Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kalian Belajar "Online", Kami "Oh Lain"

15 Juli 2020   22:10 Diperbarui: 16 Juli 2020   20:19 1692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pendidikan di sekolah. (sumber: KOMPAS/DIDIE SW)

"Hemat saya, kebijakan study from home di masa new normal pada dasarnya tidak efektif. Pembelajaran seolah tidak terbangun dan yang terjadi setiap guru hanya memberikan siswa tugas, lalu guru menilai hasilnya."

Mewabahnya covid-19, sudah merasuki dan merusaki semua sendi kehidupan. Tidak terkecuali bidang pendidikan, virus mematikan itu sudah membuat banyak siswa bahkan orang tua dan satuan pendidikan lainnya menjadi khawatir dan bingung menghadapinya. 

Bahkan tidak sedikit juga rencana yang tidak bisa terlaksana akibat masifnya penyebaran virus ini. Hal tersebut tentu saja menjadi hambatan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia yang unggul, khususnya di bidang pendidikan.

Kita semua tahu bahwa di tahun 2045, di mana Indonesia akan berusia 100 tahun, Pemerintah berharap agar kualitas sumber daya manusia bisa meningkat. 

Melalui kualitas sumber daya manusia yang unggul itu, maka sudah pasti Indonesia akan menjadi lebih maju di kancah internasional. Oleh karena itu kualitas pendidikan menjadi acuan demi menciptakan mutu sumber daya manusia unggul di masa mendatang.

Harus disadari bahwa kualitas sumber daya manusia yang unggul harus berbanding lurus dengan penyelenggaraan kualitas pendidikan. Kalau kualitas pendidikan buruk maka sumber daya manusia jelas akan rendah. 

Begitupun sebaliknya. Membaca situasi sekarang, dapat kita lihat bahwa kualitas pendidikan saat ini masih dalam pusaran pandemi Covid-19. 

Virus tersebut akan menular secara cepat jika terjadi kontak antar manusia dengan manusia ataupun droplet yang disebarkan sehingga mengakibatkan proses pendidikan saat ini sementara masih berlangsung secara online. Gerakan belajar dari rumah menjadi instruksi andalan bagi pemerintah saat ini.

Kebijakan belajar secara online dari rumah masing-masing diputuskan oleh pemerintah agar penularan pandemi Covid-19 bisa terputus dan tidak menimbulkan klaster baru di Sekolah. 

Jelaslah bahwa kegiatan belajar mengajar (KBM) secara tatap muka di Sekolah, kini berubah drastis atas instruksi Pemerintah. Kalimat 'sangat berbahaya' menjadi alasan utama sehingga proses belajar mengajar dialihkan menggunakan sistem dalam jaringan (daring).

Pembelajaran dari rumah pada akhirnya memaksa tenaga pendidik ataupun siswa harus beradaptasi terhadap situasi ini. Hal tersebut dikarenakan mayoritas institusi pendidikan kita belum terbiasa menggunakan pembelajaran dalam jaringan (daring). 

Seperti di daerah saya, Provinsi NTT. Jangankan internet, listrik saja masih belum ada di beberapa tempat terpencil. Berbeda dengan Universitas Terbuka atau lembaga pendidikan lainnya yang sudah terbiasa menggunakan pembelajaran jarak jauh. 

Oleh karena itu kebijakan belajar dari rumah telah membawa konsekuensi serius terhadap proses pembelajaran di tengah new normal.

Kebijakan study from home (SFH) membawa tantangan serius terhadap terselengaranya proses kegiatan belajar mengajar pada setiap satuan pendidikan. 

Kegiatan pembelajaran yang biasanya bertatap muka antara guru dan siswa secara mendadak dialihkan dengan sistem pembelajaran jarak jauh sehingga membuat sebagian tenaga pendidik ataupun siswa mengalami kelabakan. 

Semua siswa belajar dari rumah dan begitupun dengan guru yang mengajar juga dari rumah. Setidaknya ada beberapa tantangan yang dihadapi atas kebijakan study from home (SFH) bagi guru ataupun siswa saat ini:

ilustrasi belajar di rumah. (Dok. Pribadi)
ilustrasi belajar di rumah. (Dok. Pribadi)
Pertama, kebijakan study from home (SFH) menuntut guru dan siswa untuk bisa menggunakan dan menguasai teknologi informasi secara tepat. Pembelajaran melalui platform webinar, google classromm, atau melalui media sosial lain membuat sebagian guru dan siswa mengalami kesulitan. 

Tidak semua guru dan siswa memiliki piranti tersebut sehingga jelas menghambat proses kegiatan belajar mengajar secara daring. Hal tersebut juga diperparah kondisi sebagian guru dan siswa dengan penguasaan teknologi yang masih rendah. 

Ya, kalau mau dibilang, di kota besar, pembelajaran online sangat membantu, kalau kami di sini, oh, lain. Sangat lain dan jauh dari kesempurnaan.

Kedua, tidak semua guru dan siswa memiliki akses internet yang memadai. Bagi kaum millenials yang terbiasa mengakses internet, tentunya tidak bermasalah. 

Di sisi lain hal tersebut akan menjadi masalah jika banyak siswa dan guru yang berasal dari pelosok dan pinggiran yang sama sekali tidak memiliki akses internet.

Ketiga, adalah persoalan biaya pendidikan. Bagi masyarakat yang status ekonominya kelas menengah ke atas, tentu aspek biaya pendidikan bukan menjadi persoalan urgen. 

Namun, bagi guru dan siswa yang berada dalam status ekonomi menengah ke bawah jelas akan terasa hambatan dan kesulitan. Banyak guru dan siswa yang hidup dengan keterbatasan sehingga membeli paketan atau kuota internet adalah beban tersendiri bagi mereka.

Hemat saya, kebijakan study from home di masa new normal pada dasarnya tidak efektif. Pembelajaran seolah tidak terbangun dan yang terjadi setiap guru hanya memberikan siswa tugas, lalu guru menilai hasilnya. 

Secara psikologis, hal ini membuat siswa tidak begitu nyaman dan merasa terbebani oleh tugas yang menumpuk dari para guru di setiap mata pelajaran.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebanyak 76.7% siswa tidak senang dengan pembelajaran daring. Mereka beralasan bahwa tugas yang diberikan guru terlalu berat jika dibandingkan pembelajaran luar jaringan (luring) (Alinea.id 27/04/2020). Hal senada juga dialami dalam pembelajaran antara mahasiswa dan dosen. 

Berdasarkan survei terhadap mahasiswa, 88,5 % mahasiswa merasa bosan dengan kebijakan study from home (kumparan.com 18/04/2020). Mahasiswa beralasan jika melalui kebijakan study from home maka mereka tidak bisa berinteraksi atau berdiskusi dengan teman dan tidak aktif berorganisasi secara langsung. 

Data tersebut mengonfirmasi bahwa kebijakan pembelajaran online tidak begitu efektif bagi keberlangsungan proses kegiatan belajar mengajar yang sudah terbangun sejak dahulu.

Gerakan belajar dari rumah telah membuat siswa menjadi tidak nyaman. Hal tersebut akan berdampak kepada kualitas pendidikan di masa mendatang. Dalam kondisi pandemi yang belum surut ini, situasi pendidikan dipertaruhkan. 

Di samping pemerintah memutus harus mata rantai penularan Covid-19, di saat yang sama pula pemerintah memiliki beban berat yakni menciptakan kualitas sumber daya manusia unggul demi menyongsong Indonesia emas tahun 2045 dengan model pendidikan yang tepat. 

Bukan hal yang mustahil dilakukan oleh pemerintah untuk tetap melangkah mewujudkan pendidikan berkualitas di tengah pandemi ini. Oleh karena itu evaluasi terhadap proses pendidikan belajar mengajar dalam pusaran pandemi ini menjadi penting agar mewabahnya virus ini tidak menghambat proses pendidikan yang ada.

Dari hasil cerita dengan beberapa siswa (SD,SMP & SMA) di kota saya, saya menemukan bahwa mereka masih lebih suka belajar offline (belajar di sekolah). ruang kelas bagi mereka lebih menyenangkan ketimbang ruang kamar di rumah. 

Secanggih apapun media online (internet), tetap tidak bisa mengganti suasana riuh-gaduh ruang kelas dengan teman-teman lain. 

Karena itu, kita perlu masuk dalam dunia sekolah dan mencari jalan terbaik agar situasi sekolah tetap tergambarkan meski pembelajarannya dari rumah. Ataupun kalau sekolah mau dibuka kembali, maka protokol kesehatan harus menjadi nomor satu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun