Cukup lama tangan Raden Palasara menempel di punggung Dewi Lara Amis.
Kedua tangan sang pekik bergetar keras seolah-olah ada aliran magnet yang menjalar ke punggung sang dewi.
Tiba-tiba dari kedua telapak tangan Raden Palasara keluar cairan lembut seperti minyak yang berbahu harum.
Semakin lama semakin banyak dan sekujur punggung serta pakaian sang dewi basah kuyub oleh cairan tersebut.
Sejenak lelaki muda itu menghentikan kegiatannya dan dengan suara lembut pula ia bertanya kepada wanita di depannya.
"Maaf tuan putri, mungkin sedikit melelahkan. Tapi itu yang harus aku lakukan demi kesembuhan tuan putri sendiri."
"Baik raden, aku mengerti. Selanjutnya aku harus bagaimana raden?"
"Tenanglah tuan putri, setelah istirahat sejenak nanti kita lakukan hal yang sama. Tapi kali ini saya harus melakukan ganti dari arah depan."
Begitulah kembali Raden Palasara meneruskan usahanya untuk menyembuhkan Dewi Lara Amis.
Dua anak manusia yang berbeda jenis kini sedang berhadapan.
Seperti yang dilakukannya tadi, kali inipun kedua tangan itu dia julurkan ke depan.Â
Ke arah dua pundak Dewi Durgandini yang sedang memejamkan mata namun hati dan sanubarinya sebagai seorang perempuan tengah tumbuh perasaan yang berbeda.
Sang dewi telah terkesima oleh keikhlasan dan keteguhan hati penolongnya.
Dan kali inipun saat lelaki itu tiba pada puncak kekuatan do'anya maka kedua tangannya kembaki bergetar hebat, bahkan lebih keras dari yang pertama tadi.
Alangkah kagetnya lelaki muda itu ketika gadis yang ada di depannya itu tiba-tiba saja pingsan dan tubuhnya tergeletak lemas di pangkuannya.Â
Tubuhnya basah kuyub dipenuhi oleh cairan murni yang berasal dari telapak tangan sang Palasara.***
(bersambung)