Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menulis Buku Secara Bertahap: Dari Diktat Kuliah Menjadi Buku Ajar, Lalu Buku Teks

18 November 2020   01:59 Diperbarui: 19 November 2020   11:17 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Avel Chuklanov on Unsplash

Pada dasarnya, kegiatan menulis buku adalah sebuah proses yang harus dilakukan oleh seorang pendidik di hampir semua tingkatan pendidikan. Pendidik dari tingkat PAUD hingga perguruan tinggi diharapkan memiliki buku hasil karya sendiri.

Di satu sisi, buku itu merupakan salah satu hasil dari pengalaman bekerja sebagai pendidik di bidang tertentu sesuai kompetensi masing-masing. Di sini, menulis buku merupakan salah satu kewajiban yang diminta oleh lembaga atau tertuang di dalam kebijakan di sebuah negara. 

Di sisi lain, buku juga dapat dianggap sebagai pencapaian pribadi. Buku merupakan bukti aktualisasi personal bagi seorang pengajar kepada masyarakat. 

Dalam konteks masyarakat modern, buku dapat menjadi bukti akuntabilitas -dari seorang pengajar atas gaji atau penghasilan yang telah diterima selama ini- kepada masyarakat (public accountability).

Di perguruan tinggi atau kampus, misalnya, ada banyak bentuk buku sebagai produk akhir dari kegiatan menulis. Tulisan ini mencoba memberikan fokus perhatian pada tiga bentuk buku, yaitu diktat, buku ajar, dan buku teks.

Bagi seorang pendidik atau seorang dosen, seperti saya, ketiga bentuk buku itu sangat penting untuk diketahui berkaitan dengan proses pembuatan atau penulisan yang bertahap. 

Proses bertahap ini berfungsi meringankan beban dalam proses menulis buku. Dari ketiga bentuk buku itu, yang paling ringan bebannya adalah diktat, lalu buku ajar, dan selanjutnya buku teks atau referensi. Ringan beban penulisan ini merujuk pada kelengkapan kaidah akademik yang ada pada ketiga bentuk buku itu.

Ide membuat tulisan ini berasal dari sebuah webinar gratis mengenai cara mudah menulis buku ajar dan buku teks. Webinar ini diadakan oleh Beeru Institute yang berfokus pada kegiatan-kegiatan penelitian.

Narasumber webinar ini adalah Prof. Dr. Sugiyono M.Pd. seorang dosen di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang mendapatkan penghargaan dua rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Rekor pertama sebagai penulis buku terbanyak Di bidang penelitian pada 2019 dan rekor kedua sebagai penulis buku terlaris di bidang penelitian pada 2020 ini.

Dengan pengetahuan dari webinar dan pengalaman saya membuat buku selama ini, saya coba menuliskannya di Kompasiana untuk berbagi informasi. Siapa tahu ada pembaca yang berminat membuat buku bisa menggunakan tulisan ini sebagai salah satu rujukan saja. Mungkin ada cara lain yang lebih mudah dan lebih cepat untuk menulis buku.

Fokus buku di tulisan ini adalah untuk bahan atau materi perkuliahan. Mungkin caranya sama dengan penulisan buku-buku di tingkat pendidikan lainnya. Karena latar belakang profesi saya, cara penulisan buku ini biasanya dipakai di kampus selama ini atau, paling tidak, telah dipraktekkan oleh narasumber webinar dengan capaian best seller pada beberapa buku beliau.

Tiga bentuk buku itu meliputi: pertama, diktat kuliah ini semacam catatan pengajar mengenai hal-hal penting dari sebuah materi pengajaran. Bentuknya bisa seperti catatan kuliah yang dibuat dosen.

Isinya bisa definisi, pengertian, perkembangan dari sebuah topik atau tema khusus dari sebuah matakuliah. Jika anda sempat mengenal mesin tayang ke papan tulis, yaitu OHP (overhead projector), maka diktat ini bisa merupakan bentuk tertulis dari catatan di OHP. 

Bisa juga, diktat kuliah ini merupakan bentuk lain dari catatan yang ditulis dalam bentuk file presentasi (misalnya dalam format powerpoint). Penulisan diktat biasanya bersifat singkat, lalu penjelasannya dilakukan secara langsung di pada saat pertemuan kelas.

Hampir sama dengan cara penulisan buku ajar, jika perkuliahan satu semester terdiri dari 14 kali pertemuan, maka ada setidaknya ada 14 diktat pertemuan kuliah itu.

Kedua, buku ajar merupakan buku untuk mengajar. Isi buku ajar disusun seperti topik atau tema perkuliahan di setiap pertemuan kelas. Jika satu semester ada 14 kali pertemuan, maka buku tersebut setidaknya memiliki 14 bagian atau bab. Ketentuan ini bisa bersifat fleksibel karena satu bab atau bagian bisa dipakai untuk lebih dari satu pertemuan berdasarkan pertimbangan tertentu.

Buku ajar ini sifatnya khusus dalam artian bahwa buku ajar mengenai sebuah matakuliah biasanya berlaku di program studi atau jurusan tertentu. Di kampus lain, buku ajar tentang matakuliah yang sama bisa saja berbeda karena ditulis oleh dosen lain. 

Berbeda dengan diktat, buku ajar ini biasanya sudah diterbitkan, memiliki International Standard Book Number (ISBN), dan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).

Selain itu, buku ajar cenderung bersifat lebih formal ketimbang diktat, sehingga kaidah-kaidah akademik diterapkan secara lebih ketat. Kaidah akademik itu, misalnya, buku ajar memiliki referensi lebih banyak atau lengkap

Ketiga, buku teks atau referensi merupakan buku mengenai isu khusus di dalam bidang studi atau ilmu tertentu. Seperti buku ajar, buku teks juga memiliki International Standard Book Number (ISBN), dan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) juga. Isi buku teks lebih umum, sehingga dari buku teks bisa dibuat lebih dari satu (1) buku ajar. Misalnya, buku teks berjudul ‘Politik Luar Negeri (PLN) dalam Ilmu Hubungan Internasional’. 

Buku teks ini bisa dipakai sebagai semacam buku panduan untuk beberapa buku ajar mengenai isu atau tema yang sama, namun dengan fokus atau studi kasus negara. Dari buku teks itu bisa dibuat buku ajar PLN Indonesia, PLN Rusia, PLN China, dan seterusnya. 

Dalam pengertian ini, buku teks bersifat lebih umum dan cenderung teoritis. Dalam buku teks juga bisa ditambahkan bahasan mengenai isu khusus dalam bentuk perbandingan atau komparasi antar-negara, misalnya. Buku teks sering terdiri dari dua (2) bagian, yaitu bagian teori atau pendekatan dan bagian studi kasus.

Dengan tiga bentuk dan tiga tahapan penulisan buku itu, kegiatan menulis buku sebenarnya bukan merupakan sesuatu yang baru atau asing bagi pengajar atau dosen.

Setiap dosen selalu memiliki catatan materi perkuliahan dalam bentuk plastik OHP atau file presentasi yang dapat dikonversi menjadi diktat kuliah. 

Diktat-diktat itu dikumpulkan dan diberikan penjelasan atau narasi secukupnya, serta disesuaikan dengan rencana pembelajaran semester (RPS) dari matakuliah tertentu, sehingga bisa menjadi buku ajar.

Cara menulis buku ini memang sufatnya bertahap agar materi buku dapat dikumpulkan sedikit demi sedikit sehingga buku ajar atau buku teks merupakan hasil dari proses menulis sejak dalam bentuk awalnya, yaitu diktat. 

Namun demikian, kendala atau hambatan menulis buku selalu ada. Membuat tulisan cara menulis buku seperti yang saya lakukan ini memang jauh lebih mudah ketimbang mempraktekkannya. 

Akibatnya, setiap pengajar atau dosen belum tentu memiliki sebuah buku sebagai hasil karya sendiri yang bisa menunjukkan, baik pengalaman maupun kompetensinya.

Kalau tidak salah, menulis buku bukan merupakan sebuah keharusan atau kewajiban, namun adalah pilihan. Akibatnya adalah setiap orang pengajar tidak selalu memiliki satu buku hasil karya sendiri. Selain pilihan menulis buku, seorang dosen (misalnya) bisa memilih menulis paper di jurnal ilmiah atau bentuk publikasi lainnya.

Ada angka kredit atau kum dari setiap bentuk kegiatan menulis itu. Masing-masing bentuk kegiatan menulis itu memiliki tingkat kesulitan tertentu, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Beberapa faktor itu menjadi pertimbangan seorang dosen memilih menulis buku atau lainnya.

Kembali ke cara bertahap menulis buku melalui ketiga bentuk buku itu. Tidak ada cara lain untuk menulis sebuah buku, kecuali memulainya. 

Mulai menulis buku dalam bentuk yang paling sederhana, yaitu:

  • pertama, menulis catatan perkuliahan dalam bentuk file presentasi.
  • kedua, beri narasi untuk menjelaskan poin-poin catatan singkat itu, sehingga menjadi diktat kuliah. 
  • ketiga, lengkapi penjelasan atau narasi diktat kuliah itu dengan menambah referensi atau rujukan pustaka dan disesuaikan dengan materi di setiap pertemuan perkuliahan.
  • keempat, buku ajar dapat dikembangkan menjadi buku teks atau referensi yang bersifat lebih teoritis atau umum, sehingga buku teks dapat dipakai atau dibaca masyarakat umum, tidak hanya mahasiswa yang berminat pada perkuliahan itu.

Akhirnya, segala sesuatu memerlukan proses. Demikian juga sebuah buku melalui suatu proses penulisan dalam konteks waktu, materi, dan energi untuk konsisten menulis hingga batas waktu yang ditetapkan. Tidak ada cara instan.

Aneh juga jika ada pengajar atau dosen tidak menulis satu buku hingga masa pensiun menjelang. Ini memang sebuah pilihan. Kita bebas memilih yang mana. Silahkan memilih dan terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun