Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pelarangan Wayang dalam Pandangan Saya yang Bukan Jawa

24 Januari 2017   04:12 Diperbarui: 24 Januari 2017   04:26 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kontak saya yang pertama dengan wayang atau tepatnya cerita cerita wayang adalah melalui komik bergambar sekitar tahun 60 an  ketika saya masih SD.Seingat saya komik itu tentang Mahabrata dan juga tentang Bharatayudha yang ditulis atau digambar oleh Kosasih melalui Penerbit Melodi Bandung .


Saya dengan teman teman selalu asyik membaca komik tersebut padahal kami bukan orang Jawa dan kami tinggal di Kota Padangsidempuan sekitar 400 km sebelah selatan Medan Provinsi Sumatera Utara.


Saya ingin mengandalkan ingatan masa kecil tentang wayang ini walaupun mungkin ada salah penyebutan atau salah judul tapi saya akan bercerita ringkas tentang pengetahuan mengenai cerita cerita wayang.


Amarta dan Hastina selalu kami artikan sebagai simbol perang antara kebenaran dan kebatilan.Hastina penuh dengan kelicikan dan disana ada seorang tokoh Dorna yang digambarkan berhidung panjang.Untuk kami anak anak tokoh tokoh populer antara lain Arjuna,Bima dan Gatot Kaca.Kalau Gatot Kaca digambarkan sebagai sosok yang bisa terbang dan menguasai udara dia juga punya saudara yang menguasai darat bernama Jakatwang.Arjuna kami senangi karena dia bangsawan tampan dan jago memanah serta disenangi cewek cewek.Ada juga nama Nakula dan Sadewa tapl kami tidak terlalu menganggap sebagai tokoh penting.Yudistira juga kami bicarakan karena dia adalah kakak sulung dari pandawa lima dan kesan kami kakak sulung ini seorang yang sangat bijaksana.Bima dalam ingatan saya adalah seseorang yang kuat dengan senjatanya Gada.


Saya juga masih ingat Batara Kresna dengan senjata ampuhnya Cakra dan berhadapan dengan lawannya Baladewa tapi saya lupa nama senjatanya.Kresna dalam komik sering digambarkan menaiki kereta yang ditarik oleh kuda.


Tokoh lain yang saya senangi adalah Semar karena bentuk tubuhnya yang buncit ,rambutnya hanya beberapa helai ,wajahnya selalu ketawa dan dia penuh kesaktian.


 Juga dalam kenangan saya tentang Rama dan Shinta sebuah cerita percintaan sehingga waktu itu kalau ada kakak kakak kami yang sedang pacaran dan nampak harmonis sering diberi julukan seperti Rama dan Shinta.


Maafkan saya tidak terstruktur menuliskan tokoh tokoh wayang ini karena seperti saya nyatakan sebelumnya saya hanya mengandalkan ingatan sewaktu anak anak.


Tapi ada pesan penting  disini ,pada tahun 60 an pun di kota yang penduduknya bukan dihuni komunitas Jawa cerita atau komik tentang wayang telah digemari.Secara tidak terasa komik cerita wayang telah mengajarkan sesuatu terutama tentang kebaikan .Saya dan teman teman membenci tokoh Dorna karena dia adalah sosok yang licik,mengadu domba antara kurawa dan pandawa.Sementara Arjuna,Bima dan Gatotkaca tumbuh menjadi sosok idola.


Dalam ingatan cerita cerita tentang wayang yang demikian saya terkejut membaca 2 artikel di Kompasiana yang satu ditulis oleh Gatot Swandito dan satu lagi oleh Jingga Kelana yang masing masing di posting hari ini 23 Januari 2017.Kedua artikel tersebut menginformasikan adanya beberapa spanduk di Jakarta atasnama Aliansi Muslim se Jakarta Pusat.Pada spanduk tertera kalimat " Pemutaran Wayang Kulit bukan Syariat Islam " dan juga kalimat"Menolak Dengan Keras Pemutaran Wayang Kulit".


Sama dengan yang ada pada pikiran Gatot Swandito saya juga berpikir apakah Aliansi Muslim se Jakarta Pusat ini sebuah organisasi yang riil ada dan kalau riil ada siapa saja pengurusnya dan tujuan pendiriannya untuk apa.Tetapi terlepas dulu dari eksistensi organisasi ini ada hal yang sangat menarik ketika pada spanduk dinyatakan "Pemutaran Wayang Kulit Bukan Syariat Islam".Kita semua tahu bahwa wayang kulit bukanlah syariat Islam kalau begitu kemana arah pesan yang disampaikannya.Terhadap pertanyaan inilah muncul beberapa interpretasi.


Pertama kita tahu bahwa cerita wayang atau wayang itu sendiri sudah ada di Nusantara ini sebelum masuknya Islam dan sangat dekat dengan  kebudayaan Hindu.Apakah sekarang ini sudah menguat pemahaman terutama oleh gerakan puritanisme Islam yang menolak kebudayaan yang tidak bernafaskan Islam.Kalaulah pendapat ini yang muncul maka bagaimana kebudayaan atau kesenian suku suku yang ada di negeri ini yang sudah hidup dan berkembang sebelum datangnya Islam.Kalau dicermati banyak elemen budaya yang kita miliki pada awalnya bersumber dari budaya leluhur bahkan dipengaruhi oleh kepercayaan yang diyakini nenek moyang kita sebelum masuknya agama tauhid.Berbagai tata cara perkawinan seperti di suku Mandailing seperti " mangupa" ,pemberian makanan adat kepada pengantin yang sarat dengan nasehat nasehat tidak dapat dipungkiri berasal dari kepercayaan nenek  moyang.Apakah tata cara yang demikian menjadi dilarang?.Dalam kepercayaan agama nenek moyang memang makanan adat tersebut yang terdiri dari ayam,nasi,garam,udang dan telor memang dianggap punya " daya" atau kekuatan " magis" dan hal ini bisa dianggap syirik atau menduakan Tuhan.Tapi dalam perkembangannya sesudah disesuaikan dengan aqidah Islam muncul reinterpretasi bahwa makanan adat tersebut hanya sebatas makanan biasa yang tidak punya " daya' atau kekuatan yang bersifat magis.


Kedua, selama ini dikalangan Muslim tradisional khususnya warga NU diyakini bahwa wayang salah satu medium dakwah yang digunakan Wali Songo untuk mengislamkan masyarakat di Jawa.Apakah dengan adanya penolakan terhadap wayang kulit berarti ingin memutus pendapat yang mengatakan wayang pernah digunakan sebagai medium dakwah oleh Wali Songo.


Ketiga,Nahdlatul Ulama sebagai ormas Islam terbesar di negeri ini yang oleh para pengamat dikategorikan sebagai Islam tradisional dalam 3 tahun belakangan ini sangat intens mengusung thema "Islam Nusantara". Ketua Umum PB NU Said Aqil Siraj dalam berbagai kesempatan telah menjelaskan tentang Islam Nusantara yaitu kemampuan pemeluk Islam di negeri ini untuk berdialog dan kemudian ber alkulturasi dengan budaya budaya lokal serta memanfaatkan kearifan lokal (local wisdom) untuk pengembangan Islam.Berkaitan dengan spanduk yang dipasang dibeberapa tempat apakah juga bermaksud untuk mendegradasi pemahaman Islam Nusantara nya NU.


Keempat,kemungkinan untuk membenturkan Islam Puritan dengan Islam Tradisional.Islam Tradisional adalah pemeluk Islam yang akrab dengan budaya dimana ia hidup sementara Islam Puritan yang ingin memisahkan Islam dengan budaya yang menurut anggapannya bertentangan dengan nilai nilai Islam.


Kelima,kemungkinan spanduk tersebut dipasang oleh orang atau kelompok yang belum jelas bagi kita maksud dan tujuannya.
Demikianlah pandangan saya anak bangsa yang bukan Jawa memandang arti spanduk yang terpasang dan sekali lagi mohon maaf apabila ada kesalahan saya dalam memaknai wayang termasuk wayang kulit.
Salam Kebudayaan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun