kini menjadi kian tegang.
"Maksudku begini anakku, kau memang berkewajiban melindungi seorang wanita itu apabila kau melihatnya. Namun seandainya peristiwa ini terjadi tanpa kau melihatnya, maka tidak seorang pun yang dapat menyalahkan kau."
Tiba-tiba Kartamarmo menyahut dengan suara yang keras:
"Melihat atau tidak melihat, Paman, tetapi peristiwa ini benar-benar peristiwa yang memalukan."
"Tapi kehadiran para pemuda ini bukanlah peristiwa yang memalukan, sebab mereka didorong oleh suatu cita-cita yang jauh lebih bernilai daripada sekedar persoalan harga diri."
Orang tua itu berhenti sejenak, lalu katanya:
"Tugas kita yang mendorong untuk mengundang mereka adalah persoalan kerajaan Astina. Persoalan yang menyangkut hidup, dan mati seluruh rakyat di sini."