Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Membaca Kiprah dan Pesan Pak Jakob Oetama

10 September 2020   19:33 Diperbarui: 11 September 2020   21:44 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Jakob Oetama. (Foto: KOMPAS/YUNIADHI AGUNG)

Saya tidak mengenal Pak Jakob Oetama secara pribadi atau secara langsung, hanya mengetahui dari buku-buku tentang beliau yang pernah saya baca.

Melalui tulisan tentangnya, kita bisa memahami apa yang sudah beliau lakukan, nilai-nilai yang diajarkan, dan ujaran yang sering dikemukakannya pada berbagai kesempatan.

Berikut ini saya sampaikan hal-hal tersebut setelah membaca tiga buku yang terkait dengan Pak Jakob Oetama.

Cendekiawan Berdedikasi

Sumber gambar : dok. pribadi
Sumber gambar : dok. pribadi
Buku pertama berjudul Cendekiawan Berdedikasi 2008-20016. Buku yang terbit tahun 2016 untuk ulang tahun ke-85 Pak Jakob Oetama, dieditori St Sularto serta diterbitkan Penerbit Kompas setebal 254 halaman ini berisi tentang riwayat hidup dan pengabdian para cendekiawan yang sering menyumbangkan pemikiran mereka di kolom artikel Opini Kompas.

Penghargaan diberikan kepada para cendekiawan berdedikasi Kompas merupakan penghargaan yang diprakarsai Jakob Oetama kepada sejumlah cendekiawan yang berbagi  untuk kepentingan masyarakat luas melalui pengabdiannya kepada profesi kepakaran mereka.

Para cendekiawan itu menulis melalui kolom artikel Opini Kompas. Mereka memproduksi gagasan dan menawarkan jalan keluar dan membawa pencerahan. Sikap kritis yang mereka sampaikan melalui tulisan bagaikan guru-guru masyarakat (civil education) yang ikut mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan bangsa.

Sebagaimana dijelaskan di dalam buku ini, penghargaan Kompas Cendekiawan Berdedikasi diberikan sebagai rasa terima kasih atas kesetiaan, komitmen, ketekunan, dan dedikasi mereka seiring perjalanan Kompas. Sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2016 terdapat empat puluh tiga penghargaan yang diberikan.

Untuk menyebut beberapa cendekiawan yang berdedikasi yang telah menerima penghargaan dimaksud diantaranya A. Prasetyantoko, Adnan Buyung Nasution, Ahmad Syafii Maarif, Azyumardi Azra, dan Faisal Basri. Ada juga Mochtar Pabottinggi, Radhar Panca Dahana, Kartono Mohamad, dan Franz Magnis Suseno, dan beberapa lainnya.

Syukur Tiada Akhir

Sumber gambar : dok. pribadi
Sumber gambar : dok. pribadi
Buku kedua yang pernah saya baca berjudul Syukur Tiada Akhir, Jejak Langkah Jakob Oetama. Buku ini disusun St Sularto untuk perayaan 80 tahun usia Pak Jakob Oetama. 

Buku setebal 659 halaman yang  diterbitkan Penerbit Kompas pertama kali pada tahun 2011 ini memuat perjalanan Harian Kompas, sejak terbit pertama kali tanggal 28 Juni 1965 oleh Petrus Kanisius (P.K.) Ojong dan Jakob Oetama.

Di dalam buku ini dijelaskan tentang keputusan Jakob Oetama yang berani memikul tanggung jawab menandatangi surat permintaan maaf pada dini hari 5 Februari 2078 di tengah kesulitan kondisi yang sangat menentukan hidup-matinya harian ini.

Di samping itu, buku ini pun menjelaskan tentang Jakob Oetama yang memilih profesi wartawan sebagai panggilan hidup beserta pergulatan hidupnya.

Dalam mengelola Kompas, tanggung jawab dibagi menjadi dua bidang yang saling berkaitan. Urusan bisnis menjadi tanggung jawab P.K. Ojong, sedangkan urusan keredaksian menjadi tanggung jawab Jakob Oetama.

Kepergian P.K. Ojong yang demikian mendadak, 31 Mei 1980,  mengharuskan Jakob Oetama mengambil alih tanggung jawab secara keseluruhan. Jika, misalnya, pengambilalihan tanggung jawab itu tak dilakukan Jakob Oetama, apa yang akan terjadi terhadap Kompas?  Mungkin harian ini akan tinggal nama saja.

Sekarang Kompas telah menjadi sebuah perusahaan yang besar dengan banyak suku usahanya yang tumbuh dan berkembang dengan pesat di bawah kepemimpinan Jakob Oetama, pria sederhana yang lebih senang disebut wartawan daripada pengusaha, yang selalu menyebut keberhasilan Kompas berkat kerja keras, sinergitas, dan karena diberkati Tuhan.

Itulah secuil keberhasilan Jakob Oetama dari banyak sekali kesuksesan beliau bersama Tim yang kompeten dan solid dalam membesarkan usaha Kompas-Gramedia.

Beginilah Jakob Berujar

Sumber gambar : dok. pribadi
Sumber gambar : dok. pribadi
Ada satu lagi buku yang saya baca terkait dengan Jakob Oetama. Berbeda dengan kedua buku di atas yang dieditori atau ditulis St Sularto, buku yang berjudul Yuk, Simak Pak Jakob Berujar ditulis redaktur senior Kompas saat itu, Ninok Leksono.

Apa kandungan buku setebal 190 halaman yang diterbitkan Penerbit Kompas pertama kali pada tahun 2016 ini? Isinya, sesuai dengan judul buku yang bernada santai ini, adalah sejumlah ucapan atau ujaran Jakob Oetama yang didokumentasikan oleh penulisnya,  Ninok Leksono.

Beberapa di antara ujaran tersebut akan saya turunkan dalam artikel ini. Melalui ujaran-ujaran itulah Pak Jakob Oetama mentransfer pengetahuan dan menanamkan nilai-nilai berharga yang hingga kini dipedomani oleh segenap jajaran Kompas dalam menunaikan tugas keseharian mereka.

Pertama, selalu bersyukur. Sebagaimana ditulis Lilik Oetama, CEO Kompas-Gramedia dalam Sambutan buku ini, bahwa nasihat yang paling sering Pak Jakob Oetama ucapkan adalah agar kita selalu bersyukur dengan keadaan apapun, suka atau duka.

Pak Jakob juga selalu mengingatkan jajarannya untuk hidup sederhana. "Nasihat lain yang saya terima adalah agar kami hidup sederhana karena banyak teman di sekeliling kita yang hidupnya berkekurangan," tulis Ninok Leksono.

Kedua, wartawan harus gumunan.  Makna bebas kata 'gumunan' adalah keheranan atau terheran-heran. Wartawan mesti gumunan, menurut Pak Jakob, berarti wartawan harus merasa tertarik dengan hal-hal atau fenomena-fenomena yang terjadi di dalam masyarakat.

Dengan sikap demikian wartawan akan bergairah bekerja dan menggali lebih dalam sehingga menghasilkan tulisan yang mengandung sesuatu yang baru dan menarik serta bermanfaat bagi pembaca.

Wartawan, menurutnya, tak boleh melihat segala sesuatunya biasa-biasa saja. Kalau sikap itu dikedepankan, bukan tak mungkin tulisan yang dihasilkan akan kering dan tidak berbobot.

Ketiga, riding the wave. Satu hal lagi yang dinasihatkan Pak Jakob kepada para wartawan adalah agar tidak pasif dalam menangani berita, tetapi sebaliknya, wartawan harus proaktif sehingga ia tidak dikendalikan tetapi mengendalikan berita.

"Dalam bahasa Pak Jakob, wartawan harus 'menunggangi ombak' (riding the wave), bukan diombang-ambingkan ombak atau malah digulung ombak," tulis Ninok Leksono mengutip ucapan Jakob Oetama dalam buku ini.

Riding the wave atau full command of the news meniscayakan wartawan memiliki sejumlah persyaratan yang dibutuhkan: ia harus kuat dalam fisik dan pengetahuan, serta tekun dan memiliki semangat juang untuk menggeluti permasalahan.

Keempat, jadikan peristiwa sebagai kapstok. Anda tahu kapstok, bukan? Ya, benar, itu kata lain dari gantungan baju. 

Menjadikan peristiwa sebagai kapstok dimaksudkan oleh Pak Jakob Oetama bahwa wartawan tak boleh merasa cukup dengan mendengar dan melihat suatu peristiwa, lalu melaporkannya. Melainkan, ia mesti membuat sebuah berita lebih dari sekadar itu, yaitu berita yang bermutu, lengkap, dan komprehensif.

"Bukan hanya itu, keyakinan Pak Jakob, laporan jurnalistik yang baik juga memberi pembacanya pemahaman akan makna peristiwa tersebut," tulis Ninok Leksono.

Dengan pola kerja seperti itu, bukan saja media tempat wartawan bekerja dikenal sebagai media yang berbobot, bahkan dengan laku itu pula, masyarakat pembaca juga mendapat informasi dan pengetahuan yang lebih banyak dan bertambah wawasannya.

Kelima, kritik with understanding. Salah satu fungsi yang melekat pada pers adalah mengkritik. Mengenai caranya, kritik mesti disampaikan secara halus. Oleh karena itu, mau tak mau, pembaca Kompas harus pintar membaca yang tersirat dari yang tersurat.

Membaca Kompas, khususnya Tajuk Rencana-nya, pembaca harus mampu menerapkan read between the lines atau membaca yang tidak tertulis di antara bait-bait kalimat yang tercetak.

Kritik yang disampaikan pun haruslah kritik with understanding. Artinya, tahu seberapa cukup porsi kritik yang disampaikan tersebut.

Itulah sekelumit tentang Pak Jakob Oetama, kiprah dan pandangan-pandangan beliau yang disampaikan melalui ujaran.

Akhirnya, saya juga menyampaikan "Selamat jalan, Pak Jakob Oetama."

(I Ketut Suweca, 10 September 2020)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun