(Wayangan lagi yuuuk!)
Ceritanya sekarang bukan cerita carangan, tapi cerita asli yang ada di Mahabharata, meskipun bukan cerita mainstream.
Retno Sawitri, sang juwita, bunga kerajaan Mandaraka sudah masak secara fisik dan mental untuk memasuki dunia perkawinan. Kecantikannya sempurna, tubuhnya semerbak mewangi (halah, lebay deh). Bukannya tidak ada raja atau putra raja yang datang melamar, tapi dia keukeuh, ogah kawin kalau laki-laki itu bukan pilihannya sendiri.
Ayahnya, Prabu Aswapati, raja Mandaraka (Prabu Aswapati ini leluhur Salya, seorang "key person" di cerita Bharata Yudha, kesaktiannya nyundul plafon eh,....langit!. Salya ini punya adik, satu-satunya adiknya, namanya Dewi Madrim, yang kemudian nikah dengan Pandu dan berputra Nakula dan Sadewa, Â si kembar Pandawa itu......halah, jadi ngelantur. Kapan-kapan aja dah cerita tentang Salya, kalau ada yang mau baca!).
Sampai mana tadi? (pikun mode on)
Prabu Aswapati yang sudah mpet pada kelakuan anaknya ini sering bertanya kepada anaknya (kira-kira gini omongnya, Â gak pakem blas)
"Ndhuk, putri pun Romo kang dhenok dhebleng, kalaupun Romo sudah oke kalau kamu mau pilih suamimu sendiri. Terus kapan kamu mau mutusin pilihanmu itu?"
Dan anaknya pun menjawab, kira-kira juga begini:
"Bes! (dari kata Ebes, panggilan kepada ayah, khas orang Ngalam), nantilah, waktunya belum datang!"
"Terus,....kapan itu?" kejar bokapnya.
"Nantilah, Sawitri tahu kok kalau waktunya tiba, Ebes kalau kadit itreng gak usah ikut ribut dah!". (Kadit itreng = tidak ngerti, Â cara Ngalam)