Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Demi Keamanan, Jenazah Tetanggaku Dimakamkan Pukul 12 Malam

6 April 2020   22:37 Diperbarui: 15 April 2020   19:40 4044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menggali kuburan. (Sumber: KOMPAS/DIDIE SW)

"Mas, Pak Nandhir meninggal dunia." 

"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun," kataku spontan mendengar kabar yang disampaikan om Gaguk, tetangga satu gang usai sholat Isya' kemarin. 

"Meninggalnya kenapa Om?" tanyaku.

"Gak tahu Mas. Kata keluarganya sih sudah lama komplikasi. Tadi gak sempat dibawa ke rumah sakit, meninggal di rumahnya."

"Om Gaguk mau melayat?"

"Tadi sudah ke sana Mas, ini diminta tolong mengurus pemakamannya. Insyaallah besok pagi dimakamkan di pemakaman kampung kita."

"Baik Om, insyaallah sebentar saya melayat kesana," kataku mengakhiri percakapan kami.

Pak Nandhir, penjual buah di komplek perumahanku baru saja kehilangan putranya. Sekarang, dia yang menyusul dipanggil Sang Pencipta.

Malam itu, kusempatkan melayat ke rumah duka yang terletak di tepi jalan raya. Sepi, tidak banyak tetangga yang melayat. Tak kulihat tetangga-tetangga dekat yang kukenal.

Memang, pandemi Covid-19 secara luar biasa merubah adat hingga ritual keagamaan. Biasanya, ramai orang melayat tetangganya yang meninggal dunia, tak peduli hari sudah malam.

Tapi, yang kusaksikan saat itu benar-benar menyayat hati. Hanya ada segelintir orang yang peduli, yang karena tuntutan syariat Islam, diwajibkan fardhu kifayah mengurus jenazah seorang muslim yang meninggal.

Di tengah suasana sepi, di antara bisik-bisik yang terdengar jelas karena lalu lintas jalanan di depan tak ramai seperti biasa, satu pertanyaan menyelinap di pikiranku: Bagaimana dengan pemakamannya besok?

Kota Malang masih dalam status darurat kesehatan Covid-19. Meski belum resmi, protokol pembatasan sosial berskala besar sudah mulai diterapkan. Acara kumpul-kumpul tidak diperbolehkan.

Masalahnya, saat pemakaman tak mungkin bisa menerapkan protokol pembatasan sosial. Tak mungkin kami menghalangi orang-orang yang ingin mengantarkan almarhum ke tempat peristiratahan terakhirnya. Sama tidak mungkinnya kami bisa menjaga jarak antar pelayat.

Di tengah kebingungan mencari kemungkinan jawabannya, beberapa orang datang ke rumah duka. Kulihat ada Pak Ketua RW dan Ketua RT tempat pak Nandhir tinggal. Juga tak ketinggalan Pak Mudin atau penghulu kampung. Om Gaguk, tetanggaku yang biasa diminta tolong untuk mengurus pemakaman juga ikut masuk ke dalam rumah.

Karena tidak ada tetangga dekat yang bisa kuajak ngobrol, akhirnya aku pamit ke tuan rumah. Sambil mengucap dukacita dan membesarkan hati, aku hanya bisa menjawab "Insyaallah" saat putra kedua pak Nandhir bertanya apakah aku nanti ikut mengantar jenazah almarhum ke pemakaman.

Jarum jam terdiam di angka 10 saat kulihat om Gaguk melangkah ke rumahku. Tanpa basa-basi, Om Gaguk menyampaikan kabar bahwa jenazah pak Nandhir akan dimakamkan pukul 12 malam ini juga!

"Demi keamanan Mas. Tadi sudah dirundingkan sama Pak RW, Pak RT dan Pak Mudin. Keluarga juga setuju jenazah almarhum dimakamkan malam ini juga. Kata keluarga gak apa-apa. Kalau dimakamkan besok pagi, takutnya banyak yang ikut mengantarkan," kata Om Gaguk menjelaskan.

Malam itu juga, aku menemani Om Gaguk ke pemakaman kampung, memberi tahu penjaga makam sekaligus mencari orang yang mau menggali makam di tengah malam. Biasanya, ada petugas penggali makam dari kampung kami sendiri. Namun, karena kali ini kondisi luar biasa, urusan penggalian kami borongkan ke pihak luar.

Untunglah ada beberapa orang dari kampung sebelah yang sering ditugaskan menggali makam bersedia. Sekarang, tinggal mengantarkan jenazah almarhum.

Pukul 12 malam kurang sedikit, mobil jenazah dari sebuah yayasan datang ke rumah duka. Jarak rumah Pak Nandhir dan pemakaman lumayan jauh, sekitar 3 kilometer. Dalam kondisi biasa, biasanya jenazah kami antar menggunakan kereta jenazah biasa. Namun, sekali lagi saat ini kondisinya sangat berbeda.

Sebelum jenazah almarhum diberangkatkan, Pak Mudin memberi sambutan di depan pelayat dan pengantar yang bisa kuhitung dengan jari. Dalam sambutannya, Pak Mudin menegaskan, bahwa Pak Nandhir meninggal bukan karena corona. Tak perlu panik, tapi juga tidak boleh meremehkan.

Karena itu, Pak Mudin memberi pesan bahwa para pelayat harus tetap mematuhi protokol kesehatan yang sudah ditetapkan pemerintah: Jaga jarak dan cuci tangan minimal 20 detik saat pulang ke rumah masing-masing.

Pukul 12 malam, mobil jenazah diberangkatkan. Tak ada sirine, karena jalanan sepi seperti suasana pemakaman itu sendiri. Di belakangnya, kami mengiringi dengan berkendara sepeda motor.

Di area pemakaman kampung, mobil jenazah berhenti hingga batas terakhir. Empat orang kemudian menandu keranda, menuju liang lahat yang sudah digali. Sinar lampu di kejauhan menjadi penanda tempat peristirahatan terakhir almarhum.

Diiringi desahan angin yang menggesek dedaunan, jenazah diturunkan. Doa-doa pun kami lantunkan di kesunyian malam. Selesai sudah ritual pemakaman yang baru kali ini kualami sangat berbeda dengan biasanya.

Aku pikir, benar kata banyak orang, bahwa ketakutan akan pandemi Covid-19 melebihi daya bunuhnya. Beberapa pasien positif Covid-19 yang meninggal dunia ditolak pemakamannya oleh warga setempat. Padahal, badan yang sudah dikubur dalam tanah tak bisa menularkan virus penyakit. Sungguh, ketakutan mereka sangat tidak beralasan.

Akan sama halnya dengan pemakaman yang baru kuikuti ini, almarhum tidak meninggal dunia karena corona. Namun, demi keamanan, dan demi mencegah penyebaran virus corona, dengan sangat terpaksa almarhum dimakamkan pukul 12 malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun