Mohon tunggu...
YR Passandre
YR Passandre Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

menulis membaca menikmati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Perempuan Menunggu Hujan

15 November 2020   16:57 Diperbarui: 12 Januari 2021   08:56 1480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap saat kuingin bersamanya, dimana kebahagiaan kami akan terpatri lama di kerindangan hutan ini.

Aku pun terkenang keindahan hutan serimbun dulu, yang menjadi dongeng indah sebelum tidur. Meski tak pernah bertemu Koes Plus, aku hafal beberapa lagunya dan sesekali melantunkan "Kolam Susu": Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman. 

"Semoga anak panahnya hanya melukai binatang, bukan manusia," gusarku teringat busur panah di punggung Kaijai.

Di hutan ini darah sudah banyak tumpah karena persengketaan dan adu domba. Orang tiba-tiba harus berperang satu sama lain. Adik dan kakak saling buru. Orang asing tak henti-henti meniupkan fitnah untuk menjadi serigala paling berkuasa. Aku tak ingin lagi mengingat itu.

Kematian suami Mikela cukup meninggalkan kengerian, yang dibunuh hanya gara-gara protes pohon pisangnya ditebang orang dari perusahaan sawit. Kadang tak habis pikir, mengapa orang kecil seperti kami tak dilindungi? 

Oh, biarlah aku melupakannya!

Aku tersenyum melihat bunga anggrek yang tengah mekar tak jauh di depanku. Saat hujan reda nanti, aku akan memetiknya dan membawa pulang. Tapi Kaijai pasti akan melarangku mengambil tanaman secara berlebihan, karena setiap tanaman punya hak tumbuh lestari di alamnya. 

Ilustrasi (Sumber: www.nowjakarta.co.id)
Ilustrasi (Sumber: www.nowjakarta.co.id)
"Selain memberi kita rumah yang indah, hutan juga memberi kita udara segar di bumi yang makin sesak." Demikian Kaijai pernah mengumbar nasihat. "Menjaga hutan kita, berarti menolong bumi tetap bugar, Celin!."

Aku terkesan dengan panggilan "celin" yang Kaijai lekatkan kepadaku, meskipun bukan nama asliku.  Celin kependekan dari kata "ceria dan lincah". 

Kaijai tak kunjung datang. Aku makin tak sabar menunggu. Ibu mertua juga pasti akan cemas kalau kami terlalu lama berada di luar rumah. Lebih-lebih, dalam situasi yang rentan pertikaian seperti sekarang. Banyak orang enggan menerima uang ganti rugi lahan seratus ribu per hektare dari perusahaan sawit itu.

Hujan sudah pergi. Sambil memetik bunga anggrek, aku terus dilanda bimbang. "Semoga Kaijai tak bertemu orang-orang dari perusahaan sawit dan kembali bersitegang?" batinku lagi. Aku merasa tak nyaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun