Mohon tunggu...
Taufiq Ahmad Romdoni
Taufiq Ahmad Romdoni Mohon Tunggu... Ilustrator - Pemikir

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

(Eks-) Menteri Edhy Prabowo Itu Dinantikan Nelayan

26 November 2020   07:28 Diperbarui: 26 November 2020   13:39 3211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ANTARA foto/Wahyu Putro A (sumber:kontan.co.id)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu 25 November 2020 telah menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, sebagai tersangka kasus korupsi. 

Menteri Edhy ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait perizinan tambak, usaha atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

Selain Menteri Edhy, KPK juga menetapkan 7 tersangka lainnya. Penangkapan ini kemudian menjadi buah bibir di masyarakat dan media hingga saat ini. 

Ramainya perbincangan mengenai penangkapan Menteri KKP ditunjukkan dengan ramainya perbincangan di media sosial seperti twitter dan instagram.  Media twitter kemarin (24/11/2020) diramaikan dengan trending topic Menteri KKP.

Selain Twitter, jagad media sosial Instagram diramaikan dengan komentar warganet pada kolom komentar akun instagram Kementerian Kelautan dan Perikanan yang keceewa atas kasus penangkapan tersebut. 

Ramainya perbincangan warganet menunjukkan bahwa terdapat kekecewaan masyarakat terhadap Menteri Edhy beserta kebijakan ekspor benih lobster.

Seperti telah diketahui, Menteri KKP periode Jokowi-Ma'ruf telah membuka keran untuk melakukan ekspor benih lobster. Pada periode menteri sebelumnya, Susi Pudjiastuti, melarang kegiatan ekspor benih lobster dengan alasan pelestarian sumber daya lobster. 

Kebijakan Menteri Edhy mengenai ekspor benih lobster memang telah memicu perdebatan di masyarakat. Sebagian besar masyarakat bersikap kontra terhadap kebijakan ekspor benih lobster. Namun saat itu Menteri Edhy tetap bersikeras untuk tetap menerbitkan kebijakan ekspor benih lobster. 

Ditangkapnya Edhy atas kasus korupsi ekspor benih lobster, menunjukkan bahwa kekhawatiran masyarakat atas kebijakan tersebut memang benar.

Kembali ramainya isu mengenai ekspor benih lobster ini, saya selaku mahasiswa perikanan ingin kembali sedikit membahas mengenai kebijakan tersebut. Isu mengenai lobster ini memang sangat debatable atau memicu polemik pro dan kontra. 

Konservasionis seperti Menteri Susi akan memandang bahwa ekspor benih lobster merupakan kebijakan yang tidak mementingka kelestarian biota. 

Namun bagi kalangan pro yang mungkin dilatar belakangi oleh kepentingan ekonomi, akan memandang bahwa ekspor benih lobster akan menguntungkan dan tetap lestari asalkan tetap memerhatikan kaidah pelestarian seperti yang telah diatur dalam persyaratan. 

Bagi sebagian masyarakat awam yang tidak terlibat langsung dalam dunia perikanan mungkin lebih cenderung memihak kontra dan bersikap konservatif. Hal ini ditujukan dengan banyaknya dukungan terhadap Menteri Susi yang menginginkan kembali beliau sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

Namun hal yang membuat saya sedikit terbuka wawasan adalah ketika saya melakukan survei penelitian pada bulan Oktober 2020 lalu. Saya melakukan survei wawancara terhadap nelayan Palabuhanratu, Sukabumi untuk keperluan tesis saya. 

Saya terkejut bahwa nelayan yang saya wawancarai tidak menyukai kebijakan Menteri Susi yang melarang ekspor benih lobster. Mengapa mereka berpikir demikian? 

Perlu diketahui bahwa nelayan yang saya wawancarai adalah nelayan kecil dengan ukuran kapal tidak lebih dari 30 GT. Saat ini mereka mengalami kesulitan mencari ikan karena telah terjadi kondisi penurunan stok ikan karena terjadi penangkapan yang berlebihan (over fishing). 

Mereka berdalih bahwa telah terjadi penangkapan ikan secara berlebihan oleh kapal-kapal besar sehingga mereka merasa hasil tangkapan bagi nelayan kecil menjadi menurun. Oleh karena itu saat ini nelayan kecil di Palabuhanratu lebih banyak yang menangkap benih lobster. 

Kebijakan Menteri Susi sebelumnya yang melarang ekspor benih lobster menyebabkan usaha nelayan menangkap benih lobster menjadi terhambat. Berdasarkan diskusi yang saya lakukan, sebetulnya mereka sedikit bersyukur atas dibukanya kembali keran ekspor benih lobster. 

Nelayan Palabuhanratu yang saat ini mengalami penurunan hasil tangkapan ikan, menjadi sedikit lega karena mereka bisa menambah penghasilan dari kegiatan menangkap benih. Hasil tangkapan benih tersebut kemudian nelayan jual kepada pihak yang akan melakukan ekspor.

Saya merasa ada keterkaitan antara kasus korupsi Menteri Edhy dan hasil diskusi saya dengan nelayan. Secara ekonomi, ekspor benih lobster ini memang  menjanjikan prospek yang sangat besar. 

Namun kebijakan ini memang rawan celah korupsi karena terkait penunjukkan perusahaan yang yang melakukan ekspor. Buktinya penangkapan Menteri Edhy menunjukkan bahwa terjadi suap untuk membagi-bagi kue proyek penunjukkan perusahaan ekspor benih. 

Lalu bagaimana dengan nelayan? Tentu nelayan yang saya maksud adalah bukan nelayan secara umum, tetapi nelayan yang saya temui dalam wawancara ini. 

Nelayan yang saat itu merasa lega karena dibukanya keran ekspor benih lobster mungkin saat ini akan merasa kaget dengan penangkapan Menteri Edhy. 

Bagaimana tidak? Nelayan tidak menyadari bahwa telah terjadi permainan atas usaha ekspor benih lobster ini. Menteri Edhy yang kemarin dinanti mungkin saat ini akan dicaci.

Kemudian bagaimana dengan kelanjutan kebijakan ekspor benih lobster setelah penangkapan "berjamaah" oleh KPK?  Saya pikir ini menarik untuk ditunggu soal kelanjutan kebijakan ini apakah akan tetap dilanjutkan atau tidak. 

Perdebatan mengenai pro dan kontra kebijakan ekspor benih lobster perlu dibuka kembali dengan melibatkan para ahli, pengusaha, pengambil kebijakan dan kita masyarakat umum. 

Melihat terbuktinya adanya celah korupsi pada kebijakan ini seharusnya kebijakan ekspor benih lobster dihentikan. Selain itu kepentingan konservasi sumber daya lobster pun perlu dipertimbangkan. 

Namun perlu diperhatikan juga mengenai dunia usaha ekspor benih lobster yang mungkin akan terdampak jika kebijakan ini dicabut. Nelayan yang saya temui mungkin akan merasa terhambat lagi jika kebijakan ini dihentikan kembali. 

Namun melihat Menterinya membeli jam tangan Rolex dari hasil suap ekspor benih sih seharusnya para nelayan penangkap benih lobster pikir-pikir kembali. Masa mereka tetap miskin, pejabatnya makin kaya? Iya kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun