Akan tetapi, situasi ini cukup menantang upaya penanggulangi pandemi Covid-19. Maka dari itu, menunda pilkada bisa menjadi alternatif apabila hal itu memang bisa meminimalisir penyebaran covid-19. Lebih baik kesehatan diutamakan. Toh, pilkada masih bisa dibuat ketika situasi sudah kondusif.
Keuntungan yang bisa terjadi dari menunda pilkada adalah bisa meminimalisir penyebaran Covid-19. Bahkan ini menutup peluang untuk menyebarkan korona pada banyak orang.
Yah, sangat sulit dibayangkan apabila salah satu orang yang mengikuti kampanye ternyata terpapar korona. Situasi ini tentu mengancam banyak orang yang hadir dalam kampanye tersebut. Ini pun bisa menodai para calon pemimpin yang menyebabkan kerumunan massa tersebut.
Akan tetapi, penundaan pilkada juga memberikan konsekuensi pada persiapan para calon pemimpin. Persiapan itu bukan saja soal rencana dan jadwal mobilisasi massa di setiap wilayah, tetapi juga anggaran untuk berpolitik. Bukan rahasia lagi, jika biaya politik kerap bernilai mahal.
Anggaran berpolitik tidak bisa dianggap enteng. Pasalnya, setiap kegiatan yang berkampanye membutuhkan biaya politik yang tidak sedikit.
Dalam rentang waktu hingga 9 Desember yang merupakan hari pencoblosan, barangkali setiap calon politik sudah mengalokasikan anggaran seturut agenda politik tertentu. Wacana penundaan pilkada pastinya berbenturan persiapan setiap calon, termasuk soal anggaran politik. Anggaran keuangan berpolitik dari setiap calon itu bisa terpengaruh.
Pengaruhnya bisa pembengkakan anggaran politik. Bagaimana pun, pastinya setiap calon tidak mau tinggal diam di tengah waktu jedah karena pembatalan pilkada.
Pasti ada kegiatan yang terus dan tetap dibuat di tengah publik walaupun dengan jumlah massa yang sangat terbatas. Menghentikan kegiatan politik sama halnya dengan meredupkan peluang keterpilihan. Makanya, melanjutkan terus kegiatan politik menjadi pilihan yang sulit dihilangkan.
Maka dari itu, semakin banyak kegiatan yang dijalankan dalam tenggang waktu yang cukup panjang, semakin banyak biaya politik yang dibutuhkan.
Barangkali situasi ini menjadi keuntungan bagi petahana. Kecuali pemerintah juga menginstruksikan agar setiap petahana yang terjun pilkada segera menanggalkan jabatan mereka dalam masa jeda karena pembatalan pilkada.
Akan tetapi, jika skenarionya mereka tetap menjabat, masa jeda karena penundaan musim pilkada bisa menjadi kesempatan menguatkan diri di tengah masyarakat dengan memboncengi jabatan sebagai petahana.