Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Warga Tolak Jenazah Covid-19, Orang-orang Pintar Itu Tahunya Apa?

4 April 2020   06:20 Diperbarui: 7 April 2020   03:07 3255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keluarga pasien berdoa ke jenazah suspect virus corona atau Covid-19 di TPU Tegal Alur, Jakarta Barat, Selasa (31/3/2020). Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan dua tempat pemakaman umum (TPU) untuk memakamkan pasien terjangkit virus corona (Covid-19) yang meninggal dunia, yakni di TPU Tegal Alur di Jakarta Barat dan TPU Pondok Ranggon di Jakarta Timur. Jenazah yang dapat dimakamkan di sana, yakni yang berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) dan berstatus positif terjangkit virus corona.(KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Saya yakin, aksi warga yang tidak mau menerima jenazah berkasus covid-19 adalah wujud kekhawatiran karena takut tertular covid-19. Mereka melakuknnya spontanitas. Terlepas apakah ada oknum yang memprovokasi atau tidak.

Siapa yang tidak was-was. Boro-boro membayangkan virusnya. Melihat pakaian tim medis menangani pasien yang masih hidup saja barangkali ada yang termimpi serasa dikejar malaikat maut pencabut nyawa. 

Prosedur dan teknis penyelenggaraan jenazahnya pun sangat mengerikan. 

Tahu apa bapak-bapak elit di pusat itu. Mereka tinggal menerima laporan dari bawah terus komen. Yang diduga bikin resah keluar perintah buru, tangkap dan diadili. Yang terbebani rakyat kecil tak berdaya seperti kita-kita ini. 

Jujur, kalau saya pada posisi masyarakat tersebut, saya adalah orang nomor satu melancarkan protes ketidaksetujuan.

Tentang pernyataan beliau-beliau orang pintar di layar televisi itu, yang intinya mengatakan Covid-19 yang ada pada tubuh korbannya itu mati kalau penderitanya sudah meninggal, ini patut diragukan. 

Pengalaman saya, semasa kecil (kelas 1-2 SR), pulang sekolah disuruh menjaga adik perempuan nenek yang sakit bertahun-tahun. Maklum waktu itu saya banyak bermainnya, ketimbang membersihkan kutu di kepala si nenek. 

Beliau meninggal sesudah Maghrib. Hari dan tanggalnya saya tidak tahu. Besoknya pasukan kutu tbergerayangan pada kain penutup mayat. Setelah dimandi pun makhluk tersebut sempat merayap di kain kafan. 

Saya berspekulasi, apabila seseorang telah meninggal, mobilitas kovid-19 yang nempel di tubuh mayat beda tipis dengan kutu di kepala. Dia tidak akan mati bersama mangsanya. Kecuali dimusnahkan secara medis. Misalnya disemprot menggunakan obat/racun khusus.

Membaca informasi, penyelenggaraan mayat korban covid-19 ini sangat rapi. Sebelum dimandikan terlebih dahulu jenazah desemprot dengan cairan klorin atau disinfektan. 

Setelah dikafani (khusus Muslim) dibungkus pakai plastik kedap udara. Kuburannya digali sampai 8 meter. Lokasinya minimal 50 meter dari sumber air tanah, sekurangnya 500 meter dari pemukiman penduduk terdekat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun