Pada tahun 1727-1749, masa pemerintahan Paku Buwana II di Kartasura, dibuat wayang kyai Pramuka, yang menjadi wayang pusaka dan sebagai induk (babon), jumlahnya terdapat 200 buah dan diperingati dengan candra sengkala raksasa Buta Terong berbunyi Buta Lima Mangga Jelma yang artinya tahun 1655 tahun saka.
Pada masa Paku Buwana III, memerintahkan kepada putranya Adipati Anom untuk membuat wayang dengan pola wayang Pramuka yang dikerjakan oleh Ki Gandataruna dan Cerma Pangrawit. Dan setelah selesai tidak diberi candra sengkala tetapi setiap wayang antara kedua kaki diberi wayang dan wandanya. Wayang ini diberi nama Kyai Kanyut, kemudian membuat lagi dan diberi nama Kyai Mangu.
Pada tahun 1710 Adipati anom menyuruh membuat wayang berpola Kartasura yang diperbesar dan dijujut, kemudia diberi nama Kyai Pramukane Kadipaten. Pada masa Paku Buwana IV tahun 1755, Sultan berkenanan membuat wayang yang berpola Kyai Mangu dan diberi nama Kyai Jimat. Kemudian membuat lagi wayang yang berpola Kyai Kanyut yang diberi nama Kyai Kadung, pada masa itu juga membuat wayang yang berpola Kyai pramuka yang diberi nama Kyai Pageran Singosari I.
Sampai pada masa Paku Buwana V wayang sudah tersebar keseluruh daerah Jawa, sehingga sudah menjadi umum bagi masyarakat dan pembuatan wayang sudah tidak diberi nama. Namun pada masa Mengku Negara tahun 1850-1860 dibuat wayang yang diberi nama Kyai Sabet. Sejak saat itu betuk wayang tetap wujudnya dalam perkembangan hingga sekarang.