Pagi ini ketika membuka grup WA saya dikejutkan oleh sebuah berita. "Telah meninggal dunia Ibu Mona Lohanda (Peneliti ANRI), Sabtu 16 Januari 2021 pukul 22.30 di RS Sari Asih Karawaci Tangerang. Disemayamkan di Rumah Duka Boen Tek Bio Karawaci. Beliau meninggal karena serangan jantung," begitu berita tersebut.
Saya sudah kenal lama Ibu Mona. Beliau adalah lulusan Jurusan Sejarah UI. Selanjutnya beliau bekerja di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Setelah pensiun pada 2012, beliau tetap aktif sebagai narasumber.
Ibu Mona yang lahir pada 4 November 1947 merupakan sosok handal di ANRI. Beliau bekerja di ANRI mulai 1972, padahal ia baru masuk Jurusan Sejarah pada 1971. Karena suka baca ia cepat lulus, tepatnya pada 1975. Selanjutnya ia meneruskan pendidikan di mancanegara.
Sosok ini dikenal luas di tingkat nasional dan internasional sebagai sejarawan dan arsiparis. Bidang yang digelutinya adalah sejarah Batavia dan VOC. Â Dedikasinya ke bidang sejarah membuat Mona menerima berbagai penghargaaan, antara lain Nabil Award (2010), cendekiawan berdedikasi dari Harian Kompas (2012), dan Bakrie Award (2016).
"Mona Lohanda, Pencetak Puluhan Dokter Sejarah". "Mona Lohanda, Penyusun Indeks Arsip VOC". Begitulah judul berita di media cetak menggambarkan sosok Mona.
Ia pernah bercerita kepada saya, banyak pakar mancanegara pernah ia bantu. Apalagi kalau bukan urusan arsip. Maklum mereka adalah intelektual dan akademisi yang akan menulis tentang Indonesia.
Mona tercatat banyak menulis artikel dan buku, di antaranya The Kapitan Cina of Batavia, 1837-1942: A History of Chinese Establishment in Colonial Society (Djambatan, 1996) dan Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia (Masup Jakarta, 2007).
Terakhir saya ketemu Bu Mona sekitar tiga tahun lalu. Waktu itu ia menjadi anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Nasional. TACB terdiri atas sejumlah pakar dari berbagai disiplin. "Bu Mona adalah anggota Tim Ahli Cagar Budaya Nasional yang aktif dan banyak berpikiran tajam, kita betul-betul kehilangan beliau," kata Ketua TACBN Pak Junus Satrio.
Pada 2015 saya sering bertemu dengan Bu Mona. Ketika itu kami menjadi tim penulis buku. Bu Mona tentang spesialisasinya, yakni VOC dan Batavia. Saya kebagian bidang arkeologi. Jadi kami saling melengkapi.
Malah dalam pertemuan untuk menyusun buku itu, saya dikasih dua buku tentang Candi Borobudur dan Candi Sukuh. Kedua buku tergolong langka karena ditulis oleh peneliti dari Eropa Timur.
"Saya Cina Benteng yang gak bisa Bahasa Mandarin," katanya ketika itu ketika saya tanya kenapa gak memperdalam arsip Tionghoa.
Beruntung ANRI punya sosok seperti Mona, sehingga peran ANRI amat dikenal. Mona bagaikan ensiklopedia hidup tentang Batavia dan VOC. RIP Bu Mona, terima kasih telah banyak belajar dan menimba ilmu dari ibu.
Saya pernah menulis tentang Bu Mona [di sini].
Sebelumnya ANRI juga punya ensiklopedia hidup tentang Batavia dan VOC, Pak Machfudi Mangkudilaga. Beliau adalah seorang arkeolog. Beliau hafal benar monumen atau patung yang pernah ada di Batavia sekaligus cerita tentang monumen/patung tersebut.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H