Mohon tunggu...
Warisan Literasi Mama
Warisan Literasi Mama Mohon Tunggu... Freelancer - Meneruskan Warisan Budaya Literasi dan Intelektual Almarhumah Mama Rohmah Tercinta

Mama Rohmah Sugiarti adalah ex-writerpreneure, freelance writer, communications consultant, yogini, dan seorang ibu yang sholehah dan terbaik bagi kami anak-anaknya. Semoga Mama selalu disayang Allah. Alfatihah.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Gibran Polah Jokowi Kepradah, Menang Ra Kondang Kalah Ngisin-isini

21 Juli 2020   15:00 Diperbarui: 22 Juli 2020   10:20 3354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga membubuhkan tanda tangan dukungan terhadap putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka maju Pilkada Solo 2020 di Jalan Bhayangkara Solo, Jawa Tengah, Minggu (3/11/2019). (Foto: KOMPAS.com/LABIB ZAMANI)

Filosofi Jawa selalu kental mewarnai segala tindakan dan aktivitas Presiden Joko Widodo (Jokowi), baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pemerintahan.Karena kentalnya filosofi Jawa itulah maka Jokowi kelihatan genuine, merakyat, bijak, berwibawa dan banyak dicintai masyarakat.

Tak heran jika dukungan kepadanya selalu solid dan kuat tak perduli meskipun banyak serangan kampanye negatif bahkan kampanye hitam menghantamnya.

Secara pribadi figur Jokowi bisa dibilang tangguh dalam pesona sikap-sikap kejawaanya yang secara  spontan selalu mewarnai sebagian besar tindak-tanduknya.

Meskipun kental dengan ajaran dan sikap yang menggambarkan teladan adi luhung filosofi Jawa, namun Jokowi tidak terjebak dalam sikap cauvinis dan lokalistik. Dengan mengadopsi keunggulan budi sikap ksatria Jawa, Jokowi justru bisa dikenal sebagai tokoh yang sangat nasionalis, egaliter dan menghargai keberagaman bangsa Indonesia.

Ketika Jokowi mampu tampil sebagai figur pemimpin beraroma keluhuran budaya dan filosofi Jawa yang mulia, maka tantangan  muncul dari orang-orang yang ada di sekitarnya.

Kapabilitas para pembantunya seperti para menteri dan pejabat-pejabat lainnya harus mampu mengimbangi keteladanan dan semangat yang dimiliki Jokowi. Pun dengan orang-orang dekat seperti  keluarga dan kerabat-kerabat dekat yang ada di sekitarnya.

Sebagai seorang pemimpin, kebaikan dan keburukan para orang dekatnya merupakan tanggung jawabnya juga. Karena itu baik buruknya kinerja, performa dan mentalitas mereka akan menjadi nilai baik dan buruk pemimpinnya juga.

Pun kasus tuduhan membangun dinasti politik yang kini tengah panas dituduhkan kepada Jokowi. Jika dicermati kasus ini bisa dikupas dengan menggunakan  pisau filosofi Jawa yang ada dalam petatah-petitih (peribahasa) yang sudah cukup populer dalam masyarakat.

Pertama yaitu "Ajining Diri Ana Ing Lathi". Filosofi Jawa yang baru-baru ini viral sebagai lagu bertitel " Lathi" hingga dunia internasional ini, memiliki pendalaman makna yang tepat dengan fenomena tuduhan dinasti politik pada Jokowi sekarang.

Benar bahwa kehormatan atau kemuliaan seseorang terletak pada lidah atau ucapannya.

Ketika putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka diketahui berkeinginan maju pada Pilwalkot Solo 2020 sekarang, maka jangan disalahkan jika khalayak maupun media mengungkit kembali perkataan yang pernah diucapkan Gibran maupun Jokowi sendiri.

Beberapa waktu lampau Gibran pernah menyatakan dirinya sama sekali tidak berminat dan tidak mau terjun ke dunia politik untu mengikuti jejak ayahnya. Bahkan Gibran yang merasa tidak memiliki kemampuan politik tersebut menyatakan kasihan rakyat jika dirinya terjun ke politik.

Tentu saja pernyataan Gibran tersebut tersimpan manis dalam berita media mainstream maupun sekedar jejak digital semata.

Terkait hal ini Jokowi pun menegaskan hal yang sama. Dirinya tidak akan menarik keluarganya untuk terjun ke politik dan memberi kebebasan untuk memilih jalan hidup mereka masing-masing.

Dus, karena itulah ketika Gibran akhirnya dipastikan terjun ke politik dengan maju sebagai Kandidat Wali Kota Solo pada Pilkada 2020 sekarang, Jokowi harus berdarah-darah untuk memberikan klarifikasi.

Sayangnya klarifikasi Jokowi bahwa majunya Gibran itu merupakan dorongan dari rakyat dan rakyatlah yang menentukan terpilih atau tidaknya nanti tanpa  ada sedikitpun campur tangan presiden, tidak bisa diterima begitu saja oleh publik.

Meskipun penjelasan Jokowi cukup masuk akal, lagi-lagi kembali kepada filosofi "Ajining Diri Ana Ing Lathi". Majunya Gibran pada Pilkada 2020 kali ini tetap dianggap menggerus "ajining diri" karena mengingkari kata-kata yang pernah diucapkan sendiri.

Anak Polah Bapa Kepradah

Berlaga di Pilwalkot Solo 2020, Gibran sudah mendapatkan restu Jokowi - Sumber Foto: https://www.gesuri.id/ 
Berlaga di Pilwalkot Solo 2020, Gibran sudah mendapatkan restu Jokowi - Sumber Foto: https://www.gesuri.id/ 

Mau tidak mau, ambisi atau keinginan Gibran untuk berlaga pada Pilwalkot Solo 2020 kali ini harus mengorbankan kredibilitas ayahnya yaitu Jokowi.

Istilah jawanya, "Anak Polah Bapa Kepradah". Karena tingkah polahnya Gibran yang tiba-tiba memutuskan untuk maju sebagai Cawalkot Solo pada Pilkada 2020 sekarang, maka Jokowi pun harus ikut "kepradah" atau terciprat masalah.

Apa pun kilah Jokowi, apa pun alasan yang diungkapkan, apa pun klarifikasi yang dipaparkan, tetap saja Jokowi harus menerima masalah yang menimpanya.

Mau tidak mau polah Gibran ini terpaksa menjadi masalah yang cukup serius bagi kredibilitas Jokowi.

Untungnya hal ini terjadi pada periode kedua pemerintahan Jokowi. Sehingga baik atau pun buruk tidak terlalu bermasalah karena Jokowi memang sudah tidak bisa maju menjadi presiden kembali.
 
Boleh jadi hal ini juga yang menjadi salah satu pertimbangan Gibran ketika nekat mencalonkan diri. Entah dianggap baik atau pun buruk dirasa tidak begitu berpengaruh pada Jokowi.

Hanya dianggap aji mumpung atau memanfaatkan kesempatan yang ada dalam artian kurang positif. Mungkin akan lebih aman lagi dan Jokowi tidak akan terlalu kepradah jika Gibran mau bersabar diri, untuk maju ketika Jokowi sudah pensiun nanti.

Kalah Ngisin-Isini

Karena disinyalir memanfaatkan filosofi aji mumpung, yaitu memanfaatkan kesempatan emas ketika ayahnya Jokowi masih menjabat, memiliki kuasa, pengaruh dan wibawa, maka sebenarnya pencalonan Gibran ini tidak memiliki nilai kebanggaan apa-apa.

Artinya jika Gibran berhasil memenangkan pertarungan Pilwalkot Solo kali ini, itu akan dianggap wajar-wajar saja. Dianggap biasa-biasa saja karena sudah selayaknya Gibran yang notabene merupakan anak seorang Presiden yang tengah berkuasa maka sudah semestinya dirinya memenangkan pertarungan tersebut.

Pasalnya diakui atau tidak, banyak sumberdaya, semisal publikasi media, bantuan dan pengaruh kharisma sang ayah yang akan membantu membuat orang-orang memilihnya.

Istilah bahasa jawanya adalah "menang ora kondang" yang artinya menang tidak akan ternama. Justru jika Gibran yang kalah dalam percaturan Pilwalkot kali ini, maka hal itu akan menjadi aib yang sangat memalukan. Istilah jawanya "Ngisin-isini" yang artinya membuat malu.

Jadi majunya Gibran pada Pilwalkot Solo 2020 kali ini sebenarnya bisa dikatakan hal yang tidak membanggakan bahkan beresiko fatal. Belum lagi kalau kali ini Gibran akan berhadapan dengan kotak kosong. 

Pasalnya hampir semua partai politik mendukung pencalonan Gibran sehingga tidak ada calon lain yang memiliki kuota dukungan partai untuk bisa maju menjadi pesaingnya.

Kalau benar-benar sampai kalah melawan kotak kosong, apa kata dunia nanti?  Sungguh akan menjadi pengalaman yang sangat "ngisin-isini". Pengalaman yang tentunya memalukan bukan bagi Gibran sendiri melainkan juga bagi keluarga besar Jokowi.

Namun Gibran sepertinya tak harus mengkhawatirkan terjadinya kemungkinan terburuk tersebut. Bukanlah pertarungan yang dijalani Gibran tersebut hanyalah untuk Solo semata. 

Apakah mungkin warga solo yang notabene telah terbukti selalu total mendukung Jokowi sejak menjadi Wali Kota hingga berhasil menjabat Presiden dua kali tersebut akan tega mempermalukan keluarga tokoh yang mereka banggakan? 

Tentunya kemungkinan itu sangat kecil, meskipun kita tahu bahwa dalam politik sekecil apapun kemungkinan itu, selalu mungkin untuk terjadi. Tabik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun