Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Baca cerita terbaru saya disini : https://www.wattpad.com/user/Reypras09

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Apakah Menulis Harus Mengikuti Keinginan dan Standar Pembaca?

5 November 2020   13:43 Diperbarui: 6 November 2020   19:37 1129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menulis (Sumber: unsplash.com/Nick Morrison)

Sebagai penulis, tugas utama kita adalah memuaskan para pembaca. Namun bagi para penulis pemula yang baru belajar menulis, seringkali mereka ragu-ragu apakah tulisan mereka akan disukai dan banyak dibaca atau tidak.

Alasan yang biasanya muncul adalah, "Duh gue belum pede, tulisan gue jelek masih belajar." Atau, "Nanti kalau gue nulis ada yang baca enggak yah kira-kira?." 

Padahal menulis adalah aktivitas yang paling mudah dilakukan. Kita hanya tinggal duduk, lalu menuliskan apapun yang kita pikirkan dan rasakan. Itu pengertian menulis secara fundamental.

Masalahnya, tiap penulis memiliki motivasinya masing-masing. Ketika sedari awal kita memiliki motivasi menulis yang kurang kuat, maka biasanya kita akan berhenti ditengah jalan. Kita perlu motivasi dan tujuan menulis yang kuat sehingga kita bisa terus menulis secara konsisten.

Seperti apa yang banyak ditakutkan oleh para penulis pemula, ketika hendak menulis biasanya mereka takut kalau tulisannya dibilang jelek, takut tulisannya tidak disukai, takut tulisannya tidak ada yang baca dan ada yang mengkritik. Ketakutan-ketakutan seperti itulah yang akhirnya membuat mereka tidak kunjung menulis.

Pertanyaannya, sebagai penulis perlu enggak sih kita menulis sesuai keinginan pembaca?

Jawabannya adalah tidak perlu. Kita tidak perlu menulis sesuai keinginan pembaca. Justru kita harus menulis sesuai keinginan kita sendiri. Ya, tulislah apa yang memang ingin kita tulis, jangan takut tulisan itu dibilang jelek, atau tidak disukai. Menulislah karena memang anda ingin menuliskan itu.

Sebelumya saya ingin bercerita dulu, pada 31 Oktober kemarin, saya berkesempatan mengikuti kelas menulis cerita online yang diadakan oleh Raditya Dika. 

Ya, pasti tahu kan? Siapa dia? Si penulis serba bisa itu. Hanya dengan seratus lima puluh ribu rupiah, selama dua jam saya biasa puas mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang dia bagikan. 

Banner kelas menulis Raditya Dika (Sumber: via official Loket.com)
Banner kelas menulis Raditya Dika (Sumber: via official Loket.com)
Dalam sesi tanya jawab, ada salahsatu peserta yang bertanya kira-kira begini, "Bang saya pengen jadi penulis, tapi saya masih takut tulisan saya dibilang jelek, takut tulisannya gak ada yang baca, gimana cara ngatasinnya bang supaya saya bisa lebih pede". Ujar si penanya di kolom Q&A.

Apa jawaban Raditya Dika? Sungguh mengejutkan, dia hanya menjawab singkat namun tegas, "Enggak usah peduli!." Lalu dia melanjutkan, "Menulis itu adalah pekerjaan yang paling egois, jadi ngapain mikirin orang lain."

Tapi kemudian si moderator bertanya, "Bukannya kita menulis itu untuk pembaca ya bang?" Bang Radit menjawab, "Iya memang kita menulis itu untuk dibaca, untuk pembaca, tapi seenggaknya kita suka sama tulisan kita sendiri. Kalau kita suka sama tulisan sendiri, paling tidak ada satu orang manusia yang seleranya sama dengan kita, akan suka sama tulisan kita."

Maksudnya begini, Kalau kita mau nulis, ya nulis aja. Tidak perlu menulis sesuai keinginan pembaca. Tapi kita menulis untuk menyenangkan diri kita sendiri. 

Awalnya kita menulis untuk diri sendiri dulu, kita udah suka belum sama tulisan kita? Coba baca tulisan hasil sendiri, kalau kita saja enggak suka sama tulisan kita sendiri, apalagi orang lain?  Mungkin lebih enggak suka lagi.

Tapi ketika kita suka sama tulisan sendiri, tertarik sama tulisan sendiri, bangga dengan tulisan sendiri, ketika misalnya ada orang yang tidak suka dengan tulisan kita, ya tidak masalah. 

Yang terpenting kita sudah suka sama tulisan kita sendiri. Jadi kita tidak butuh validasi dari orang lain. Karena kita menulis untuk menyenangkan diri sendiri.

Karena kalau kita suka sama tulisan kita sendiri, nanti juga akan ada orang yang seleranya sama, cara berpikirnya sama dengan kita, akan ikut suka juga dengan tulisan itu. 

Masak sih, tidak ada satu orang pun dari milyaran manusia di bumi ini yang seleranya sama dengan kita? Minimal, pasti ada satu atau dua orang yang selera dan cara berpikirnya sama dengan kita.

Ariel NOAH sedang manggung. (Sumber: KOMPAS.com/Revi C Rantung)
Ariel NOAH sedang manggung. (Sumber: KOMPAS.com/Revi C Rantung)
Saya yakin, Ariel Noah ketika dia bikin lagu, dia tidak berpikir, "Duh nanti kalau gue buat lagu ini ada yang suka enggak yah?." Sepertinya sih tidak. Saya yakin dia membuat lagu sesuai dengan apa yang dia pikirkan dan rasakan saat itu. 

Dia tidak pernah peduli dengan pendengar, dia pasti membuat lagu yang memang dia suka. Toh nanti juga akan ada orang-orang yang selera musiknya sama dengan dia dan akhirnya akan ikut suka juga dengan lagu yang dia ciptakan. Begitu rumusnya.

Contohnya artikel yang kemarin saya buat tentang mengkritik sinetron. Sebelum menulis, saya tidak berpikir, "Duh nanti ada yang suka enggak yah dengan tulisan ini? Ada enggak yah yang punya keresahan yang sama dengan saya?." Saya tuliskan saja apa yang memang menjadi kegelisahan dan keresahan saya. 

Sebelum artikel itu diposting, yang penting saya sudah suka dengan artikel itu. Saya sendiri sudah senang dan nyaman membacanya. Jadi ketika artikel itu dipublikasikan, saya tidak perlu khawatir artikel itu akan disukai atau tidak, artikel itu akan dibaca banyak orang atau tidak, karena yang terpenting saya sudah puas menuliskan itu, saya sudah suka dengan tulisan saya sendiri.

Ajaibnya, ternyata banyak juga orang yang tidak suka nonton sinetron dan mempunyai keresahan yang sama dengan saya. Ada banyak orang yang ternyata merasa terwakili karena artikel itu.

Sebagai seorang penulis, kita juga jangan pernah takut dikritik. Karena ketika sebuah tulisan sudah kita publikasikan, maka tulisan itu akan sepenuhnya menjadi milik publik. Biarkan publik membuat kesimpulannya sendiri. Jadi apapun yang akan kita terima, entah itu pujian yang manis atau kritikan yang pahit, tetap harus dinikmati.

Tugas kita hanya menulis, hanya menyampaikan opini, gagasan, pemikiran atau hanya menyampaikan cerita. Apakah nantinya tulisan kita akan disukai atau tidak, akan disetujui atau tidak, ya itu sepenuhnya menjadi kebebasan pembaca.

Jadi tidak perlu tersinggung kalau misalkan ada yang tidak setuju, ada yang tidak suka, ada yang mengkritik tajam, ada yang mengomentari, tugas kita bukan meyakinkan, tapi hanya menyampaikan. Tidak perlu harus sampai ngotot memaksakan pembaca harus setuju. Tidak perlu harus sampai ngotot memaksakan pembaca untuk suka. Biarkan publik menikmati tulisan kita dengan caranya masing-masing.

Intinya adalah, menulislah karena memang ada keresahan yang ingin dirayakan, menulislah karena kita ingin menyenangkan diri sendiri. Dengan begitu, kita tidak akan pernah peduli apakah tulisan kita akan ada yang melirik atau tidak, apakah tulisan kita akan banyak disukai atau tidak. Karena kita menulis bukan untuk orang lain, melainkan untuk diri sendiri. 

Menulis adalah proses kreatif yang paling menyenangkan untuk dilakukan. Jadi buatlah motivasi yang paling sederhana, "Saya menulis karena saya suka membaca tulisan saya sendiri."

Selamat menulis...

Penulis Amatiran yang Pernah Meragukan Tulisannya Sendiri
Reynal Prasetya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun