Mohon tunggu...
Resi Aji Mada
Resi Aji Mada Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan pribadi

Pernah menjalani pendidikan bidang studi Administrasi Negara di perguruan tinggi negeri di kota Surakarta. Pemerhati isu-isu sosial, politik, dan pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menyoal Kumpulan Massa yang Dibandingkan dengan Pilkada Serentak

17 November 2020   16:00 Diperbarui: 18 November 2020   15:26 1140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kumpul-kumpul massa. (Foto oleh Gotta Be Worth It dari Pexels)

Dari berbagai pelanggaran yang terjadi selama rangkaian pilkada, apakah semua sudah diproses secara baik, benar, dan adil? Penulis rasa memang belum, harus diakui. Tetapi setidaknya ada usaha untuk mencapai hal itu. 

Dengan fakta adanya pelanggaran selama agenda pilkada dan juga proses penegakan hukum atau disiplinnya yang dirasa belum maksimal, jadi wajar dong ya kalau dijadikan perbandingan dengan kerumunan massa karena agenda lain? 

Atau jikalau kegiatan pengumpulan massa lain dilarang sedangkan agenda pilkada tetap berjalan berarti tidak adil dong ya? 

Tunggu dulu, pakai logika darimana pernyataan seperti itu? Tidakkah kita perlu berpikir dengan akal sehat dan logika yang benar? 

Penulis mulai jawabannya dengan dua pertanyaan logika sederhana. Andai ketika berkendara kawan kita menerobos lampu merah, apa berarti kita dibenarkan menerobos lampu merah? Itukah arti keadilan? Berarti kalau kawan kita tertangkap, kita harus menyerahkan diri juga ya? Kan adil, sama-sama tertangkap. 

Masalahnya ketika seseorang mengimani logika pertama, akankah dia otomatis akan mengimani logika kedua? Penulis yakin pasti tidak, kalau kawan kita tertangkap dan kita bisa lolos, ya syukur. Kan gitu pasti ya, atau malahan mengupayakan agar lolos. Jadi dimana keadilannya? 

Faktanya, logika seperti ini sering dipakai masyarakat kita, bahkan juga oleh tokoh-tokoh besar demi pembelaan dari tindakannya sendiri atau tindakan kelompok yang dia dukung. Dalam kasus pengumpulan massa, pelanggaran protokol kesehatan dibandingkan dengan pelanggaran yang lain. 

Kapan tertib sosial akan tercapai jika seseorang merasa punya hak untuk melanggar hanya karena melihat orang lain melanggar? 

Kecelakaan lalu lintas tak akan berkurang jika setiap orang merasa punya hak melanggar lampu merah hanya karena melihat orang lain melanggar hal yang sama dan tidak ditangkap.

Jika logika itu tetap dirawat dalam masyarakat, maka peraturan hanyalah omong kosong. Kenapa omong kosong? Karena satu saja ada yang melanggar, maka saya boleh dong melanggar. Dan pernyataan ini berhak keluar dari semua orang, akhirnya aturan tak berfungsi. 

Entah darimana asal mula cara berpikir ini berkembang, tetapi ketika hal seperti ini dipopulerkan oleh tokoh-tokoh nasional yang dilihat oleh banyak lapisan masyarakat, sungguh tak elok rasanya. Tidak jadi edukasi politik dan sosial yang benar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun