Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Banjir Sertifikat Tanpa Faedah

7 Juni 2020   06:47 Diperbarui: 9 Juni 2020   04:34 1441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Dok. Pribadi

Oleh sebab itu, inisiatif penyelenggara acara ini sudah pantas mendapatkan penghargaan dan apresiasi dalam membantu anggotanya. Terlebih, sertifikat ini memiliki nilai SKP (Satuan Kredit Point) yang dibutuhkan guna memperpanjang Surat Tanda Registrasi (STR) yakni sebanyak 25 SKP. 

Setidaknya, dengan mengikuti cukup 8 kali pertemuan saja, akan bisa terpenuhi SKP nya. PPNI hingga tanggal 6 Juni 2020 kemarin sudah menyelenggarakan 28 kali Zoominar. Setiap hari PPNI rata-rata mengeluarkan sertifikat sejumlah 17.011 buah sertifikat bagi anggotanya.

Pertanyaannya adalah, dengan membanjirnya perolehan sertifkat ini, apa dampaknya terhadap profesional?

Indonesia ini adalah negeri sertifikat. Di Indonesia ini mau ke mana-mana, biasanya diminta surat sakti ini. Mulai dari pengurusan KTP, kelahiran, mendirikan badan usaha hingga perolehan pekerjaan. 

Di era wabah Corona ini, yang paling dibutuhkan orang adalah bagaimana bisa bertahan hidup dengan memperoleh pemasukan rutin atau tambahan. Dengan memiliki sertifikat, diharapkan bisa mendongkrak peningkatan taraf kesejahtaraannya. Sertifikat dianggap bisa membantunya. Apa bisa?

Dalam perolehan pekerjaan, sangat umum yang namanya HRD melihat sertifikat apa saja yang dimiliki oleh kandidat. Untuk bekerja sebagai perawat di industry misalnya, selain berijazah, kandidat biasanya diminta untuk memiliki sertifikat: STR, pengalaman kerja, BTCLS, ALS dan K3. Sertifikat-sertifikat lainnya seperti seminar, jarang 'dilihat'. 

Untuk bekerja sebagai perawat Homecare sebagai contoh lainnya, selain Ijazah dan STR, sertifikat yang mendukung adalah pengalaman kerja, pelatihan Homecare, BTCLS, BLS, atau surat relevan lainnya seperti sertifikat Diabetes, IGD, ICU, Woundcare, Dialisis dan sejenisnya. Bukan dalam bentuk sertifikat seminar.

Bedanya sertifikat seminar dengan sertifikat pelatihan adalah pada penekanan kompetensi. Sertifikat seminar hanya fokus pada perolehan ilmu pengetahuan (Cognitive). Sertifikat Pelatihan ditekankan pada aspek keterampilan (psychomotor). 

Aspek pengetahuan bisa diperoleh cukup dengan membaca dan kadang butuh sedikit penjelasan. Hanya menggunakan daya ingat (memori), kita sudah dapat tambahan ilmu. Sedangkan aspek keterampilan butuh bukan hanya ilmu, tapi juga keikutsertaan fisik, minimal dengan menggunakan tangan.

Orang kerja itu membutuhkan keterlibatan anggota tubuh. Minimal kedua tangan. Maka sertifikat yang mengandung aspek keterampilan otomatis jauh lebih laku untuk dijual daripada sertifikat yang hanya menekankan perolehan ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu sertifikat seminar yang bisa diikuti oleh ribuan orang, pesertanya bisa join sambil 'tiduran'. Berbeda jauh dengan 'sertifikat pelatihan' yang jumlah partisipannya sangat terbatas. Idealnya, hanya 8-10 orang.

Dari sini jelas. Nilai sebuah pelatihan, walaupun tanpa sertifikat, yang diikuti oleh 8-10 orang, akan beda hasil dan nilainya dengan seminar, meskipun ber-SKP, namun diikuti oleh ribuan peserta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun