Mohon tunggu...
Djoko Nawolo
Djoko Nawolo Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pemerhati sosial

Sekedar menyalurkan hobi berceloteh tentang segala hal

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bukan tentang Dunia Wayang

9 Juli 2015   04:43 Diperbarui: 9 Juli 2015   04:47 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ulul Albab harus mampu menggabungkan keduanya; memikirkan sekaligus mengembangkan dan memanfaatkan hasilnya, sehingga nikmat Allah semakin bertambah. "Sesungguhnya, jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Jika kamu mengingkari (nikmat- Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih"(QS, Ibrahim, 7). Manusia akan mampu menemukan citra dirinya sebagai manusia, serta mampu menaklukkan jagat raya bila mau berpikir dan berdzikir. Berpengetahuan tinggi serta menguasai teknologi. "Jika kamu mampu menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu tidak akan mampu menembusnya, kecuali dengan kekuatan (teknologi)" (QS, Ar-Rahman, 33). 

Ulul albab juga dapat diartikan teliti dan kritis dalam menerima informasi, teori, proporsisi ataupun dalil yang dikemukakan orang lain. Bagai sosok mujtahid, ulul albab tidak mau taqlid pada orang lain, sehingga ia tidak mau menelan mentah-mentah apa yang diberikan orang lain, atau gampang mempercayainya sebelum terlebih dahulu mengecek kebenarannya. "Yang mengikuti perkataan lalu mengikuti yang paling baik dan benar, mereka itulah yang diberi petunjuk oleh Allah, dan mereka itulah ulul albab" (QS, Az-Zumar, 18). 

Inilah point yang ingin saya sampaikan, bahwa berpikir kritis atau meng-kritis-i sesuatu tidaklah serta merta dapat diartikan sebagai sebuah bentuk ungkapan kekecewaan, ketidak bersykur-an atau anti kemapanan. Justru apabila kita merujuk pada uraian diatas, berpikir kritis adalah sebuah bentuk rasa syukur atas nikmat Tuhan yang hanya diberikan kepada manusia, yaitu akal pikiran dengan menggunakannya untuk terus menerus berpikir.

Mungkin ada benarnya kalau dikatakan bahwa berpikir kritis itu sama dengan anti kemapanan, tentu saja kemapanan yang tidak tepat. Namun tidak bisa dikatakan bahwa anti kemapanan itu salah. Kalau kita mau melihat lebih jauh lagi, Tuhan saja menurunkan ayat demi ayat dalam kitab suci itu ada sebabnya (asbabun nuzul), yaitu ketika manusia berada pada kemapanan yang salah, sehingga kemudian Tuhan menurunkan wahyu kepada nabi untuk disampaikan kepada umat manusia.

Wallahu a'lam bis shawab.

 

Sapere aude...!!!

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun