Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mendobrak Kiblat Bisnis Perawat di Tengah Corona

25 Mei 2020   08:45 Diperbarui: 26 Mei 2020   11:34 1912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nining (45), salah seorang perawat khusus covid-19 RSUD Soekardjo Tasikmalaya sedang memakai hazmat saat hendak merawat pasien corona di ruang isolasi, Rabu (22/4/2020).(KOMPAS.COM/IRWAN NUGRAHA)

Perubahan business mindset di tengah wabah Covid-19 ini sungguh massive. Dalam tahap awal, sangat terasa. Dari sisi profesi keperawatan tidak terkecuali. 

Dulu, saat masih duduk di bangku kuliah, saya amati di negeri ini, selalu ada mahasiswa di usia muda yang menggeluti bisnis. Terlepas dari besar kecil ukuran bisnisnya, kegiatan semacam ini layak mendapatkan apresiasi. Bahwa ide memang tetap berkembang betapapun manusia hidup dalam kukungan. This is not about money!

Secara umum, dunia pendidikan keperawatan tergolong terlambat menjemput fenomena bisnis. Secara umum perawat tidak diajar bagaimana berbisnis. 

Lulusan perawat rata-rata dididik untuk langsung bisa kerja di RS, klinik, atau balai kesehatan. Beberapa tahun belakangan ini saja muncul mata kuliah entrepreneurship.

Itupun, masih bisa dihitung dengan jari, kampus yang mengajarkan materi kuliah ini secara intensif. Terlebih, diberikan materinya diberikan oleh dosen yang bukan pelaku bisnis. 

Materi bukan diberikan oleh ahlinya. Padahal, entrepreneurship bukan sekadar berbisnis menjual produk dan dapat untung. It is about idea, expertise and selling skills.

Profesi keperawatan sangat merasakan makna bisnis ini setelah adanya corona. Betapa penting makna ide dan kreativitas dalam bisnis. 

Ide sangat penting, lantaran tidak seharusnya ada pembatasan terhadap ide perkembangan profesi. Terbatasnya ruang lingkup bisnis dalam dunia klinisi akan mematikan praktisinya.

Benar bahwa cikal bakal keperawatan di Indonesia ini bermula dari dunia kedokteran. Namun, sesudah besar, mestinya keperawatan harus berani menentukan nasib serta diri sendiri. 

Kreativitas juga demikian, perawat dituntut mampu mengembangkan potensi ilmu dan pengetahuan yang diperoleh agar tidak terkurung dalam paradigma lama dalam dunia kerja.

Selama ini, konsep klasik pendidikan keperawatan kita, "mengekor" profesi kedokteran. Inilah yang membuat ide dan kreativitas perawat "mati‘. 

Perawat cenderung mengcopy dan paste apa yang dilakukan oleh profesi kedokteran. Sikap ini tidak lebih adalah mematikan ide profesi itu sendiri. Misalnya, materi-materi kuliah yang selama ini diajarkan, mayoritas masih mendompleng apa yang ada dalam dunia kedokteran. Keperawatan Ilmu Penyakit Dalam, Bedah, Anak, Kebidanan, Kesehatan Jiwa, Komunitas adalah contoh konkritnya. Jika demikian, apa ini esensi keperawatan? 

Jika ini esensinya, maka jangan disalahkan masyarakat yang menganggap bahwa perawat kita bukanlah partner profesi sebelah ini, tetapi "pembantunya".

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Mestinya, ide-ide keperawatan dalam pandangan entrepreneurship bisa maju dan dikembangkan. Dunia pendidikan keperawatan sudah sampai pada level doktoral dan professor. Artinya, perawatan di Indonesia seharusnya bisa maju dan berkembang dengan mendirikan laboratorium bisnisnya sendiri. Dunia keperawatan kita mestinya lebih matang dan jauh lebih dewasa di usia kemerdekaan yang lebih berada di usia 75 tahun ini.

Agar tidak terkesan sama saja, keperawatan sekarang ini dengan 30-40 tahun silam. Dengan adanya sentra laboratorium bisnis keperawatan (Central of Nursing Business Laboratory) misalnya kita bisa maju tanpa harus ngirim mahasiswa ke luar negeri yang mengeluarkan biaya besar. Kita bisa kembangkan sendiri melalui ide-ide bisnis ini. Bukan hanya klinisi.  

Business expertise adalah keahlian dalam menggerakkan profesi, yang satu ini kita masih belum punya banyak. Dikatakan Business expert, dalam kamus, manakala sudah menjadi seorang ahli, pakar. Setingkat S3. 

Kita masih "miskin" pakar, expert terkait bisnis profesi. Doktor keperawatan jumlahnya masih bisa dihitung. Kehadiran doktor yang murni "berdarah" keperawatan diharapkan mampu mempertajam fokus keperawatan dalam kaitannya dengan bisnis ini, bukan dibayang-bayangi dunia kedokteran. 

Persoalannya, jebolan S3 kita masih ndompleng, memiliki "bapak angkat" profesi sebelah. Bisa dimengerti, apabila langkanya bisnis keperawatan, karena jalannya profesi kita masih merangkak. Era bisnis keperawatan masih klasikal. The question is: Sampai kapan?  

Kedokteran identik dengan dunia orang yang sakit yang membutuhkan obat. Area keperawatan tidak demikian. Keperawatan mencakup sehat sakit. 

Perawat tidak hanya merawat orang sakit, namun juga memelihara, mempertahankan serta meningkatkan orang sehat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Badan Kesehatan se-Dunia (WHO). 

Keperawatan mestinya bisa dikembangkan, ke arah bukan hanya yang merawat orang sakit, namun juga yang sehat. Karena itu, expertise business atau istilah kerennya entrepreneurship ini diharapkan mampu merambat ke dunia sehat. Sebagai contoh, perawatan yang semula sifatnya umum, bisa mengerucut ke yang lebih spesifik.

Keperawatan bisa menyentuh spesialisasi ke kulit, mata, telinga, rambut, jari-jari dan kuku, mulut dan gigi, hingga keperawatan eliminasi bagi orang sehat. 

Konsep ini bakal melahirkan perawat-perawat spesialis, tanpa harus menuntut ilmu yang lama yang berbau ke rumah-sakitan. Jika spesialis kecantikan wajah saja bisa mempelajari ilmunya hanya dalam waktu 6 bulan, mestinya perawat juga demikian.

Lahirkan perawat spesialis yang ngurusi orang sehat. Di era Covid-19, akan banyak kebutuhan ke sana. Mulai dari homecare hingga konsultasi klinis. 

Perawat bisa memaksimalkan manfaat Surat Tanda Registrasi dan Izin Praktiknya tidak sebatas pada RS, klinik dan balai kesehatan. Dengan orientasi yag sangat jelas: merawat, bukan mengobati.

Jadi perawat ke depan, tidak perlu repot-repot dan ngotot, kuliah selama 3-5 tahun hanya untuk mengejar predikat sarjana. 

Spesialisasinya pun sebenarnya bisa diperpendek. Lamanya perkuliahan pendidikan keperawatan salah satunya disebabkan oleh banyaknya materi-materi yang kurang fokus. Ini pula yang menyebabkan lulusannya "tumpul". Hingga sampai jenjang S3 pun, orang akan tetap mempertanyakan "expertisenya" perawat ini apa, jika kemampuan clinical skillsnya tidak terjamah.

Padahal, permintaan kerja di luar negeri selalu ke arah "spesialisasi". Ini tidak bakal menjawab kebutuhan mereka, jika jenjang pendidikan kita yang sarjana saja memakan waktu 5 tahun hanya menghasilkan "General Nursing".

Sementara selling skills (Kemampuan Menjual) tidak kalah pentingnya. Di era modern ini kita dituntut beda. Persaingan ada di mana-mana. 

Akreditasi dan sertifikasi tidak bisa dibendung. Kemampuan komunikasi nyaris jadi kebutuhan setiap orang. Bisa dimaklumi, tanpa kemampuan menjual, bisa dipastikan produk yang dipasarkan oleh professional tidak bakal terbeli.

Perawat sangat beruntung karena di tengah persaingan ketat, perawat justru tidak punya saingan. Dokter dan toko obat bukan saingan perawat. Karena area kerja perawat jelas bukan obat dan mengobati.

Perawat dituntut memiliki kemampuan merawat ditamba keterampilan yang satu ini: selling skills. Selling skills adalah mutlak dan mestinya wajib diberikan. Tidak masalah apakah perawat nanti kerja di RS, Puskesmas, Klinik, Balai Kesehatan, produk farmasi, alat kesehatan, industry dan lain sebagainya.

Seorang perawat harus mampu menjadi wakil dari produk keperawatan. Perawat harus bisa menjual produknya. Minimal, mengenalkan siapa sebenarnya professional keperawatan ini.

Selama ini masyarakat masih banyak yang awam tentang profesi keperawatan dan perkembangannya. Bahwa perawat bukan pembantu profesi lain, itu juga harus disuarakan. Wajib dikomunikasikan. Tanpa selling skills yang bagus, perawat tidak mampu mentransfer visi misinya dalam bentuk kemasan "excellent verbal advertisement" atau iklan verbal.

Kemampuan menjual yang dibungkus dalam sampul communication skills bakal mendongkrak reputasi profesi. Jangan lupa, selling skills ini harus diperkuat dengan kemampuan merajut jaringan atau networking. Tiga rumusan di atas adalah langkah konkrit dalam penataan Entrepreneurship Within the Nursing Profession.

Profesi keperawatan akan dianggap sebagai profesi melarat dan tidak bisa menolak perkembangan zaman dan tuntutan global anggotanya jika tidak memiliki kemampuan mengadopsi trend dalam bisnis. 

Jika tidak diajarkan dibangku kuliah, anggota profesi ini tidak bakal mampu merambatkan akar-akarnya kemana-mana, guna mencari peluang, agar kebebasannya berekspresi dalam berbisnis tidak terhambat. Menjalarnya tuntutan kebebasan ini akan terasa di era Covid-19. Ini fitrah.

Kita mungkin memiliki aturan bahwa ada batasan bisnis dalam berprofesi. Kita bisa bikin aturan njlimet dengan syarat ketat untuk mendefinisikan makna professional handal. Namun kita harus sadari, bahwa ide individual tidak bisa dikekang. Ide profesional dituntut berkembang sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman. 

Cepat atau lambat, perawat Indonesia akan beda gerakannya dalam berbisnis, tanpa mampu dikendalikan oleh regulasi yang sempit. Era Corona-19 jelas menjadi tantangan berat. Perawat wajib berbisnis jika ingin survive.

Malang, 25 Mei 2020
Ridha Afaz

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun